Garis Lengkung

131 34 147
                                    








Happy reading ♡





.

.

.

.


Dua pasang tungkai berjalan pelan, pemiliknya tengah mengedarkan pandang dengan nampan berisi menu makan siang di tangan.

Gadis berkacamata bulat dengan surai sebahu terlihat menggerutu, menilik betapa penuhnya kantin siang itu. Padahal jam istirahat baru berbunyi dua menit lalu.

Ia menoleh, menepuk pundak pemuda berperawakan tinggi dengan surai hitam legam di sebelahnya. "Hei, Park!" Tegurnya.

Si pemuda mengendikkan dagu seolah bertanya 'ada apa?'. Selepasnya tangan gadis itu terangkat menunjuk sesuatu yang entah ke arah mana, memaksa pemuda Park mengikuti arah tatapnya. Netra si pemuda memicing, menangkap tiga anak manusia yang duduk dengan canggung di satu meja.

Ia kembali mengernyit heran, meluruhkan mata pada si gadis guna meminta penjelasan.

Gadis bersurai pirang itu mendengus kesal, "Ayo duduk di sana, Park! Ada kak Nina, kan? Aku ingin berbincang dengan kakak iparku. Ayo!"

Tanpa persetujuan dari pemuda Park, gadis yang belum diketahui namanya itu segera melerai jarak. Berjalan mendahului si pemuda yang tampak mendecak. Mau tak mau, pemuda bernetra sipit itu melangkah pasrah, mengekor di balik tubuh si gadis berkacamata bulat.

"Hai, kakak semuanya." Gadis itu menyapa, lantas mendaratkan awak di samping pemuda bersurai pirang yang menatapnya dengan raut tercengang.

Dua orang yang lain tampak menautkan sepasang alis, bertanya-tanya perihal asal-usul dan maksud si gadis. Tapi tanya itu kembali menggantung lepas kedatangan pemuda bersurai legam nan klimis, tanpa malu dan permisi ia duduk di sebelah pemuda berparas manis yang malah menghujamnya dengan pandang sinis.

"Ini adikku, Lee Mira." Pemuda bersurai pirang buka suara, paham akan makna dari tatap dua orang kawannya.

Gadis Kim di sisi kanannya mengangguk seraya mengulas senyum, berbeda dengan pemuda Huang yang tampak enggan bersinggung. Ia melengos tak peduli, menyibukkan diri dengan sumpit dan menu makan siang ini.

Lee Mira - adik Lee Mark - mengembangkan labium, tersenyum sembari mengulurkan tangan di depan wajah sang kakak, menggumamkan asma kala Kim Nina menjabat tangannya.

Selepasnya ia beralih, mengulurkan tangan pada pemuda Huang di seberang. Namun naas, bukannya senyum menawan yang ia dapatkan, malah raut datar yang Huang Renjun hadiahkan.

"Maaf, tanganku sedang memegang sumpit." Ujar Renjun dengan mengangkat sumpit di apitan jemari tangan.

Tentu saja kalimat tersebut membuat banyak atensi teralihkan, bahkan empat kepala yang berada di sana mulai menatapnya dengan ekspresi yang beraneka ragam. Dari mulai pandang netra menajam hingga air muka penuh kesebalan.

Mira menarik tangannya kembali, menyumpah serapahi si pemuda Huang dalam hati. Ingatannya meruncing, manabila entitas pemuda dingin itu seperti pernah ia temui. Entah dimana dan kapan waktunya, sepertinya ia tidak menyadari.

Berdeham sekilas, kemudian gadis berkacamata bulat itu menggulirkan maniknya pada Nina yang sibuk menyantap makan siangnya.

"Dia pacarmu, ya?"

Bibir Mira mengatup, membiarkan suaranya tersangkut kala Nina bertanya usai menyadari eksistensi pemuda Park yang terduduk sembari sibuk dengan semangkuk sup.

Semesta √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang