DUA PULUH ENAM

12.3K 637 6
                                    

DUA PULUH ENAM

Arum memeluk anaknya Abel erat. Begitupun dengan Abel yang memeluk Arum tak kalah eratnya.

Air mata mengalir mulus dalam diam antara Arum, dan Abel.

Abel bahkan tidak mampu mengeluarkan kata-kata untuk menyambut kedatangan mamanya. Lidahnya kelu. Saat ini, Abel ingin mendekap mamanya sepuasnya. Menyalurkan rasa rindu yang terpendam yang Abel tahan sekain lama.

Begitupun dengan Arum. Arum tidak tau kata apa yang harus ia keluarkan saat ini, untuk mengungkap betapa rindunya Arum terhadap anak yang telah Arum titip pada orang sekian tahun lamanya, lima belas tahun lebih, Arum mempercayakan Abel pada orang yang sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengannya bahkan orang itu adalah orang asing, yang bersahabat baik dengannya, dan ayah Abel dulu.

Arum semakin membenci dirinya. Ia adalah ibu yang bodoh, dan kejam. Menelantarkan anak perempuannya sedari kecil, lalu sekarang, Arum menyakiti hati anaknya Alex.

"Hiks. Abel, Mama adalah mama yang bodoh, dan kejam kan, Sayang?"Arum mengurai pelukannya pada Abel.

Abel kontan melepas pelukannya dengan mamanya, mendengar ucapan pedih Arum yang merendahkan dirinya.

Abel menggeleng kuat dengan wajah yang basah, dan merah. Manik abunya yang sayu menatap sayang, dan lembut pada wajah basah Arum.

"Mama jangan bilang seperti itu. Menurut Abel, semua ibu di dunia ini baik. Mama adalah mama terbaik Abel. Mama meninggalkan Abel terpaksa kan? Keadaan mama tidak memungkinkan untuk merawat Abel dulu."Ucap Abel lembut.

Jari lentiknya yang putih menghapus selembut bulu lelehan air mata yang mengalir mulus di kedua mata lalu membasahi pipi Arum.

Arum memandang wajah Abel dengan tatapan menyesalnya. Menyesal karena telah melewatkan waktu beribu hari dengan anaknya.

"Sumpah demi Tuhan, Nak. Mama terpaksa menitipkan kamu sama Raja dulu. Mama nggak ada pilihan lain. Bukan karena mama nggak sayang atau nggak menginginkan Abel dulu, bukan juga karena mama nggak mampu secara ekonomi untuk membesarkan Abel dulu. Walau mama hidup tanpa ada uang dulu, mama pasti akan tetap merawat Abel. Tapi...keadaannya sangat sulit dulu. Papa kamu...papa kamu benci setengah mati sama mama."Ucap Arum dengan kepala yang menunduk dalam.

Arum malu sama Abel.

"Mama nggak berniat menitip Abel sama Papa Raja lama dulu. Mama berniat mengakui kesalahan mama sama kakek, dan nenek kamu di kampung. Lalu merawat kamu di sana, kita hidup bahagia berdua, tapi, mengenaskan, nak. Ternyata keluarga mama nggak seharmonis yang mama kira. Kakek kamu berselingkuh di belakang nenek kamu. Bahkan kakek kamu bermain gila dengan adik sepupunya sendiri. Intinya sulit, nak. Keadaannya sangat sulit dulu. Papa Raja menawarkan diri dengan senang hati dulu, siap, dan akan menjadi papa yang baik untuk Abel. Walau papa Raja dulu susah. Tapi dia dengan tulus menawarkan bantuan, dan melamar sebagai papa untuk kamu. Papa yang akan membesarkan kamu dengan baik."Ucap Arum sambil menatap dalam Abel kali ini.

Air mata kembali mengalir banyak di mata Arum. Mengingat betapa baiknya Raja terhadap ia, dan Abel selama ini.

Mengingat bagaimana baiknya Raja, menemani dirinya selama masa kehamilannya sembilan bulan.

Bagaimana Raja mengasihinya, memenuhi setiap keinginan Arum(ngidamnya) walau di tengah malam yang gelap sekalipun.

Bagaimana Raja mendorong Arum, agar Arum pulang kampung lalu melihat keadaan di sana. Ternyata keadaan keluarga Arum di kampung buruk. Membuat Raja, akhirnya dengan gila menawarkan bantuan pada Arum, yaitu akan merawat anak Arum dulu.

Mengingat, bagaimana repotnya Raja, berkuliah sambil merawat Abel dulu, bahkan membawa serta Abel di kampus apabila ibunya sakit, dan pulang ke Bandung dulu. Ya, Raja, dan Ibu laki-laki itu yang merawat, dan membesarkan Abel selama ini.

Raja, Abel, dan Ibu Raja hidup bertiga selama tiga belas tahun lamanya, karena Ibu Raja telah berpulang pada yang kuasa dua tahun yang lalu.

Jasa Raja tidak mampu Arum bayar. Jasa laki-laki itu sangat besar pada ia, dan kedua anaknya.

"Abel paham. Papa Raja juga sudah cerita. Abel mohon, mama jangan nangis lagi."Abel mengelus lembut bahu bergetar Arum.

Arum menurut, Arum menghetikan isakannya, lalu menghapus kasar air mata yang mengalir di pipinya.

"Abel bahagia sekali, Ma. Sudah lima tahun Abel selalu duduk was-was di halaman depan rumah. Menunggu kedatangan mama, dan adik Abel. Mungkin saja, ada keajabaiban dulu. Mama, dan Alex, dan Papa kasih kejutan gitu. Tapi sumpah Abel senang, Ma. Akhirnya Abel bisa bertemu lagi dengan mama secara langsung hari ini. Makasih Mama."Ucap Abel dengan wajah yang telah ceria kali ini.

Abel sebisa mungkin, menguat kan hatinya agar jangan cengeng. Ia harus bahagia hari ini, dan seterusnya. Karena mama, dan adiknya akan tinggal dengannya. Begitulah kira-kira kata papa Rajanya.

Abel, dan Arum bertemu secara langsung tepatnya Lima tahun yang lalu. Selama lima tahun berlalu, Abel, dan Arum hanya berbincang lewat video call secara sembunyi-sembunyi dari ibra, dan Alex.

"Makasih, Sayang. Apakah Abel nggak benci mama? Mama rela Abel benci. Karena memang mama pantas mendapatkan itu semua. Mama adalah ibu yang buruk."Ucap Arum sedih dengan kepala yang menunduk dalam kali ini.

Abel menggelengkan kepalanya kuat, tidak setuju dengan ucapan mamanya barusan.

"Jangan berkata seperti itu lagi, Ma. Abel sayang Mama. Nggak mungkin Abel marah, dan benci mama."

"Abel mau melihat Alex. Apakah dia dapat menerima Abel sebagai kakaknya, Ma?"Tanya Abel dengan nada was-was kali ini.

Perasaan Abel tidak enak. Abel takut adiknya akan menolak kehadirannya. Abel nggak mau membayangkan hal itu, senoga saja Alex mau menerima kehadirannya sebagai kakak Alex. Semoga saja.

Mendengar pertanyaan Abel, Arum mendongak, dan menatap dalam kearah Abel.

"Pasti. Alex akan menerima Abel. Abel adalah kakak kandung Alex "Ucap Arum dengan nada yakinnya.

Seketika, senyum lebar terbit di kedua bibir tipis merah merekah Abel.

Arum menatap terpana pada paras Abel yang begitu ayu, dan anggun. Wajah Abel persis seperti wajahnya. Bibir yang tipis, hidung yang mancung mungil, pipi yang tirus seksi, manik abunya yang menawan, semuanya Abel menjiplak wajahnya. Mereka berdua bagai anak kembar. Kembar beda usia saat ini.

Seketika ras was-was melanda hati, dan pikiran Arum. Arum teringat akan ucapan orang kampung. Anak yang mirip persis sama bapak atau ibunya, bagai pinang di belah dua. Salah satu dari mereka pasti akan berpulang cepat. Entah anak atau ayah ibunya.

Tidak! Arum bergidik ngeri. Walau apa yang menjadi mitos orang kampung benar. Arum harap, Abel panjang umur. Biar dia saja ah...yang berpulang duluan. Jangan anak atau orang terdekatnya, Arum nggak akan sanggup!

"Mama sayang banget sama, Abel. Kita ke bawah, bujuk adik kamu yang ngambek. Alex pasti menerima kamu, sayang."Ucap Arum akhirnya. Sebelum pikiran buruk menguasai pikirannya di saat moment penting selama ini.

Abel mengagguk ceria.

TUANKU SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang