DUA PULUH DUA

12.4K 751 17
                                    

Tersedia di google playbook atau playstore, ya cerita ini!

DUA PULUH DUA

Arum mengambil alih Tablet yang ada di tangan Alex cepat, membuat Alex menatap bingung, dan protes akan ulah mamanya barusan.

Kan Alex lagi nge-game!

"Mama...Alex lagi main, kenapa di ambil?"Rengek Alex tak terima.

Pasti Game over permainannya, ish!

Tangannya ingin meraih kembali Tabnya, tapi Arum menatap Alex tegas kali ini, membuat tangan Alex hanya melayang di udara. Lalu mengangguk pasrah.

"Mainnya di tunda."cicit Alex pelan.

Kalau mama natap kayak gitu, artinya penting. Jarang-jarang soalnya Alex dapat tatapan tajam lebih tepatnya tatapan tegas dari mamanya barusan.

"Main nanti. Mama lagi bagi kuota, ni. Alex mau kan kuota? Mama lihat kuota Alex tinggal 1 Gb, mama kasih 20 Gb, deh, tapi kartu card yang ini buat mama, ya, sayang?"Ucap Arum tanpa menoleh kearah Alex yang saat ini tengah memandang berbinar kearahnya. Arum tengah sibuk mengeluarlan kartu card Alex, dan menggantinya dengan yang baru.

Alex menatap mamanya tak berkedip, bahkan air liur anak itu akan mentes sebentar lagi kalau saja Arum tidak menoleh cepat kearahnya.

"Jangan mangap, ih jorok, "Arum mencolek dagu Alex geli.

Efek dapat kuota gratis, nih. Ya Allah anaknya kayak dapat apaan. Tipekal anak jaman now, kuota bagai makanan pokok. Urusan perut terpinggir!

"Benar Mama kasih Alex kuota 20Gb, nggak bohong kan? Ish! Mama nggak bohongkan?"Rengek Alex menuntun.

"Kapan mama pernah bohong, sih, Nak. Ya benar, lah. Ini main lagi."Ucap Arum lembut lalu mengembalikan tab ke tangan Alex.

Kartu card Alex tadi diam-diam sudah di buang oleh Arum lewat kaca taksi yang terbuka sedikit tanpa di lihat Alex.

Alex menerimanya sumringah, Arum tersenyum senang melihat anaknya yang bahagia seperti ini.

Maklum, kuota Alex perbulan ada batasnya, Alex mendapat hanya 5 Gb perbulan. Awalnya Ibra ingin memasang wifi untuk Alex, tapi di larang keras oleh Arum. Ibra juga ingin memberi kuota 50 Gb perbulan, lagi-lagi di larang Arum, awalnya Ibra tidak hirau akan ketidaksetujuan Arum, tapi melihat wajah memelas Arum, dan tatapan memohonnya, laki-laki itu menurut agar hanya membagi kouta 5 Gb pada Alex. Arum nggak mau anaknya candu terhadap gadget, itu nggak baik untuk pertumbuhan, dan perkembangan Alex. Kouta 5 Gb tidak ada tawar menawar, apabila habis dalam satu hari, Alex harus menunggu tanggal satu menyapanya.

Arum, dan Alex saat ini tengah berada di dalam taksi. Mereka baru saja selesai berlibur dari gili trawangan, menginap di sana selama tiga hari sekaligus tiga hari sudah mereka sudah kabur dari rumah tanpa sepengtahuan Alex, Alex hanya tau mereka pergi berlibur. padahal hari sekolah. Arum tidak peduli, bahkan Arum tidak mengurus surat kepindahan Alex, itu mustahil, Alex adalah anak Ibra dan Risa yang tercatat di sana, sehingga membuat Arum harus membuat identitas baru untuk Alex nanti di sekolah baru anaknya dengan bantuan Raja.

Saat ini taksi membawa mereka menuju rumah Raja, dan anaknya. Arum tidak sabar menuju rumah Raja yang berada di Selong. Semoga saja mereka sampai dengan selamat.

"Mama..."Panggil Alex sambil mengguncang lengan Arum. Arum yang sibuk termenung akan pertemuan dengan anaknya nanti setelah sekian lama, menoleh kaget kearah Alex.

"Ada apa?"

Alex menunjuk Tabnya, "Kenapa cuman ada kontak mama di tab Alex? Mana kontak Rangga, Kontak Kakek, tapi kontak Papa yang penting mama. Mana kontak Papa. Alex mau ngirim foto liburan kita."Ucap Alex menggebu sambil menggulir layar tabnya, mencari-cari lagi kontak papanya sama Rangga.

Tapi tetap saja nggak ada. Alex menjambak rambutnya frustasi.

Arum terdiam membisu, Arum bingung, jawaban apa yang harus ia berikan pada anaknya. Arum telah memformat semua kontak yang tersimpan di memori internal, nomor Ibra, dan Alison yang pertama kali Arum hapus. Agar Alex tidak menelpon Ibra. Kartu card Alex saja sudah Arum ganti, dan sudah di buang oleh Arum kartu card lamanya. Agar jejak mereka hilang, dan Ibra tidak akan pernah menemukan mereka lagi.

"Mama...kenapa diam? Mana nomor papa ini mama?"rengek Alex sambil menggulir keras layar tabnya.

Arum menarik nafasnya dalam, lalu menghembuskannya perlahan.

Mata sayunya menatap lembut Alex, "Maafin Mama, Sayang. Kayaknya nggak sengaja mama format. Nanti nyampe di rumah Om Raja, mama masukan lagi nomor papa. Alex tidur saja dulu, perjalanan masih lumayan jauh, ya. "Ucap Arum lembut dengan tatapan memelasnya.

Melihat wajah lelah mamanya, Alex ngalah. Mama kayaknya capek, akhirnya Alex mengangguk dengan berat hati.

Lalu Alex menyerahkan tabnya pada mamanya, Alex memperbaiki posisi duduknya agar tidurnya nyaman. Alex kan sudah janji dulu, akan jadi anak manis, dan nurut. Biar mama dan papa nggak pisah. Makanya Alex akan tidur saat ini walau matanya nggak ngantuk. Biar mama senang, dan nggak pisah sama papa. Apapun akan Alex lakukan.

"Mama juga tidur, ya. Biar nggak capek."Gumam Alex dengan mata yang di buka sedikit.

Arum mengangguk lembut, "Ya, Sayang."Tangan Arum mengelus sayang puncak kepala Alex.

Kepala Alex bersandar di jepitan ketiak Arum. Arum sebenarnya geli, tapi di tahannya sebisa mungkin.

Arum menatap sayang wajah anaknya yang tampan persis papanya. Ada tatapan penuh harapan di kedua sinar mata Arum. Sinar yang berisi harapan, semoga saja Alex bisa bahagia walau tanpa Ibra.

"Mama yakin, kamu pasti akan tetap bahagia walau tanpa papa. Ada kakak nanti yang akan jadi teman Alex."gumam Arum lembut.

Sedangkan di tempat lain, Ibra membuka kasar pintu mobilnya. Pagar tinggi rumahnya tidak ada yang membuka. Di mana satpam? Padahal Ibra sudah mengklakson berkali-kali tetap tidak ada sahutan.

Ibra melangkah was-was menuju pagar. Pagar warna hitam itu di lingkari oleh rantai besar, untung saja tidak di gembok, hanya di lingkari oleh rantai saja.

Pagar telah terbuka, jantung Ibra tiba-tiba berdetak cepat. Manik hijau menawannya, menatap telusur kearah halaman yang terlihat berantakan, tak terurus! Dedaunan kering bertebaran membuat rumah seakan tidak ada penghuninya.

"Kenapa kotor sekali?"gumam Ibra was-was.

Ibra nggak tahan lagi, Ibra akhirnya berlari cepat menuju pintu utama. Ingin melihat, pasti ada anak, dan isterinya di dalam sana. Halaman kotor, karena Arum lagi malas, dan pak satpam lagi di toilet, Beni? Laki-laki itu tengah menunggui Alex di sekolahnya.

Bruk!

Ibra menendang pintu kuat, pintu terbuka lebar. Bahkan pintu tidak di kunci.

"Arum!"Panggil Ibra tidak tahan.

Rumah bagian dalam terlihat kotor juga.

Ada apa in? Batin Ibra bertanya.

"ARUM!"Teriak Ibra kencang sembari melangkah menuju tangga kearah kamarnya di lantai dua.

Sial! Jantungnya semakin berdetak liar di dalam sana.

Ibra telah berada di lantai dua. Kamarnya yang memang menghadap langsung tangga, sesampai di tangga atas, mata Ibra memincing tajam, melihat ada selembar kertas tempelan di depan pintu kamarnya.

Ibra berlari cepat, tak tahan, tempelan apakah itu?

Selamat tinggal! Ku harap, aku, dan Alex tidak akan bertemu denganmu lagi Ibra!

Jantung ibra semakin berdetak menggila di dalam sana. Wajahnya pias seketika.

"Arggg! Sial!"Raungnya marah.

Lalu,

Bruk!

Ibra menendang pintu kamarnya. Kamar terlihat rapi. Ibra berjalan cepat kearah lemari, membukanya kasar, dan tak sabar. Baju Arum beberapa lembar sudah tidak ada di tempat, dan terlihat berantakan.

"ARUMMM!"Teriak Ibra geram dengan kedua tangan yang menjambak kasar rambutnya sendiri.

Menyalurkan rasa marah, dan takutnya akan keberadaan Arum, dan anaknya di rumah! Kemana mereka?

TUANKU SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang