DELAPAN

14.1K 864 2
                                    

DELAPAN

Arum tersenyum tipis melihat Alex yang begitu semangat memasukan bola basket ke dalam ring. Anak itu begitu mudah dan cepat sekali akrab dengan orang lain, lihat saja, sekarang Alex tengah bermain dengan anak laki-laki seumurannya di sana.

Alex merengek ingin bermain bola basket dulu sebelum pulang ke rumah. Padahal mereka sudah sangat lama berada di mall, hampir empat jam-an.

Di bioskop Alex, Arum, dan Bagus menghabiskan waktu dua jam lebih. Alex merengek ingin menonton dua film dalam satu waktu sekaligus, Arum dengan berat hati mengabulkan permintaan anaknya. Kapan lagi ia bisa kabur seperti ini dari pengawasan Ibra?

Alex sepertinya tidak merasa capek, lihat saja, anak itu begitu bersemangat memasukan bola basket ke dalam ring.

"Ciih..."Bagus berdecih gemas.

"Sumpah, Rum. Aku nggak suka lihat tingkah anak kamu."Ucap Bagus gemas.

"Kayak Ibra! Menjijikan rayuannya."Ucap Bagus lagi greget pada Alex.

Dasar anak itu! Masih kecil, tapi kelakuannya?

Bagaiman tidak? Alex saat ini tengah mengajari seorang anak perempuan cantik memasukan bola ke dalam ring yang rendah khas anak-anak itu. Alex berdiri di belakang melingkari tubuh mungil yang putih mulus itu. Anak itu mengedipkan sebelah matanya kearah Bagus, dan tersenyum manis sebelum tangannya melayangkan bola dengan lihay, dan masuk ke dalam ring lagi dengan mulus.

"Kayak Ibra, dan aku nggak suka dan gemas, mau tampol pipinya. Semoga saja Alex nggak bodoh kayak bapaknya nanti."

"Siapa kamu? Aku nggak butuh orang lain suka atau nggak suka pada anakku!"Ucap suara itu dingin.

"Aku nggak bodoh! Orang bodoh nggak mungkin bisa kaya raya kayak aku."Ucap suara berat itu lagi dengan nada ejeknya, kali ini.

Bagus, dan Arum serentak membalikkan badannya. Ucapan dengan nada dingin barusan berasal dari belakang tubuh mereka. Benar saja, orang itu ada tepat di belakang mereka.

Bagus menelan ludahnya kasar. Arum? Perempuan itu sebisa mungkin menatap dengan tatapan berani, dan menantang kearah Ibra.

"Kamu."lirih Arum pelan sekali.

"Kenapa? Nggak suka aku datang? Murahan tetap murahan! Datang dengan laki-laki lain tanpa minta ijin terlebih dahulu pada suami."Ucap Ibra jijik dengan dengan suara pelan, dan geraman tertahannya.

Takut suaranya akan di dengar oleh Alex anaknya. Itu nggak baik! Karena saat ini, ada isteri, dan anaknya yang lain yang ikut bersamanya. Ibra saat ini mencuri waktu, dengan pura-pura ijin ke toilet, dan mengeluh skit perut pada isteri pertamanya. Ibra geram, Ibra melihat Arum, dan Bagus serta anaknya masuk ke dalam bioskop, membuat Ibra dengan malas, mengajak isterinya masuk ke bioskop juga, dan duduk di deretan bangku yang paling belakang, mengingat ada Arum, dan anaknya di deretan depan sana.

Ternyata papa, dan isterinya kompak membohonginya, anaknya tidaklah drop, penyakit jantungnya nggak kambuh. Anaknya cuman merengek ingin jalan-jalan bersama dengannya kemarin malam. Ibra marah! Tapi di tahan laki-laki itu. Papa, dan isterinya membuat ia khawatir, dan membuat ia tega meninggalkan anaknya yang lain dengan kejam tanpa pamit. Pasti anaknya marah, dan nggak suka ngomong dengannya nanti. Dan apa-apaan? Isteri sirinya malah mengakrabkan anaknya dengan laki-laki lain yang di bawah levelnya. Murahan!

Untung saja ia datang di mall ini tadi. Tuhan seperti memberi petunjuk, beginilah kelakuan isterimu di belakangmu. Ibra sepertinya akan menambah beberapa pengawasan untuk mengawas Arum, dan Alex. Lihat saja nanti.

"Jaga ucapanmu, sialan!"Desis Arum pelan, dan tidak terima akan ucapan sampah Ibra barusan.

Ibra berdecih. Tatapan matanya yang tajam, membidik tubuh Arum dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tangan laki-laki itu terlihat mengepal erat. Bagaimana tidak? Perempuan sialan yang sialnya telah melahirkan anaknya ini memakai baju dress selutut, menampilkan betis, dan kakinya yang mulus.

"Kamu memang murahan! Di keramaian seperti ini baru mau pakai baju kayak pelacur."Ucap Ibra kejam.

Arum, dan Bagus membelalak mendengar ucapan pedas Ibra barusan.

Spontan, Bagus melirik kearah tubuh Arum. Pakaian Arum sopan! Dress lengan panjang selutut yang longgar, malah.

Plak!

"Jangan lihat!"Desis Ibra geram setelah tangannya memukul kasar kepala Bagus.

Bagus kaget, tapi setelah itu, laki-laki itu menghembuskan nafasnya lelah.

Ia tidak marah, Ibra sering melakukan hal ini dulu, memukul kepala atau wajahnya, sedari SMP bahkan sampai SMA. Mereka akrab dulu, tapi semenjak kesalapahaman yang memang di setting oleh orang besar itu. Semaunya hancur, dan Arum'lah yang lebih hancur.

"Aku pamit Arum." Ucap Bagus pelan, lalu tanpa kata, Bagus berjalan pelan meninggalkan Arum, dan Ibra masih saling menatap tajam tanpa menggubris ucapan pamit Bagus.

"Pulang atau kamu akan menyesal."Ucap Ibra dengan nada ancamannya.

"Ganti bajumu terlebih dahulu. Aku akan ke rumah nanti. Masih ada'kan uang yang aku kasih?"Tanya Ibra datar.

Seketika wajah Arum keruh, dan merah. Arum tanpa kata bangkit dari dudukannya, lalu berjalan pelan menuju Alex yang masih asik bermain.

Ibra mengatur nafasnya sebisa mungkin. Hatinya terbakar di dalam sana. Marah, kesal, kecewa, Arum tidak menggubris ucapannya, kecewa, Arum lebih suka menontonkan tubuhnya untuk orang asing di banding padanya. Benar-benar menjijikan!

Bagus yang berjalan pelan untuk melihat Arum, dan Ibra, membalikkan badannya cepat, memandang sendu kearah tubuh lemah, dan lelah Arum, lalu memandang miris pada Ibra yang terlihat gusar di tempatnya.

"Kasian kamu, Ibra. Papa kamu sendrilah, yang menghacurkan hidup kamu, Arum, dan anak-anakmu."Bisik Bagus miris.

TUANKU SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang