EUNOIA

4.2K 535 56
                                    

Malam ini terasa mencekam bagi Aruni, saat setelah Mirza menjemputnya dan ikut memilih makan malam bersama keluarganya tanpa ada isterinya sama sekali.

Syifa sudah tertidur dipastikan anak itu pasti lelah.

"Ma, Aruni juga langsung tidur saja ya. Lelah sekali hari ini."

Mama terlihat mengangguk, Tapi sejurus kemudian Mirza bersuara.

"Mirza mendengar percakapan om juga tante saat mengatakan bahwasannya Aruni mencintai Mirza." Ujarnya tanpa takut sama sekali.

Aruni yang akan ke kamar pun mengurungkan niatnya. Baba terlihat saling melihat dengan Isterinya. Yusuf serta Salwa terlihat sangat kaget mendengar penuturan Mirza.

"Itu hanya dugaan kami Mirza, Tapi Om pikir itu tidak sama sekali."

"Maksud om, di sini saya yang salah? Di mana sedari awal saya memang sudah mencintai Aruni." Elak Mirza.

"Kami hanya khawatir saat itu atas kesendirian Aruni,kami hanya mengira." Jelas Ayna lagi.

Yusuf pun ikut bersuara.

"Kamu sudah dewasa Mirza, tidak usah memperbesar segala sesuatu dan sekarang posisimu sudah menjadi seorang suami."

Mirza terdiam, terlihat raut kaku diwajahnya.

"Jangan memaksakan semua hal yang sudah terlambat karena tidak akan pernah menemukan jalan keluar." Nasehat Salwa.

Mirza terlihat menahan amarah, berlalu dari rumah orangtua Aruni tanpa bicara apapun lagi. Aruni menghela nafas, mudah - mudahan akan selesai sampai sini saja.

"Lagian Mama dan Baba untuk apa mengirakan hal - hal seperti itu." Rajuk Aruni.

"Orangtua tidak pernah salah menilai, hanya sekarang kami tahu kamu sudah tidak mempermasalahkan perasaanmu itu lagi." Jawab Ayna.

"Sudahlah, kenapa harus selalu tentang Aruni dan pernikahan. Masih banyak hal yang harus diurus selain ini." Pekik Aruni kesal.

Dia pun masuk ke kamarnya, Syifa sudah tidur di sebelah tempat tidrunya. Melihat wajah damai Syifa yang tidur membuat Aruni tentram juga. Besok perjalanan terakhir bersama Fahim Sidiq maka setelah itu Fatima dan Musab sudah fokus kepada pernikahan mereka.

Digrup sudah ramai tentang mau membawa ini dan itu untuk anak - anak pengungsi Palestina dan Suriah yang berada di Turki.

Saat dirinya akan terlelap handponenya berdering tanda ada panggilan masuk.
Aruni mengangkatnya dengan setengah mengantuk.

"Kenapa kamu tidak menerima Mirza kembali." Ujar suara parau di seberang sana.

"Selma?" Tanya Aruni memastikan.

Selma Ismet isterinya Mirza.

"Dia pulang dalam keadaan kacau Aruni, Aku tidak bisa membuat hatinya membaik. Maka aku akan memilih melepaskannya."

"Tidak, Selma. Dia suamimu. Kamu punya hak atas diri dan hati Mirza."

"Tapi, dia menginginkanmu."

"Aku harap hanya luapan penyesalan biasa, jika rasa cintanya memang sebesar itu kenapa dia lebih memilihmu dibandingkan mengusahakanku saat itu. Percaya padaku, Kamu yang Mirza butuhkan bukan aku."

Terdengar isak tangis Selma di seberang sana.

"Jangan menyerah atas diri Mirza, Maafkan jika dikarenakan aku semuaya jadi sulit begini."

"Ini bukan kesalahanmu Aruni, Maaf mengganggu waktu istirahatmu."

Sambungan telpon itu terputus. Di tempatnya Selma sedang terisak menatap wajah suaminya yang keadaannya sangat kacau dikarenakan mabuk. Mirza sebetulnya lelaki yang sangat menjauhi minuman - minuman seperti ini, tapi saat ini dia terlihat lepas kendali.

LAKUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang