Senja di langit timur tak dipedulikan dua pemuda yang memilih bersantai di dalam kamar bercat putih-cokelat yang terkesan tenang. Si penumpang rebahan di kamar orang hanya bermalas-malasan di atas ranjang sedangkan pemilik kamar sibuk menghabiskan camilan hingga berceceran di kasur. Tentu jajan hasil memalak sahabatnya yang kaya tujuh turunan.
"Dave besok ada tugas enggak?" tanya Melvan berusaha mencari topik. Waktu masih panjang menuju kegelapan malam, mereka sudah malas-malasan saja. Laki-laki itu sebetulnya lumayan kesal karena sempat mengajak pergi ke cafe tetapi ditolak mentah-mentah.
"Ngapain lo nanya tugas? Kayak mau ngerjain aja," celetuk Dave tanpa memandang Melvan, malas sekali rasanya meski hanya sekadar melirik sedikit saja.
"Ya, kan, gue sebagai pelajar harus taat sama guru, jadi gue nanyain tugas," tukas Melvan membela diri.
Kali ini kesalnya sudah sampai ubun-ubun. Dave mengambil satu bantal di belakangnya, lalu memukul wajah sahabatnya tanpa ragu. "Guru, tuh, nyuruh kita buat NGERJAIN tugasnya, bukan NANYAIN tugasnya!" seloroh Dave tak mau kalah.
"Oke, gue nanya di grup aja, dah." Melvan bangkit mengambil ponsel yang tersambung dengan charger di atas nakas.
"Dih, sok rajin banget. Ujung-ujungnya juga minta fotoin jawabannya, kan?" Dave mengakhiri ucapannya dengan senyum remeh.
"Setidaknya diriku pernah berjuang, meski tak per—"
"Fales, lo! Enggak usah nyanyi!" suruh Dave memotong lagu yang tengah disenandungkan buntutnya.
"Ya bodo amat, bodo amatlah, lah, bacot am—"
"Lo nyanyi sekali lagi gue sentil hati lo!"
"Jangan disentil hatinya, entar gue baper ke lo gimana?" Melvan membalas dengan nada centil menggelikan telinga membuat Dave bergidik.
"Lo pengin gue remukin, tuh, jantung?"
"Jangan—"
"Apa? Jangan remukin hati dedek? Entar dedek mati gimana? Ya bodo amat!" Dave mengucapkannya dengan nada tak kalah menggelikan sebab itu yang biasanya dilakukan Melvan, so, pasti sahabatnya akan menjawab seperti itu, bukan?
"Kau pilih dia, pilihlah aku, yang mampu mencintaimu, lebih dari dia." Melvan langsung melanjutkan ucapannya yang terpotong itu dengan menyanyikan potongan lagu Cinta dan Rahasia milik penyanyi bersuara emas, Yura Yunita.
"Bacot lo sumpah Melv, ngalahin emak-emak pasar!"
"Untuk apa?! Untuk apa cinta, kok ngomongnya kasar?! Untuk apa cinta pake pemaksaan." Melvan kembali menyanyikan lagu tetapi sedikit mengganti liriknya.
Dave langsung melirik tajam ke arah Melvan cukup lama, lebih dari lima detik dengan api cukup membara, membuat lawannya salah tingkah. Melvan pun langsung menunjukan jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V.
"Kidding, Babe." Mendengar itu, Dave langsung mengalihkan pandangannya ke jendela karena malas meladeni orang gila seperti Melvan. Dikhawatirkan ia akan tertular jika memaksakan diri bicara dengan calon penghuni rumahs sakit jiwa.
Tak mau ambil pusing, Dave yang awalnya duduk di kasur kini mulai menidurkan dirinya di kasur empuk bergambar trio macan, bukan penyanyi dangdut itu, tetapi sungguh seprei yang dipakai bergambar tiga ekor macan berjejeran.
Ting
Ponsel milik Dave berdenting, tetapi pemiliknya abai karena bosan menatap layar ponsel. Lagipula tanpa membukanya, ia tahu pasti grup kelasnya yang ramai membahas tugas. ia memilih memejamkan mata, rasanya belakangan ini tubuhnya mudah sekali penat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Come To Leave (Revisi)
Roman pour Adolescents#sicklit #fiksiremaja Rahasia kedua orang tuanya yang terkuak sungguh memuakkan. Keluarganya semakin hancur bersama tubuh yang turut melebur bersama kata lemah dan lelah. Tak tahu dan tak mengerti apa yang sebenarnya Tuhan inginkan darinya. Dave han...