INTUISI SEMESTA

4.2K 552 43
                                    

Intuisi semesta, Keberadaannya tanda kekuasaan sang mahakuasa
Diperisai langit yang kokoh terjaga
Dilengkapi tanah yang menjadi pijakan makhluk hidup yang ada
Gemerisik angin, membawa segudang rahasia
Perihal Semesta dan Intuisi yang mendekatkan sepasang anak manusia
Lewat ragam pertemuan ragam cerita.

Matahari pagi memberi kehangatan bagi bumi, Anak – anak Adam kembali dalam aktifitasnya sendiri – sendiri. Ada  jiwa yang tercenung dengan saudari kembarnya telaten membersihkan tangannya yang kotor karena mengelap kap mobil tanpa kain apapun.

“Kakak kenapa sih?” Tanya Hima.

“Tidak, Tidak apa – apa.”

“Hima, mau ikut ke Bandung sama Abi juga Bunda.”

“Undangan dakwah?”

“Hmmmm, selama tiga hari.”

“Kok, tiga hari?” Tanya Fahim mulai terlihat tidak terima.

“Bukankah selepas Shubuh Abi bilang soal Agenda dakwah ini kakak menggelengkan tanda tidak mau ikut.”

“Kapan kakak menggeleng?”

“Kata Abi begitu, kakak jaga pesantren aja sama Mas Ghadi. Mang Parjo kan Nganaterin kakek untuk agenda dakwahnya juga.”

Hima tersenyum sedangkan Fahim cemberut, terlihat dari matanya yang melengkung di balik cadarnya. Barulah Ihsan keluar dengan Keira di sisinya.

“Emang Abi mau ke Bandung? Tapi kok selama itu.”

“Iyaa, Abi kan bicara sama kamu selepas Shubuh. Kamu menggeleng waktu Abi ajak.”

Fahim berpikir keras, kenapa dia menggelengkan kepalanya padahal tidak ingat Abi berkata apa saja kepadanya tadi pagi.

“Beruntung kalau pikiranmu diisi kalam Allah jadi tidak mendengar penuturan Abi tadi, kalau hal lain apalagi seorang wanita itu bahaya.”

“Harus segera dinikahkan ya Abi?” Goda Hima.

“Kok jadi ke Nikah.” Kesal Fahim.

Keira menghampiri putranya, mengusap bahunya. Melihat kedua manik mata putranya. Mata yang persis sama dengan kekasih hatinya. Keira menangkup kedua pipinya.

“Hatimu sedang resah rupanya nak, Jangan banyak mengelak terhadap suatu hal yang tidak sesuai dengan kepalamu.”

“Seperti hal?” Tanya Fahim.

“Banyak hal.” Jawab Keira.

“Sudahlah dek dia sudah dewasa, Ayo kita berangkat. Fahim, Kita berangkat dahulu. Jaga pesantren. Assalamualaikum.” Ujar Ihsan langsung masuk ke dalam mobil.

Keluarganya itu meninggalkannya untuk sementara, Fahim langsung bergegeas masuk ke kediamannya di mana kakeknya pun sudah bersiap.

“Kakek, pergi juga?”

“Ada, amanah dakwah sampai sore nanti.”

“Terus di sini hanya Fahim yang tidak ada kerjaan.”

Abinya Ihsan menepuk bahu cucunya sambil tersenyum kecil. Tidak berapa lama Parjo datang dengan putranya.

“Ghad, temani masmu. Kakek sama bapakmu mau keluar dahulu.” Ujar Abi Ihsan.

Ghadi tentu saja selalu siap, Mereka pun kembali meninggalkan pesantren.

“Sepi ya mas dirumah sendirian.”

“Aku lebih baik melatih skill memanahku, ayo kita ke bawah bukit uhud.” Ajak Fahim.

Mereka pun beriringan berjalan setelah mengunci pintu rumahnya.

LAKUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang