Salam Untuk Malam

86 26 123
                                    

• jangan berekspetasi terlalu tinggi pada cerita ini📌































Happy Reading♡

.

.

.

.

.


Asal mula benci dari segala aspek harusnya dirinci. Alasannya disorot begitu tertata rapi, sampai-sampai semua orang bisa memberi urai perspesi. Tapi jika bencinya perkara berebut gadis oleh ketiga pemuda ini, apa masuk dalam kategori banyak diminati? Sepertinya dewasa ini, IYA, dari kaum adam serta hawa. Bagai tak ada orang lain saja.

"Apa rencanamu, Jae?!"

Begitulah ujar si tuan rumah membuka sesi rapat malam ini. Di hadapnya, ah tidak, lebih tepatnya ia belakangi. Dua bentang punggung tengah asyik menggelar tarung dari video game di layar telivisi. Kebiasaan saat mereka membolos ya begini, pelariannya hanya game juga makanan dari tuan rumah yang baik hati.

Merasa tak mendapat respon yang diharapkan, pemuda bersurai pirang menekan remote control lantas telivisi berubah padam. Mana peduli dengan ekspresi kedua rekan yang mengintimidasinya lewat pandang.

Biar saja, toh mereka berkumpul malam ini juga bukan tanpa alasan. Jadi sebisa mungkin Mark ingin memangkas waktu agar lekas mendapat kesimpulan.

"Ada yang aneh."

"Apa?!" tanya pemuda Na cepat menanggapi ucapan Jeno yang menarik minat.

Lee Jeno memangut sejenak, "Aku sempat bertanya pada Papa, katanya beliau tidak tahu. Tapi..."

"Tapi..?" kini Mark yang bersuara.

"Beliau bilang untuk jangan mengusiknya."

Langsung saja anggapan kelakar itu diterima dengan gelak bergema. Baik Jaemin atau Mark sama-sama tidak menyangka. Jangan mengusiknya? Memang siapa yang takut padanya? Bahkan di Vancouver sana ia tak punya banyak pihak pembela.

Mark mengusap ujung netra, sedikit menangis sebab terlalu semangat tertawa. Sementara senda Jaemin sudah memudar diganti kekehan samar. Benaknya kembali menyelip memoar, kala pesan pada ponsel Nina muncul bergambar. Huang Renjun.

Bagaimana jika dia benar putra presdir Huang?

"Hey, Jaemin!"

"Eh—"

"Jadi menurutmu bagaimana? Bagaimana pun kita harus mendapat informasi perihal siapa dia sebenarnya!" tegas pemuda dengan tahi lalat di bawa mata.

Na Jaemin mengangguk ragu, menghirau Mark yang ber-klandestin* mencuri iris padanya tiap waktu. Berjaga, mana tahu pemuda Na itu tak sungguh, apalagi mereka sempat bersitengang beberapa tempo lalu.

*klandestin : secara diam-diam

Jika saja tidak memiliki tujuan yang sama, pemuda blasteran itu mana mau menerima Jaemin untuk jadi rekan satu tenda. Dirasa cukup menyanyat saat tahu Jaemin juga menginginkan Nina, egoisnya Mark tak ingin tetap diam saat garis startnya sudah dicuri pemuda Na. Akh, padahal Renjun yang lebih dulu memenangkannya.

"Bukankah kita bisa dapat informasi itu dari Kim Nina?!" cetus Jeno selepas meneguk jus jeruk yang sudah tersaji apik di atas meja, di hadapan mereka.

Semesta √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang