RISAK

4.7K 468 16
                                    

Udara gersang menyapa sorbannya yang menutupi sebagian wajahnya. Topi menutupi kepalanya. Kali ini Fahim sudah berada ditanah Kinanah di mana segala kerinduannya yang sebagian besar menguasai hatinya berada di sini.

Dia sudah berdiri di depan rumah yang serupa dengan warna pasir. Di mana pintunya terbuka. Selalu seperti ini, agar tamu yang berkunjung tahu bahwa Muhammad Raiz ada dirumah. Biasanya pintu rumah tertutup jika ada isterinya saja dirumah.

Kebetulan sekali salah satu murid kebanggan Abinya berada dirumah. Di balik pintu ada yang mengintip. Mata yang berbinar cerah. Fahim memberikan senyum terbaiknya saat perempuan itu keluar dengan malu. Membalas senyumannya.

“Masih tahu siapa aku?”

Perempuan itu mengangguk, gemas Fahim melihatnya. Fahim menumpu tubuhnya di atas lutut. Merentangkan tangannya. Perempuan cantik itu pun berlari dan memeluk Fahim erat.

“Asiyah bagaimana kabarnya?”

“Alhamdulilah Om, Baik.” Ujarnya ceria.

Dia langsung mendaratkan kecupan dipipi Fahim. Fahim pun mencubit pipinya yang menggemaskan. Asiyah putri bungsu keluarga ini yang baru berusia 4 tahun. Tidak berapa lama Musa keluar mencari adiknya.

Musa yang masih berumur belasan tahun dengan Harun yang sedang mengenyam pendidikan kuliahnya di Madinah. Dia lelaki yang lahir di Mesir memilih menuntut ilmu ke Negara seberang.

“Om Fahim, masya Allah. Kenapa gak bilang sudah sampai. dari tadi Abi sudah siap-siap mau menjemput.” Ujar Musa yang langsung mencium tangan Fahim.

“Tidak usah merepotkan, tadi sekalian mengantar dulu Ghadi untuk menemui teman-temannya.”

“Ya sudah masuk Om.” Ajak Musa.

Fahim masuk dengan menuntun Asiyah. Mengucap salam yang disambut senang oleh Raiz dan Zahra.

“Sudah ada di sini saja. Selalu gak mau bilang. Tiba-tiba.” Ujar Raiz.

Fahim hanya nyengir, dia langsung dipersilahkan istirahat dulu dikamarnya yang dahulu dia tempati semasa kuliah di sini. Lelahnya, dia sandarkan pada ranjang yang dulu menemani kesibukannya. Saat pikirannya dibawa jauh, ia pun terlelap.

Fahim terbangun saat Musa membangunkannya pelan.

“Mas, sebentar lagi waktu ashar tiba.”

Fahim terbangun. Dia mengusap wajahnya membaca do’a. Dia terduduk di atas ranjangnya.

“Lelah pasti ya Om.”

Fahim tersenyum, berdiri dengan merangkul bahu Musa untuk berjalan bersama-sama.

“Lelah pasti.” Ujar Fahim.

Mereka pun melakukan shalat berjama’ah setelah shalat Zahra menyiapkan makanan di atas karpet. Baru setelah itu handpone Fahim berdering tanda ada panggilan video. Saat diangkat wajah Abinya sedang tersenyum di sana.

“Abi nelpon sendiri?” Tanya Fahim setelah menjawab salam Abinya.

“Hmmmm Abi baru selesai memantau Santri, Bunda sama Adikmu sudah tidur. Kamu sudah di Mesir?”

Waktu Indonesia lebih cepat lima jam dibanding Mesir. Di Mesir jam lima sore dipastikan di sana pukul sepuluh malam.

“Iya, Fahim sudah dirumah Bang Raiz.”

“Alhamdulilah. Tetap jaga kesehatanmu. Titip salam Abi buat Raiz yang selalu menjagamu saat di Mesir.”

Fahim mengangguk saat terdengar suara lirih adiknya.

“Abi nelpon kak Fahim?”
Tanyanya dengan wajah kantuk.

Abi merangkul adiknya untuk bersandar dibahunya. Fahim sumringah saat wajah yang mirip dengannya terlihat dilayar.

LAKUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang