Jalanan dan daun-daun basah. Diwaktu pagi saat waktu fajar perlahan pergi. Langit masih sedikit gelap dengan kemuning masih berupa bias-bias dari kejauhan.
Motor berderu dijalanan yang sepi. Sorban menutup sebagian wajah sipengemudi dia baru keluar dari Masjid, memacu motornya untuk kembali ke rumahnya.
Rumah minimalis bercahaya temaram. Sunyi, mobil yang biasanya terparkir di halamannya pun tidak ada pagi ini.
Lelaki itu mengucap salam, tidak ada jawaban. Melangkah masuk ke kamarnya dan mendapati seorang perempuan terkantuk di sisi ranjangnya. Masih di atas sajadah, mukena membalut tubuhnya dengan Al-qur'an dipangkuannya.
"Masya Allah." Lirihnya.
Lelaki itu mengambil Al-qur'annya, menyimpannya kembali ke rak. Duduk di belakang perempuan itu, memeluknya dari belakang menghadiahi kecupan lebih dari satu.
"Mas." Rengek si perempuan.
"Tidak baik tidur setelah shubuh."
"Aruni tahu." Ujarnya tapi malah merebahkan kepalanya didada suaminya sambil memejam.
"Sayang. Kok merem lagi."
"Hehhe.." Hanya itu tanggapan perempuan yang sudah empat bulan menemaninya dalam ikatan suci pernikahan.
"Mas, mau cek kandang juga pabrik dulu."
Fahim melepaskan pelukannya, Aruni pun bergegas mengusir rasa kantuknya.
"Iya. Aruni mau buat sarapan."
Aruni berdiri, melepas mukenanya dengan rambut hitam panjangnya terurai sempurna. Aruni mengikatnya lantas nyengir menatap suaminya. Fahim selalu suka pemandangan pagi ini, isterinya terlihat sederhana namun selalu terlihat cantik dimatanya.
"Natapnya dalam banget, Sayangnya makin nambah pasti ya." Ledek Aruni.
"Mau bilang iya, takut kamu kepedean." Kekehnya.
"Emmm. Pede karena kasih sayang suami sih gak masalah kalau aku."
"Emmm. Manisnya." Gemas Fahim memegang dagu isterinya lalu mengecup madu dibibir isterinya.
Lantas lelaki itu pun melanjutkan rutinitasnya mengecek kandang sapi peras juga pabrik susu mereka setelah menyapu halaman rumahnya. Binatang saat malam tidak dalam pengawasan manusia, maka Fahim selalu rutin mengeceknya setiap pagi.
"Assalamualaikum Ustadz." Sapa pegawainya yang datang mengecek juga.
"Wa'alaikumussalam."
"Saya selalu kalah pagi sama Ustadz, datangnya."
"Gak papa pak, tidak masalah untuk saya."
Fahim tersenyum, melanjutkan mengecek pabrik. Setelah selesai dia kembali ke kediamannya. Dia mencuci tangan lalu kaki dikran air di halaman rumah. Wangi masakan isterinya sudah tercium dari luar.
Aruni sedang memasak nasi goreng dengan dimeja makan tertumpuk bolu kukus yang sudah dimasukkin tas jinjing. Handponenya berdering.
"Wa'alaikumussalam. Iya Na, Mba gak lupa. Hari ini ke pesantren."
"Buku-buku mba memelas minta ditandatangani, Hasna pikir mba udah di sini karena mobil mas Fahim ada di halaman parkir."
"Ouh, itu dipake Mas Ghadi, untuk mengurus ini dan itu untuk keperluan toko kue yang akan dibuka pekan depan."
"Emmm. Yaudah, Hasna tunggu di pesantren ya. Assalamualaikum"
"Iya, Wa'alaikumussalam."
Fahim mendengar percakapan isterinya dan Hasna itu diruang tamu karena dia sedang membaca proposal toko kue mereka di mana di sana sudah ada list menu dan harganya. Isterinya membuatnya dengan serius.

KAMU SEDANG MEMBACA
LAKUNA
Spiritüel(COMPLETED) COVER NOVEL : Dede Yogi Darsita Lakuna diartikan sebagai kekosongan dalam dua sisi jiwa yang mencari muara untuk saling menyempurnakan kekurangan yang ada. Kepingan Puzzle yang belum sempurna. Semesta menjadi saksi para hati yang saling...