~♥~
Laki-laki itu tampak menepuk-nepuk dadanya pelan, berdiri di depan kaca besar di sudut ruangan. Ia menghela napas dengan kelopak mata terpejam.
"Semoga beruntung dengan kencan pertamamu"
Suara itu membuatnya tersentak, refleks menengok pada pemuda yang sedang bersandar pada lemari pakaian tak jauh dari tempatnya berdiri.
Laki-laki itu berdeham, kembali menatap pantulan dirinya pada cermin sembari membenarkan posisi jaket kulit hitam yang membalut tubuhnya.
"Sejak kapan kau berdiri disana, Jim?", tanyanya.
Yang ditanya mengangkat bahu, "Sejak kau berdeham, menghela napas gugup, berbicara dengan cepat, mengajaknya kencan secara tidak langsung dan menarik ujung bibirmu ke atas setelah sambungan berakhir"
Jimin bersuara dengan mengabsen jemarinya. Mulai dari ibu jari, telunjuk, jari tengah, jari manis dan berakhir di jari kelingking.
"Akh, sialan!!", Renjun mendengus, menggaruk tengkuknya. Entah kenapa ia malah merasa malu sekarang.
"Jadi, dia alasanmu merengek minta dibelikan motor?", Jimin mendecak, "Kupikir kau tidak butuh sopir lagi ya?!", lanjutnya.
Pemuda bermarga Park itu terlihat memasang wajah kesal, melipat tangannya di depan dada. Maniknya masih menatap Renjun yang tersenyum masam sebelum kembali menyibukkan diri dengan penampilannya.
Renjun menghela napas sejenak, "Aku belum menemui adikmu, salamkan saja padanya", ujarnya pada Jimin.
Pemuda itu mengangguk sepintas. Lantas maniknya menangkap Renjun yang telah bersiap. Tangan laki-laki itu menyambar kunci motor di atas nakas.
"Aku pergi, Jim", pamit Renjun. Menepuk pundak Jimin yang langsung dibalas anggukan kepala oleh pamuda Park itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Gadis itu tampak tercengang. Kelopak matanya mengerjap bersamaan dengan mulutnya yang sedikit menganga, tak percaya. Ia pikir laki-laki itu hanya bercanda saat bilang 15 menit lagi akan tiba.
Nyatanya sebuah motor sport berwarna hitam telah terparkir di pekarangan rumahnya. Pemiliknya baru saja turun dari sana. Tengah melepas helm fullface berwarna senada dengan motornya.
"Ayo", laki-laki itu bersuara ketika tiba di hadapan Nina. Membuat gadis itu sedikit tersentak.
"A-oh iya, iya. Aku pamit kak Taehyung sebentar", ujar Nina, terbata-bata.
Gadis itu masuk ke dalam rumahnya, disusul dengan Renjun yang turut mengekori di belakangnya.
"Bundamu belum pulang?", Renjun bertanya kala tungkai mereka melintas melewati dapur. Nina menggeleng sembari mengukir senyum tipis.
Renjun mengangguk sebelum terperanjat usai mendapati kepala Taehyung yang menyembul di daun pintu ruang keluarga. Laki-laki itu tampak mendengus kesal. Sementara Taehyung tersenyum lebar, menyapanya dengan telapak tangan yang terangkat.
"Aku pinjam adikmu sebentar", ucap Renjun datar.
Taehyung tampak memutar bola mata, bergumam dengan tangan kanan mengusap dagu dan tangan kiri melingkar di perutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta √
Fanfictionft. 黄仁俊 ; 황 런쥔 ❝coba jelajahi polanya, yang mengawang antara pelik dan bahagia❞ ❨ fantiction | school life ❩ ps : typo bertebaran, bahasa semi baku, maafkan jika terjadi kesalahan karena semua yang ada di cerita ini hasil pemik...