Pemuda berkulit putih mengelap bibir bawah sebelah kirinya yang mengeluarkan darah dengan sapuan ibu jari kirinya setelah mendapat pukulan keras dari lelaki di depannya. Tatapan matanya sangat tajam bak hendak menerkam mangsa. Ia tersenyum simpul.
"Ada urusan apa lo mukul gue begini, hm?"
Respons Dave yang menganggap remeh pukulan yang ia dapat rupanya membuat lawannya semakin naik pitam. "Beraninya lo ajak cewek gue bolos pelajaran, hah?! Dia cewek baik-baik, bukan berandalan enggak tahu diri kayak lo!"
"Cewek lo?" Dave tertawa remeh. "Dia mau-mau aja gue ajak bolos. Toh, masuk kelas telat sama aja ujung-ujungnya dihukum, kan?"
"Anjing!" Satu pukulan lagi-lagi mendarat di wajah Dave, membuat laki-laki berkulit putih agak pucat itu meludah dengan sedikit darah. "Udah benar lo itu diam aja, enggak usah deketin cewek orang. Kesepian, kan, lo, orang tua enggak ada yang perduli?"
"Berengsek!" Dave yang sejak awal belum sekalipun memberi balasan pukulan yang di layangan pria yang mengaku kekasih Naya, kali ini tak bisa menahan diri cerita hidupnya diusik tiba-tiba.
"Bisa ngamuk juga ternyata." Gara, pria angkuh menyebalkan di hadapan Dave melayangkan senyum miringnya tanpa ragu.
Belum sempat membalas ucapan Gara, suara pak Surya selaku guru Bimbingan Konseling lebih dulu menengahi. "Kalian ini apa-apaan, hah? Mau jadi jagoan di sini?!"
Dua pemuda yang berselisih pun hanya saling diam sembari meloloskan tatapan tajam satu sama lain. "Ini mata saya colok, ya!" Pak Surya mengancam dengan kedua jarinya. "Ikut saya ke ruang BK!"
Berbalik badan ke tiga gadis yang berdiri diam tak berbicara apa pun, pak Surya pun menyerukan perintah yang sama. "Kalian juga ikut saya ke ruang BK!"
Beberapa menit yang lalu sebelum perkelahian dimulai dan merupakan alasan keributan itu, Naya hendak kembali ke kelasnya dengan tas yang masih ia gendong. Karena datang terlambat, ia dihukum oleh guru matematikanya untuk membersihkan kamar mandi wanita.
"Heh, Cewek Kampung! Udah ngesok ya sekarang main bolos-bolos. Enggak tau diri banget, sih, lo?" Tak tahu apa salahnya, tiba-tiba rambut yang dikepang satu itu ditarik cukup keras oleh salah satu dari dua perempuan yang bersamaan keluar dari bilik toilet.
Karena posisinya sedang berjongkok, alhasil ia berdiri saat rambutnya ditarik cukup keras. "Jijik gue liat muka lo! Gue heran, kenapa Gara lebih milih lo daripada gue yang jelas-jelas lebih perfect dari lo." Gadis bernametag Viola itu melepas rambut Naya dan mengelapnya dengan tisu yang sudah ia bawa di saku.
"Jangan pernah lo deketin Gara! Gara itu enggak pantes sama lo!" Telunjuk Viola dengan kuat mendorong dahi Naya hingga gadis itu mundur beberapa langkah.
Rambut bersih nan wangi Naya kembali menarik perhatian Nessi, teman Viola. "Aduh rambutnya cantik banget, sih, Cupu. Orang kayak lo itu enggak pantes dapetin hati Gara. Gue potong aja, ya?"
"Jangan, Mbak, tolong."
"Lo pikir gue babu lo dipanggil mbak! Dasar kampungan lo, ya!" Viola menarik gunting dari saku Nessi, bersiap memangkas rambut cantik yang dimiliki Naya.
Tangan putih dan dingin menyentuh pergelangan Viola lebih dulu. Sontak membuat gadis itu menoleh. "Shit! Dia lagi," batin Viola.
"Gue udah bilang jangan pernah sakitin Naya, tapi malah ngulangin kesalahan ini lagi?!"
Dave menghempaskan tangan Viola cukup kuat hingga gunting di tangannya ikut jatuh. "Dasar enggak tau diri!" Tangan Dave terulur menarik pergelangan Naya agar mengikuti langkahnya keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Come To Leave (Revisi)
Teen Fiction#sicklit #fiksiremaja Rahasia kedua orang tuanya yang terkuak sungguh memuakkan. Keluarganya semakin hancur bersama tubuh yang turut melebur bersama kata lemah dan lelah. Tak tahu dan tak mengerti apa yang sebenarnya Tuhan inginkan darinya. Dave han...