RUNDUNG

5.5K 597 95
                                    

Rundung membelenggu diri
Atas harapan yang tetap kokoh berdiri
Walaupun, hati memutuskan menyerah kembali.

Angin membawa terbang dedaunan yang jatuh dari ranting yang selama ini mencengkram kuat tangkainya. Daun itu kering lalu terserak dijalanan tanpa mampu membuat rimbun pohon yang selama ini membersamainya.

Langkah kaki berjalan ragu menuju lantai tiga Masjid pesantren. Sepi, hanya itu jawaban dari ketidak peduliannya saat ini. Setelah  percakapannya dengan lelaki itu. Fahim Sidiq tidak pernah terlihat lagi dalam ruang lingkup pesantren.

Apa dia ikut bersama Nura? Menemani kekasih hatinya ke Palestina. Atau ada kunjungan dakwahnya kembali yang memakan waktu cukup panjang seperti biasanya.

Aruni sebetulnya tidak mau peduli lagi semua itu, tapi saat tidak ada pribadinya dalam jangkauan matanya, membuat hatinya sedih tidak tahu kenapa.

“Mba Aruni, Assalamualaikum.”

“Wa’alaikumsalam Dokter Fathur. Darimana?”

Sosok lelaki tampan yang selalu berjas putih itu tersenyum menyapanya, saat berpapasan di depan jalan halal mart.

“Habis, mengecek kesehatan satpam gerbang samping pesantren.”

Aruni mengangguk, Gamis hitamnya membalut tubuh jenjangnya dengan khimar syar’i menambah keanggunan dirinya.

“Kalau begitu saya duluan ke kantor.” Ujar Aruni.

Fathur tersenyum, dia berdiri di sana entah menunggu siapa. Tapi, tidak berapa lama perempuan bercadar keluar dari halal mart dengan membawa susu segar. Aruni memperhatikan dari jauh. Dokter muda itu terlihat diam, tapi dia melihat bahwa perhatiannya tertuju kepada gadis yang baru saja keluar.

Terlihat tak peduli, berjalan tergesa menuju kediamannya. Fahima Sidiq. Perempuan Shalihah yang ternyata memiliki pengagum yang luar biasa. Tapi si pengagum itu terlihat tidak percaya diri. Hanya berdiri tanpa berani untuk melangkah sama sekali.

Aruni kembali melangkahkan kaki, ekor matanya melihat kediaman Sidiq yang Sepi. Dia tidak berani menanyakan kemana perginya lelaki itu. Hasna pun tidak menceritakan apa – apa perihal tidak ada lelaki itu dalam ruang lingkup pesantren.

“Mba, tadi handpone mba terus berdering tuh.” Ujar Hasna saat Aruni baru saja masuk ke ruangan kerjanya.

Aruni, melihat panggilan dari Mamanya. Aruni langsung cepat menghubunginya kembali.

“Kenapa Ma?” Tanya Aruni.

“Entah kami harus menceritakan ini pada kamu atau tidak karena Mama dan Babamu sudah berjanji tidak memaksakan kehendak kami lagi kepadamu.”

“Kenapa memang Ma?”

“Ada yang berniat meminangmu, lelaki yang begitu baik kelihatannya.”

“Kok, kelihatannya?” Tanya Aruni.

“Ya, dari tutur katanya, akhlaknya kepada kami. Baik menurut kami.”

“Hmmmm, tampan tidak Ma?”

“Tentu tampan, karena dia laki - laki.”

“Ya, Lelaki Turki itu memang selalu berparas menawan. Sudahlah Ma, Jika Aruni siap dengan segala harapan kalian untuk Aruni. Aruni pasti pulang ke sana.”

Mamanya terdengar menghela.

“Ya, Mama kira kamu akan menyukai yang ini karena kami pikir berbeda, Tapi yasudah. Baik – baik saja di sana.”

Sambungan telpon itu pun terputus.

Aruni menyandarkan punggungnya disandaran kursinya.

“Hasna gak berniat denger ya Mba, tapi kedengeran gimana.”

LAKUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang