UTUH END

9.5K 724 157
                                    

Ikhlas dan sabar adalah kata yang sering kita ucapkan tapi paling sulit direalisasikan. Berat, rasanya tindakan ini mengacu kepada dua hal tersebut walaupun setiap apapun kembalilah kepada sabar dan ikhlas.

Ikhlas bukan saja nerima begitu saja, tapi lapang terhadap segala ketentuan dan kembali menyandarkan segala urusan kepada Allah SWT.

Mengikhlaskan terkadang menjadi kata untuk meredam hati yang terluka, tindakan inilah justru butuh usaha dan pengorbanan yang banyak.
Mengkesampingkan ego kita, menyambut pilihan yang datangnya dari sang pemilik takdir itu sendiri.

Setelah itu iringi dengan sabar. Sabar yang selalu dicontohkan orang-orang terdahulu. Kesabaran yang akan Allah balas dengan setimpal seperti halnya dalam surah Al-Insan : 12.

"Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabarannya (berupa) surga dan (Pakaian) Sutra."

Tapi lebih dari itu dengan sabar dan ikhlas mengantarkan kepada ketenangan hati.

Angin bergerak lembut menggoyangkan dedaunan, menyapa bunga yang tersenyum malu tersiram lembut cahaya surya sore hari. Keadaan rumah ini terasa menentramkan, diisi sipu malu dan haru.

"Bagaimana putriku, Kamu menerima pinangan keluarga Sidiq?" Tanya Babanya.

Aruni, tertunduk. Menegakkan kepalanya berat sekali karena begitu banyak tanya dalam hatinya.

"Aruni telah memberikan amanah kepada Baba, Jika Baba menerimanya. Aruni pun demikian."

"Begitu? Padahal masih ada hakmu jika tidak berkenan dengan pinangan ini."

"Aruni ridho Baba, Insya Allah."

"Alhamdulilah." Ujar Ihsan di seberang sana. Putranya hanya diam tidak bersuara.

"Siapa tahu Ustadz, kita jadi besan. Saya jujur sangat kagum dengan nasehat-nasehat ustadz di mana pun itu." Ujar Hakan.

"Saya hanya seorang ayah biasa, Di saat keluarga ini masih membuka pintunya walaupun kemarin sempat terseret dalam masalah kami. Sudah Alhamdulilah. Saya sempat ragu maju, dipikir saat putra saya tidak bertindak apa-apa memang lamaran itu sudah tertutup untuk kami."

"Itu sama-sama kita jadikan pelajaran. Justru saya menunggu pinangannya kembali." Timpal Hakan.

Hakan Karim dan Ihsan tertawa. Ihsan menepuk bahu putranya.

"Di saat putra saya memilih menjauhi segala hal, saya pikir. Ini ada yang salah. Anak lelaki saya sedang menginginkan sesuatu. Akhirnya saya obrolkan dengan isteri, mencari Info dari sepupunya Albana bahwasannya katanya pernah melamar sendiri Fahim pada saat itu."

"Iya ustadz, dulu dia datang kemari. Saat itu saya hanya minta yakinkan saja putri saya. Toh, Aruni pun saat itu di Indonesia."

Obrolan orangtua mereka yang mendominasi keadaan, Aruni diam mendengarkan cerita baru bahwasannya Fahim pernah mencoba melamarnya tempo dulu, tapi saat kapan? Juga fakta-fakta lain yang membuat Aruni terheran-heran sendiri.

Obrolan mereka terhenti, saat sebentar lagi masuk waktu maghrib. Mereka para lelaki bersiap untuk ke Masjid. Hakan yang menyetir katanya, Ihsan beserta Fahim langsung mengikuti Hakan Karim keluar.

Tinggal Keira, yang mengobrol dengan Ayna.

"Aruni, Bunda mertuamu. Temani dulu ya, Mama mau menyiapkan tempat shalat dulu." Ujarnya.

Aruni mengangguk, Aruni masih merasa ini mimpi tapi memang bukan mimpi. Keira menggenggam tangannya saat Aruni duduk di sisinya.

"Masih belum sadar perihal semua ini beneran nyata atau tidak?" Tanyanya.

LAKUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang