Sudah pukul dua pagi, Dave tak kunjung terpejam. Sebenarnya sudah biasa dirinya sulit tidur terlebih ketika banyak pikiran, tetapi kali ini ada yang benar-benar mengganggu. Bolak-balik ke kamar mandi untuk buang air kecil. Kala tubuh mulai memasuki alam mimpi, rasa kebelet sungguh merusak mood-nya. Ini bukan kali pertamanya, tapi tetap saja menyebalkan.
"Perasaan enggak minum banyak, enggak loncat-loncat juga seharian ini, kenapa beser bener, dah?" tanyanya pada diri sendiri.
Usai berurusan dengan kamar mandi, Dave merebahkan tubuh dengan beberapa tumpuk bantal menopang punggungnya. Agak sesak jika tanpa bantal. Tangannya mulai mencari aplikasi pencarian dan mengetikkan sesuatu di kolom itu.
Sering buang air kecil di malam hari
Beberapa artikel muncul usai Dave menekan tombol "cari" di keyboard. Ibu jari sibuk menarik layar ke atas dengan mata terus memindai, manakah judul artikel yang cocok dengan pencariannya.
Dari judulnya saja, sudah terlihat bahwa penyebabnya mungkin karena infeksi saluran kemih, beser, atau diabetes insipidus. Tak tahu, Dave sungguh tak paham. Mungkin dirinya terus menerus buang air karena cuaca dingin? Bisa saja. Dave memaksa matanya agar terpejam. Untunglah usahanya berhasil membawanya terlelap.
☁
Tampaknya hari ini matahari begitu semangat memancarkan sinarnya, bahkan hingga mengintip lewat sela-sela tirai navy kamar pemuda yang masih membalut diri dalam kehangatan selimut biru laut. Netranya menyipit kala tak sengaja membuka mata.
"Jam, jam, jam! Udah jam berapa, nih?" Tangan malasnya terulur mencari keberadaan ponsel yang sialnya ia dapatkan setelah setengah merapa ke segala arah.
"What the fuck! Udah jam tujuh aja, Njir." Matanya terbelalak beberapa detik, sebelum kembali berbicara sendiri. "Bolos aja, lah! Ogah sampai sana kudu lari muterin lapangan." Kelopak matanya kembali merapat.
Namun tak lama, bunyi dari perutnya mengganggu. "Oke, makan dulu." Tanpa duduk mengumpulkan niat, Dave langsung turun dari ranjang dan segera keluar menuju dapur. Meski agak pusing karena belum sempat duduk sejenak, ia asal bangkit dan pergi saja.
Tak disangka-sangka, masih ada sang ayah yang menyantap sarapannya sembari menatap Ipad. Sungguh gila kerja. Langkahnya tertuju pada kulkas di samping kiri, ia mengambil beberapa minuman bersoda serta tak ketinggalan keripik tempe kesukaan. Tampak begitu nakal, bukan? Begitu berani terang-terangan bolos di depan orang tua.
"Ngapain masih pake baju kayak gitu? Bolos?" Pertanyaan itu melayang saat Dave baru menaiki tiga anak tangga.
Dave berbalik badan, menatap ayahnya dengan tampang bingung harus berkata apa. "Em, boleh ya, Pa? Semalam Dave enggak bisa tidur jadi le-"
"Naik, mandi, ganti baju, berangkat!" Perintah itu bernada tak mau dibantah. Dave sempat diam di tempat karena tak tahu harus menjawab apalagi. Apa pun yang keluar dari mulutnya tak akan bisa mengubah perintah itu.
"Kalau kamu ngerasa enggak enak badan, enggak usah berangkat." Sahutan berasal dari kamar mandi di samping dapur bersamaan dengan langkah kaki yang terdengar mendekat membuat keduanya memandang Stevi bersamaan.
"Nanti jadi kebiasaan kalau lemas sedikit enggak berangkat. Manja! Sana siap-siap berangkat!"
Setan apa yang sudah merasuki Rendra beberapa bulan terakhir ini? Tak biasanya pria itu mengeluarkan emosi hanya karena masalah sepele. Menyebalkan. Dave memilih bungkam di tempat, memikirkan keputusan yang akan diambil.
"Mungkin dia beneran—"
"Cukup! Kamu kalau mau kerja, sana berangkat kerja. Enggak usah belain anak manja itu terus-terusan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Come To Leave (Revisi)
Teen Fiction#sicklit #fiksiremaja Rahasia kedua orang tuanya yang terkuak sungguh memuakkan. Keluarganya semakin hancur bersama tubuh yang turut melebur bersama kata lemah dan lelah. Tak tahu dan tak mengerti apa yang sebenarnya Tuhan inginkan darinya. Dave han...