Rumah minimalis ini sunyi, ruang tamunya hanya diisi oleh Hasna saja. Hasna melihat sekeliling ruangan ini dengan diam. Dia langsung mengambil handponenya mengirim pesan kepada Aruni sedang apa sekarang dia di Turki sana.
Hasna ingin menegaskan bahwasannya keputusan dirinya sudah benar seperti ini. Tidak ada perjuangan seperti cerita-cerita indah dalam kisah romansa berlatar Turki ataupun lainnya.
Hasna pikir, memang tidak menyenangkan berjuang sendirian.
Kali ini, Aku tak lagi berjuang sendirian Na. Sudah jelas dan sedang aku lakukan tanpa melihat ke belakang.
Walaupun itu bukan Mas Fahim?
Walaupun bukan dia.
Hasna menghela, kenapa dia ikut sesak rasanya. Dia pikir awalnya akan berjalan indah setelah masalah yang menimpa mas Fahim selesai, mereka akan saling bersuka cita dengan perasaan mereka.
“Kamu masih muda, Kerutan dikeningmu kenapa bisa seserius itu.” Ledek Masnya.
Mereka tumbuh bersama, walaupun Hasna tahu batasan jelas antara mereka.
“Aku sedang bingung mas, Soalnya jawaban Hasna tadi tidak Mas Jawab.”
“Jawaban yang mana?” Tanyanya duduk sambil mengambil martabak manis dimeja lalu memakannya.
“Soal mas menyukai Mba Aruni atau tidak?” Tanya Hasna kepalang tanggung.
Fahim tersenyum kecil, meminum air dimeja setelah memakan sepotong martabak ke dalam perutnya.
“Na, kita diajari adab sebagai seorang muslim. Sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdurrahman Syamasah, bahwa dia mendengar Uqbah bin Amir berdiri di atas mimbar seraya berucap. Sesungguhnya Rasulallah SAW bersabda : “Seorang mukmin itu bersaudara bagi mukmin lainnya. Oleh karena itu tidak halal bagi seorang mukmin membeli atas pembelian saudaranya dan tidak pula meminang atas pinangan saudaranya hingga dia meninggalkannya.” (1)
Hasna tahu sekali tentang hadits tersebut. Saat Aruni setuju dengan pernikahannya berarti ada mufakat antara dua keluarga. Rasanya tidak manusiawi saat kita menerobos ke tengah-tengah di saat dua pihak pun sudah ridho atas sebuah pinangan tersebut.
“Hasna jadi ingat kisah Salman Al-Farisi dan Abu Darda masalah pinang meminang.” Lirihnya kalah dengan argumennya sendiri.
Salman Al Farisi salah satu sahabat Rasulallah yang ingin meminang seorang gadis Madinah saat itu, mengajak temannya Abu Darda untuk menemaninya melamar gadis itu. Malah yang diterima oleh wanita adalah Abu Darda bukan Salman Al Farisi yang memang ingin melamar gadis itu untuk dirinya pada awalnya.
Lalu apa sikap Salman Al-Farisi menanggapi itu? Dia berbesar hati, tidak marah dan kecewa. Dia berikan mahar yang akan dia gunakan kepada temannya Abu Darda untuk menikahi gadis yang dia inginkan untuk menikahinya sebelumnya.
Orang-orang mukmin selalu menjadi contoh perihal kelapangan hati dalam segala urusan bahkan urusan cinta sekali pun.
“Sudahlah, tuh mbamu kembali. Mau lihat-lihat pabrik mumpung di sini?” Ajak Fahim kepada saudarinya yang tak lagi merajuk seperti tadi.
Fahima dan Hasna mengekor Fahim untuk melihat tempat masnya kini menghabiskan hari. Hima selalu menggandeng tangan kakaknya.
“Kak, gak rindu anak-anak santri? Pesantren?”
“Rindu, tentu saja.”
Semilir angin memeluk semua insan yang kadang gersang, kadang dingin menusuk tulang.
Kehidupan tetap berjalan, tanpa sebuah penerimaan akan berat kaki ini dilangkahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAKUNA
Spirituelles(COMPLETED) COVER NOVEL : Dede Yogi Darsita Lakuna diartikan sebagai kekosongan dalam dua sisi jiwa yang mencari muara untuk saling menyempurnakan kekurangan yang ada. Kepingan Puzzle yang belum sempurna. Semesta menjadi saksi para hati yang saling...