Sebuah Temu ; Queen

209 73 82
                                    





Happy reading ♡
























~♥~








Nina berjalan pelan menyusuri koridor sekolah yang lengang, sepagi itu hanya ada beberapa siswa yang berlalu lalang. Entah dia yang sedang rajin atau bagaimana, tapi ini adalah rekor terpagi Nina berangkat ke sekolah sepanjang umurnya.

Kalau saja ia tak ingat harus mengembalikan jaket Mark yang ia pinjam kemarin, ia tak akan rela memutus mimpinya dan berangkat sepagi ini.

Kenapa harus pagi ini? Kenapa tidak nanti saja saat pulang sekolah atau saat jam istirahat? Pasti pertanyaan itu langsung muncul begitu saja di benak kalian, bukan?

Ia hanya tak ingin digoda teman-temannya saat memberikan jaket itu pada Mark dihadapan mereka. Nina pikir hal itu akan sangat memalukan untuknya, jadi ia memutuskan untuk mengirim pesan singkat pada Mark dan mengajaknya bertemu sebelum kelas pertama dimulai. Tapi Mark mengabaikan pesannya, membuat Nina berharap laki-laki itu sudah tiba agar ia bisa mengembalikan jaket itu dengan segera.

Namun, semesta seolah tak berpihak padanya. Ia menghela napas kasar saat tak menemukan Mark di ruang kelas. Ia terduduk malas di kursinya, menopang dagu sembari mengetuk-ngetuk meja dengan kukunya. Menunggu Mark yang tak juga datang bahkan sampai kelas pertama dimulai, membuatnya merasa cemas dan kesal saat itu juga.

"Hey, Kim Nina", Jaemin, seorang teman yang duduk di sebelah kanan bangku Nina, berbisik setelah melihat gelagat anehnya. Nina hanya menolehkan kepalanya malas.

"Sebentar, biar ku tebak. Kau sedang mencari Mark, kan?", Jaemin bertanya dengan suara yang amat sangat pelan agar tak terdengar oleh Miss Yena, guru bahasa asing mereka.

"Tidak!!" Tukas Nina cuek.

"Lalu kenapa menatap bangku Mark terus? Dia tidak akan masuk sekolah hari ini, Nin. Mark sakit"

Nina tertegun setelah ketahuan beberapa kali menatap bangku Mark yang berada diujung sebelah kiri dari bangkunya, hanya saja bangku Mark mengikuti baris bangku Chae Hee yang duduk tepat di depan Nina. Dan lagi, bangku Mark itu berada di dekat jendela sehingga bisa melihat langsung lapangan outdoor sekolah.

Ia hampir saja berteriak kesal pada Jaemin kalau saja ia lupa bahwa Miss Yena sedang menerangkan materi di depan kelas.

Sementara Jaemin sudah terkekeh melihat ekspresi Nina yang menurutnya melebihi ekspetasi. Bagaimana tidak? Laki-laki itu sangat paham bagaimana setiap hari gadis itu menolak temannya.

Padahal menurutnya Mark tak terlalu buruk juga untuk dijadikan pacar. Mark tampan, baik, cerdas, dari keluarga terpandang pula.

Ah iya dan lagi, Mark siswa pindahan dari Kanada. Jaemin sungguh tak habis pikir kenapa Kim Nina masih tak bisa meneirima Mark dengan segala kelebihannya.

Nina yang memang sudah kesal hanya membuang muka, kembali memperhatikan Miss Yena dan mencatat hal-hal yang menurutnya penting. Padahal otaknya sedang mencerna setiap ucapan Na Jaemin tentang Mark.

"Apa dia sakit karena meminjamkan jaketnya padaku?", rasa bersalah mulai menggelayuti hatinya.

Tiba-tiba pintu kelas diketuk dari luar, kemudian seseorang yang mengetuk itu membukanya lebar-lebar. Tampak Pak Lee, sang kepala sekolah, tersenyum sumringah pada Miss Yena sebelum memasuki kelas mereka.

"Miss, ada seorang murid baru yang akan masuk di kelas ini", beliau berujar pada Miss Yena, kemudian mempersilahkan seseorang diluar untuk masuk.

Seorang laki-laki masuk ke ruang kelas itu dengan tanpa ekspresi. Wajah kecil, kulit pucat, berambut cokelat gelap (udah ganti warna rambut dia), berhidung mancung, dengan sorot matanya tajam. Siapa yang tidak jatuh cinta pada laki-laki yang mungkin hampir sempurna itu. Bahkan seisi ruang kelas terdiam setelah melihat ketampanannya.

"Perkenalkan dirimu, nak", Pak Lee meminta. Sementara anak laki-laki itu hanya menolehkan kepalanya dengan masih tak berekspresi. Semua orang menunggu laki-laki itu bersuara dan memperkenalkan dirinya.

"Ren"

Hanya kata itu yang keluar dari mulutnya. Entahlah ia seperti tak ingin berlama-lama menjadi pusat perhatian seisi kelas, padahal dengan sifatnya yang seperti itu malah akan membuat semua orang menggila dan penasaran padanya. Seisi kelas tertegun, kemudian mulai berbisik-bisik mengenai sikap dingin laki-laki bernama Ren itu.

"Hwang Ren-"

"Panggil saja aku Ren!", ucap laki-laki itu pada Pak Lee penuh penekanan, saat Pak Lee ingin menyebutkam nama lengkapnya.

Mendengar itu Pak Lee terdiam sebentar, kemudian menyuruh laki-laki itu untuk duduk di bangku yang kosong. Sementara di kelas itu sekarang ada dua bangku kosong, satu bangku milik Mark, dan satu lagi memang kosong sejak awal mereka masuk ke kelas 12. Laki-laki itu berjalan menuju bangku
diurutan ke dua barisan paling kiri dan dekat jendela.

"Tunggu! Tunggu!", Nina bersuara dan berdiri dengan cepat, membuat bukan hanya laki-laki itu yang menghentikan pergerakannya. Tapi juga seisi kelas yang mulai menghujaninya dengan tatapan bingung.

"Seseorang udah duduk di bangku itu. Jadi, kau bisa gunakan bangku yang disana", ujar Nina pada laki-laki itu, tangannya menunjuk bangku kosong yang berada di pojok kiri kelas, satu baris kebelakang dengan bangku yang ia hampiri sekarang.

Laki-laki bernama Ren itu berdecih, "Kalau aku ingin duduk disini, kau mau apa?!", ujarnya sarkas. Melempar tatapan sinis pada Nina yang mencoba menghentikannya.

Nina menghela napas, mencoba untuk tetap tenang walau sebenarnya ia sedikit tersinggung.

"Tapi, temanku sudah duduk disa--"

"Tunggu", tiba-tiba seseorang berseru memecah perdebatan mereka. Jaemin berdiri dari duduknya sembari tersenyum penuh makna.

"Jadi, sekarang kau tidak rela melihat dia duduk di kursi Mark?", goda Jaemin.

Nina gelagapan, ingin mengelak tapi ia tak tahu harus mengucapkan apa. Ia sendiri tak mengerti kenapa ia melakukan hal ini. Padahal bagus saja jika Mark yang duduk di belakang, jadi ia tak lagi bisa menangkap basah Mark yang suka diam-diam menatapnya saat jam pelajaran.

"Kim Nina sudah menyukai Mark ternyataaaa Wowwww!!"

Seisi kelas menjadi riuh gaduh saat Jaemin berteriak demikian, sementara Nina berusaha mengelak dengan terus berkata tidak.

"Benar kau sudah suka dengan Mark, Nin?", Ha Yoonji, yang duduk di sebelah bangku Nina, bertanya. Nina menggeleng padanya dan lagi lagi berkata tidak.

Melihat itu Pak Lee memukul meja guru dengan keras, membuat semua murid berhenti tertawa dan kembali duduk seperti posisi semula setelah sebelumnya bertepuk tangan dengan meriah.

"Ren, kau bisa memilih dimana saja kau ingin duduk, nak. Dan kau Kim Nina, biarkan dia duduk dimana pun dia mau", Pak Lee berujar sebelum meninggalkan kelas diikuti oleh Miss Yena, karena kelas pertama telah berakhir bersamaan dengan saat Pak Lee memukul meja.

"Tentu saja aku bisa!", laki-laki bernama Ren itu bersuara penuh penekanan.

Sepertinya kata-kata itu bukan hanya untuk Nina, tapi untuk semua murid yang sedang menatapnya heran. Seolah hanya dia-lah yang paling berkuasa di kelas itu. Padahal ia hanya seorang murid baru yang dingin dan entah berasal dari planet mana.




***







Jadi ini baru awal perjalanan mereka berdua hehehe. Maaf banget kalau menurut kalian terlalu belibet wkwk. Aku harap kalian ga kecewa☺
Next ga nih? Eheheh✌

Semesta √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang