Penumpang

177 64 40
                                    
















Maaf banget sebelumnya karena chapter ini lebih pendek, tapi gimana pun aku tetap berusaha untuk nulis. Jadi harap dimaklumi ya manteman. Jangan bosan buat dukung aku dengan vote dan coment.

Terima kasih.

Happy reading❤


































~♥~














Nina membuang muka. Tak mengindahkan keberadaan seseorang di jok belakang mobilnya. Sang kakak hanya diam saja setelah insiden sang adik yang tiba-tiba meminta dijemput padahal jarak rumah dengan tempat itu tak terlalu jauh.

Belum lagi ia yang sempat terkejut setelah mendapati se-sosok laki-laki yang berdiri dengan canggung di sebelah adiknya di halte tadi.

Sebenarnya Kim Taehyung bermaksud untuk menanyakan perihal siapa laki-laki yang dengan berani memasuki mobilnya tanpa permisi. Namun, niatnya itu diurungkan sebab sudah nampak olehnya air muka sang adik yang tampak lesu.

Kim Nina dan Kim Taehyung mulai bergulat dengan pikirannya masing-masing. Membuat mobil dengan tiga anak manusia didalamnya itu hening. Yang terdengar hanya deru mesin mobil yang Taehyung kemudikan.

"Dari sini kau lurus saja, kemudian di depan nanti belok kanan. Rumahku nomor 23", ujar seseorang di jok belakang.

Kim Taehyung mengangguk sekilas setelah sebelumnya mengucapkan sumpah serapah didalam hati. Bagaimana bisa si pemilik mobil dianggap seperti supir oleh orang asing yang entah ditemukan dimana oleh adiknya.

Ingin rasanya amarah Taehyung meledak saat itu juga, jika saja ia tak ingat bahwa seragam yang dikenakan orang asing itu sama seperti seragam Kim Nina. Ia bukan orang yang bertindak gegabah lantas mempermalukan sang adik di hadapan teman sekolahnya.

"Berhenti disini saja", seseorang di jok belakang kembali menginterupsi.

Membuat Kim Taehyung menginjak pedal rem dengan tergesa, Kim Nina yang duduk disebelahnya sedikit berjingkat, tersadar dari lamunannya.

Sementara seseorang di jok belakang sudah menghilang, turun dari mobil saat mobil sudah berhenti dengan sempurna. Nina melirik keluar, lantas menyusul turun dari mobil.

"Ada apa lagi?", suara orang itu, arogan.

Nina mendengus kesal, "Bukankah seharusnya kau berterima kasih, Ren?!", sindirnya.

Seseorang -yang ternyata Renjun- itu, menatapnya datar, "Baiklah. Terima kasih. Sudah, kan?"

Laki-laki bermarga Hwang itu berujar dengan dingin, lantas berbalik memencet bel rumahnya. Menghiraukan Nina yang masih berdiri di belakangnya dengan tangan terkepal kuat. Tampak sekali bahwa gadis itu sudah tak tahan akan perilaku Renjun yang semena-mena bahkan setelah Nina menolongnya.

Dalam hati ia sudah bertekad untuk tidak lagi membantu laki-laki arogan itu, tidak lagi menyapa apalagi sampai berteman dengan laki-laki yang sungguh dingin itu.

Nina berbalik, memasuki mobil dan membanting pintu mobil hingga membuat Taehyung terlonjak kaget.

"Jalan sekarang, Kak" suaranya penuh penekanan.

Tak perlu penjelasan pun Taehyung sudah paham betul bahwa sang adik sedang tidak baik-baik saja. Tandanya ia hanya harus menuruti sang adik agar amarahnya tak meledak sekarang juga.

Niatnya untuk bertanya perihal laki-laki asing itu pun ia urungkan, sebab tak ingin memperburuk keadaan. Jadi, kembali ia telan sekian pertanyaan yang sudah menggantung ditenggorokan.

"Kau mau es krim?", Kim Taehyung bersuara, setelah sebelumnya melirik Nina yang tengah melamun.

Nina menggeleng sekilas, "Langsung pulang saja"

Taehyung merasa iba, ia sungguh tak mengerti bagaimana perasaan sang adik yang kini sedang tertunduk lesu di kursinya. Dari raut wajah Nina, Taehyung menyadari bahwa adiknya itu tengah dirundung rasa kecewa.

Tapi Taehyung kembali membuang jauh pemikirannya, ia sangat mengenal bagaimana sosok Kim Nina. Tak pernah sekalipun ia mendapati Nina sedemikian murung sejak kepergian 'dia' hari itu.

"Kau bisa tanyakan apa pun nanti, Kak", Nina berujar setelah menjatuhkan punggung dan kepalanya pada sandaran kursi.

Ia menghela napas berat, membuang semua pikiran yang membuat otaknya penat. Lantas memejamkan matanya rapat-rapat.

Hari ini terasa begitu panjang baginya. Ia sungguh lelah, tak ingin lagi menjelaskan apa pun pada semesta, yang dengan tega mempertemukan laki-laki aneh seperti Hwang Renjun dengannya.


Ya. Semesta memang selalu memberikan banyak kejutan. Menangis lalu bahagia, bahagia lalu menangis. Banyak orang bilang bahwa itulah rumus kehidupan.

Tapi Nina sungguh tak peduli. Ia hanya tak bisa membiarkan laki-laki semacam Hwang Renjun masuk ke kehidupannya yang sudah tenang. Apalagi saat bersama laki-laki itu Nina selalu dibuat naik pitam.

Akh. Sudahlah. Sudah cukup petualangan Nina di dunia nyata hari ini. Kini biarkan gadis itu bertualang dalam dunia mimpi. Semoga saja laki-laki arogan itu tak muncul dan ia jumpai lagi.









***






Menurut kalian chapter ini gimana? Biasa aja ya? Wkwk

Btw aku juga ada kabar baik buat kalian. Mulai sekarang sampe kedepannya, aku usahakan cerita 'Semesta' up tiap hari. Huuuuuuu~ 🎉🎉🎉

Tapi aku ga janji ya. Aku usahakan😁

So, sampai bertemu besok. Stay safe ya kalian😙

Semesta √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang