ENAM

16K 860 10
                                    

ENAM

Ibra menatap penuh sayang wajah lelap, dan damai Alex yang tengah tertidur meringkuk di atas ranjang besarnya, ya besar, Alex anak itu meminta agar ranjangnya yang mini di ganti dengan yang besar, Alex ingin tidur bertiga sekali-sekali bersama mama, dan papanya. Ibra yang sangat sayang pada Alex, tanpa pikir panjang menyetujui, dan mengabulkan permintaan anaknya.

Mereka akan tidur bertiga dengan Alex yang berada di tengah sambil berpelukan erat satu sama lain sepanjang malam. Tapi kejadian itu hanya sesekali terjadi, Arum selalu merengek pada Alex agar jangan meminta pada papa untuk tidur bareng lagi, dengan alasan Alex sudah besar, dan akan masuk smp sebentar lagi. Alex menurut dan tidak ah jarang maksudnya meminta mama, dan papanya tidur bareng lagi. Paling sesekali.

"Maafkan papa. Papa janji besok papa akan datang lagi."gumam Ibra menyesal, karena ia harus segera pulang tengah malam ini juga.

Ia mendapat telepon dari papanya kalau anaknya drop dan harus di rawat di rumah sakit malam ini juga.

Ibra menatap dengan tatapan menyesal pada Alex kali ini. Ibra yakin anaknya akan mengamuk besok pagi karena tidak melihat dirinya, dan ia yang pergi tanpa pamit akan membuat Alex semakin marah dan sedih.

Tapi Ibra tidak punya pilihan lain. Anaknya yang lain lebih membutuhkannya saat ini. Dari pada Alex, anaknya Alex sehat.

Takdirnya begitu buruk, dan Ibra tidak ingin mengalami hal sukar seperti ini. Ah, tapi sepertinya bukan takdir, tapi wanita sialan itu yang membuat posisi ia seperti ini. Ini sangat sulit di jalankan oleh Ibra.

Ibra mengusap wajahnya yang basah frustasi, Ibra mencuci wajahnya berkali-kali. Ibra begitu ngantuk tadi, tapi mendapat dua panggilan dari nomor yang berbeda, yang terus berisik memiscallnya, membuat Ibra mengangakat dengan rasa kesal, dan marah panggilan itu.

Yang satu dari papanya, dan yang satu lainnya dari Mama Arum. Mama Arum juga menyampaikan informasi yang Ibra yakin akan membuat Arum berulah besok bahkan malam ini. Sial! Rumit sekali.

Ibra menarik nafasnya dalam lalu menghembuskannya kasar, sebelum laki-laki itu merunduk untuk mencium wajah lelap anaknya sebagai tanda perpisahan.

Ibra mencium kedua pipi Alex bergantian, lalu mencium lama kening lembut anaknya dengan gumaman-gumaman penuh sayang yang di ucapkan oleh laki-laki itu untuk Alex.

"Kamu harus tau, kamu adalah anak yang memang kehadiranmu di inginkan oleh papa sejak papa mengenakan seragam putih abu. Kamu anak kesayangan papa. Papa sayang Alex."bisik Ibra dengan senyuman lirihnya.

Sebelum lak-laki itu beranjak pelan dari dalam kamar anaknya menuju kamar Arum, kamar mereka.

****

"Bangun, Arum,"Bisik Ibra sambil mengguncang pelan tubuh Arum.

Arum begitu pulas, dan mengerang lirih dalam tidurnya di kala Ibra mencubit-cubit pipinya agar wanita itu segera sadar dari lelepanya.

"Arum, bangun,"Bisik Ibra lagi, kali ini tepat di depan telinga Arum.

Berhasil, kelopak mata Arum terlihat bergerak kecil. Ibra menatap kearah tengah tubuh Arum, sial! Baju Arum tersingkap, menampilkan perut rata putih mulus Arum. Ibra dengan cepat, dan kesal menurunkan baju Arum yang tersingkap, Ibra takut ia khilaf di saat keadaan kepepet seperti ini. Papanya tengah menunggu kedatangnnya di rumah sakit.

Tiga detik, mata Arum telah terbuka lebar. Ibra menempatkan wajahnya tepat diatas wajah Arum, membuat Arum kaget setengah mati.

"Kamu!"Pekik Arum dengan suara tertahannya.

"Akhirnya kamu bangun juga."Ucap Ibra malas. Lalu mengangkat kepalanya di atas wajah Arum.

"Ayo bangun! Tidur sama Alex. Aku akan pulang tengah malam ini juga."Ibra mengulurkan tangan panjangnya membantu Arum bangun dari baringannya.

Arum nggak bergeming, membuat tangan Ibra melayang begitu saja di atas udara.

Ibra menarik kembali tangannya, tatapan Ibra menghunus tajam pada Arum. Sial! Arum adalah perempuan sok polos dan lugu yang pandai jual mahal.

"Besok pagi aku akan mentransfer uang untuk kelurgamu. Adik sulungmu sakit. Dan kamu tidak boleh kemana-mana. Apalagi meminta ijin ingin pulang menjenguk adikmu. Aku dengan keras melarangmu, Arum. Kalau kamu membangkang, kamu jangan harap akan bisa bertemu Alex lagi."Ucap Ibra dengan nada yang penuh tekanan.

Matanya memandang berkilat-kilat kearah Arum yang terlihat kaget akan kabar yang baru saja ia ucapkan.

"Satu lagi, ponselmu akan aku pegang. Minggu depan kamu boleh mengambilnya."Ucap Ibra dingin.

Ibra sengaja mengecek ponsel Arum di saat Arum tangah masak makan malam. Ibra menemukan beberapa laki-laki mengajak Arum mengobrol, dan Arum dengan murahannya membalas obrolan yang menurut Ibra sampah, dan tak berguna.

"Jangan bengong, dan terpaku kayak orang bodoh. Temani Alex tidur malam ini."Ibra sekali lagi mengulurkan tangannya pada Arum.

Tapi, Arum terlihat masih tidak bergeming, Arum masih kaget, dan khawatir mendengar kabar bahwa adiknya sakit.

"Aku pamit. Anakku sakit."Ucap Ibra pelan kali ini, lalu Ibra membalikkan badannya cepat berjalan meninggalkan Arum yang masih terpaku.

Baru beberap langkah, Ibra melangkah, Arum memanggil lirih nama Ibra.

"Ibra...tunggu,"Panggil Arum lirih.

Ibra menghentikan langkahnya, tubuh tegap laki-laki itu terlihat menegang kaku.

Arum menatap dalam pada punggung tegap, dan kekar Ibra.

"Ku mohon, lepaskan saja aku, Ibra. Fokus'lah mengurus anak dan isteri sah'mu. Lupakan dendammu padaku. Aku tidak pantas untukmu."Ucap Arum dengan nada bergetar kali ini. Bahkan air mata Arum sudah mengalir membasahi pipinya.

Arum...Arum...ingin lepas dari semua orang yang memiliki hubungan di masa lalunya. Arum ingin bahagia, membuka lembar baru bersama anaknya. Biarlah semua orang yang mencapnya buruk. Arum tidak peduli. Arum juga sudah tidak peduli, apabila Ibra menyimpan dendam karena salah paham itu.

Karena memang, dari dulu hingga sekarang, Ibra dan Arum bagaikan langit, dan bumi.

Tidak bisa, dan mungkin bersatu! Terlalu banyak penghalang.

Maka dari situ, biar Arum, dan anaknya yang mundur.

TUANKU SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang