Saudari Tiri

220 68 62
                                    

Haii, aku up lagi nih😂
Soalnya lagi gabut hehe. Ada yang nungguin gak??

Btw aku mau jawab pertanyaan dari salah satu temen dikolom komen kemarin, mungkin juga temen-temen yang lain punya pertanyaan yang sama.

Jadi sistem penulisanku gini, kalau Nina lagi sama Renjun berarti itu bakal jadi satu chapter aja. Tapi kalau mereka lagi ga barengan. Kemungkinan akan ku buat chapter yang ceritain mereka masing-masing. Dan aku upnya gantian. Bisa Nina dulu baru Renjun, atau sebaliknya.

Kalau masih ada yang ga paham bisa ditanyain langsung kok, pasti aku jawab

Happy reading ♡























~♥~





Seorang pemuda berbalut jas mondar-mandir di depan gerbang sekolah ditengah cuaca terik ibu kota. Ia melirik arloji yang melingkar di tangan, sesekali menggerutu kesal sembari menyilangkan tangan di depan dada. Tatapannya tak lepas dari pintu utama sekolah yang sudah terbuka lebar sejak sepuluh menit lalu.

"Kenapa dia lama sekali sih?", ia menggerutu lagi sembari berkacak pinggang. Sepertinya ia mulai kesal menunggu seseorang yang tak kunjung datang. Padahal sudah banyak murid yang berlalu lalang dan menunggu jemputan.

Ia mendengus kasar saat mendapati seseorang yang ia tunggu baru saja melewati pintu utama sekolah dengan langkah gontai. Tangannya melambai, meminta orang itu untuk lekas menghampirinya. Tapi orang itu malah membung muka, merasa malas pada si pemuda yang terus melampai padanya.

"Jalanmu lambat sekali seperti kura-kura", pemuda itu berujar saat orang yang ia tunggu sudah tiba di hadapannya.

Ia membuka pintu mobil, kemudian meminta orang yang ia tunggu untuk masuk dan duduk di kursi penumpang. Ia berjalan memutar, masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi kemudi dengan raut muka masam akibat kepanasan.

"Aku sudah bilang, kan. Aku bisa melakukannya sendiri!", seseorang yang duduk di kursi penumpang bersuara.

Pemuda itu menghela napas berat, menulikan telinga dan memfokuskan diri pada jalanan kota yang sedikit lebih ramai dari biasanya. Seseorang di kursi penumpang mendengus dengan air wajah yang sudah berubah kesal setelah diabaikan oleh si pemuda.

"Bagaimana sekolahmu hari ini, Tuan?", pemuda itu bersuara tanpa mengalihkan pandangan, tangannya dengan lihai mengendalikan setir kemudi. Kakinya menginjak pedal rem saat lampu lalu lintas menyala merah.

Seseorang di kursi penumpang mendengus lagi, mengalihkan pandangan pada mobil dan motor yang berhenti tepat di sebelah mobilnya.

"Sudah kubilang untuk tidak memanggilku tuan, Park Jimin!", seseorang itu berseru kesal, membuat si pemuda terkekeh saat kakinya mulai menginjak pedal gas kembali.

Pemuda itu membelokan mobil ke arah kiri, "Baiklah, Ren. Bagaimana sekolahmu? Bagaimana dengan perempuan pagi tadi, apa dia baik-baik saja?", tanyanya.

Renjun tertegun, "Bagaimana kau bisa tahu? Kau masih disana? Kau tidak segera pulang saat aku menyuruhmu? Kau sudah tidak menuruti perintahku? Wahhhh, kau sudah tidak ingin bekerja lagi ya?", Renjun mulai menghujani Jimin dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak penting.

Sementara Jimin sudah tertawa bahagia di kursi kemudi, jauh di lubuk hatinya ia merasa bangga telah membuat Renjun berbicara sebanyak itu setelah berhari-hari ia mendengar Renjun mengucapkan satu atau dua kata saja.

Semesta √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang