DUA BELAS

13.2K 678 4
                                    

DUA BELAS

Ingin sekali Arum mengumpat di atas wajah Ibra, tapi urung di lakukannya melihat wajah Ibra yang kuyuh, dan pucat. Sebagai ganti umpatan, Arum menekan kuat handuk kecil yang ia gunakan untuk membersihkan setiap garis, dan gurat wajah Ibra yang kelewat pucat.

Arum saat ini tengah membersihkan tubuh Ibra dengan air hangat. Pasalnya tubuh laki-laki itu hampir di penuhi oleh bekas muntahannya yang sangat menjijikan menurut Arum.

Arum kira usus Ibra yang keluar dari mulutnya, ternyata Mie. Entah berapa banyak Ibra mengkonsumsi Mie. Arum nggak tau, yang pastinya sepanjang sisa malam, Ibra tidur di samping muntahannya di atas ranjang. Arum tak berdaya apabila ia harus mengangkat Ibra untuk mengungsi ke kamar yang lain.

Oh, iyah! Arum berhasil menjaga fisik, dan hatinya tadi malam. Ibra muntah karena tengkuknya di sikut kuat oleh Arum. Mampus! Sebelum tumbang Ibra mengeluarkan dengan rakus, sisa-sisa Mie entah jenis apa yang di makan Ibra tadi malam. Arum mengungsi di kamar tamu, meninggalkan Ibra seorang di dalam kamar mereka dalam keadaan yang mengenaskan. Arum terlanjur ngantuk, membuat Arum bangun subuh-subuh membersihkan muntahan Ibra yang telah kering bersama seprei.

Arum menghembuskan nafasnya panjang. Bagian atas tubuh Ibra sudah bersih, dan wangi.

Arum melirik malas bagian bawah tubuh Ibra. Laki-laki itu mengenakan celana jeans panjang dengan kedua lutut yang robek. Arum menggelengkan kepalanya, mengingat gaya, dan style Ibra dalam berpakaian, masih sama seperti stylenya pada saat ia umur belasan tahun dulu. Padahal umur Ibra, dan, ia saat ini sudah tiga puluh tiga tahun.

Arum tersenyum miris, ah dia nggak sadar kalau umurnya sudah sangat dewasa bahkan mendekati tua sebentar lagi.

Arum dengan helaan nafas lelahnya, menatap lekat kearah wajah lelap Ibra.

"Dari umur aku lima belas tahun, aku selalu ada di samping kamu."Bisik Arum pelan.

Aish! Matanya cepat sekali memanas, Arum yakin, apabila ia menutup matanya sedikit saja, air matanya akan tumpah. Tapi, Arum menahannya sebisa mungkin agar tidak tumpah.

"Udah hampir enam belas tahun kita hidup berdua, Ibra. Tapi, sayang. Hanya tiga tahun ah dua tahun lebih hidup aku merasa bahagia berada di dekatmu."Bisik Arum miris kali ini.

"Maaf. Aku tetap cinta kamu, kau tau, walau beribu kali kamu sudah sakitin aku selama ini."Ucap Arum pelan sekali dengan kekehan pahitnya.

Arum yakin, dirinya sangat bodoh sekali. Karena masih mencinta pada laki-laki yang menjadi pusat lukanya. Ah tidak! Tidak! Ini bukan salah Ibra sepenuhnya. Ini salah papa Ibra, membuat Arum tidak bisa membenci Ibra dalam.

"Akan banyak hati yang luka kalau aku tetap bertahan sama kamu. Kalau aku pergi dari kamu sama anak-anak kita. Alex yang lebih sakit, kalau dia...dia sudah mengerti keadaan kita. Ah, kamu nggak mungkin terluka kalau aku pergi dari hidup kamu. Kamu sudah ada wanita lain bahkan seorang anak yang cantik, yang di terima dengan senang hati oleh papamu."Bisik Arum bimbang kali ini.

Antara tinggal, dan pergi. Jujur saja, Arum lebih memilih pergi, tapi Alex, anaknya, baru seminggu mereka tidak berada di rumah sudah merengek minta pulang. Kalau lama pulang, takut papa datang, dan nggak lihat kita di rumah, Ma. Ucap Alex apabila Arum, dulu pergi kabur sesaat dari Ibra. Alex yang menjadi hambatan Arum untuk lepas dari Ibra.

"Aku harap semoga Alex bisa mengerti secepatnya."bisik Arum penuh harap,

Lalu dengan malas, Arum menaiki ranjang. Duduk di samping tubuh tegap Ibra. Arum bahkan tidak melepas ikat pinggang yang melekat di pinggang Ibra tadi malam. Pasti Ibra merasa sesak sepanjang malam.

Arum, melepas pelan ikat pinggang, menurunkan resleting, lalu membuka kancing celana jeans itu. Hanya boxer yang menjadi penutup tubuh bagian bawah Ibra yang Arum sisakan. Untuk tau saja, Arum nggak sudi menelanjangi Ibra saat ini walau Ibra adalah suaminya.

Tanpa sepengetahuan Arum, Arum yang tengah fokus menarik susah payah ikat pinggang tadi, mata Ibra mengerjap pelan, Ibra adalah laki-laki yang cepat terjaga, dan sadar dari tidurnya. Empat menit waktu yang di gunakan Arum, untuk membuka celana Ibra, dua menit berlalu, Ibra dengan kepala yang masih sedikit pusing, mulut bau muntahan, mengintip dalam diam aktifitas Arum yang mengurusnya.

Sayang, Ibra tidak sempat mendengar keluh kesah Arum tadi.

"Punya suami kayak kamu menjijikan, tukang mabuk, bodoh, nggak peka, dan nggak mau cari bukti kebenaran yang sebenarnya!"Keluh Arum kesal tanpa sadar.

"Arg!"Pekik Arum kaget.

Arum dalam sekejap telah berada di atas tubuh Ibra.

Ibra geram mendengar ucapan Arum barusan. Arum menjelekkan dirinya.

"Apa yang kamu bilang barus---"

"AHKKK! TIDAK! MAMA! PAPA! TOLONG ALEX!"Ucapan Ibra terpotong oleh teriakan histeris Alex.

Ibra kaget, dan khawatir, spontan Ibra menyingkirkan tubuh Arum ke samping, lalu dengan sempoyongan laki-laki itu meloncat dari ranjang, dan berlari dengan kepala yang berdenyut sakit menuju kamar anaknya yang berada di sebelah kamarnya.

Apa yang terjadi dengan anaknya? Tanya Ibra takut dalam hatinya.

TUANKU SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang