part 4 Arkan pov

12.8K 363 2
                                    

Aku tidak menyukai Rindu bukan karna aku gay, seperti gosip murahan di luar sana. Tetapi memori beberapa tahun yang silam masih membekas di kepalaku. Dulu aku adalah anak pondok pesantren, bisa di bilang aku adalah anak berprestasi, dan alim, bahkan juga menjaga jarak dengan siswa perempuan karna bukan muhrimku. Saat tamat madrasah aku melanjutkan ke Sma negri. Dan disaat itu juga aku mengalami kejadian buruk dalam hidup ku. Seorang wanita yang tergila-gila dengan harta ingin di nikahi papa. Dia nekat menculikku, dan melakukan pelecehan padaku, bahkan dia juga melakukan hubungan badan dengan kekasihnya di depan ku. Mual, itu yang kurasakan aku hanya menutup mata, meski masih mendengar desahan yang menjijikkan. Selama seminggu aku di sekap oleh perempuan itu, sampai akhir nya polisi menangkap nya. Setelah kejadian itu aku mengalami trauma dan sempat sakit selama 1 bulan. Selama aku di pondok aku selalu menjaga pandangan ku, tapi kenapa aku harus mengalami hal menjijikkan seperti itu, dimana tuhan disaat itu?. Semenjak kejadian itu aku meninggalkan semua ilmu yang ku dapat dari pondok, aku benci tuhan, Tuhan tidak adil padaku.

Enam tahun berlalu semenjak kejadian itu, aku mengenal perempuan bernama Shasa, aku menyukainya. Dia selalu berada disisiku, ada di saat aku butuh, aku jatuh cinta untuk pertama kali. Dia perempuan yang meyakiniku bahwa tidak semua wanita itu jahat. Setelah kepercayaanku ada yang ku dapat penghianatan. Setelah hampir setahun kami menjalani kedekatan aku mengetahui dia menikah diam-diam dengan adik papa, yang umurnya beda 2 tahun dari ku. Disaat itu posisiku di perusahaan papa hanya sebagai karyawan biasa. Sedangkan om ku direktur di perusahaanya. Sekarang mereka termasuk dua orang yang kubenci. Ternyata benar harta bisa membuat wanita bertekuk lutut.

Sekarang hanya mama dan Leoni wanita yang ku percaya.  Mereka tidak akan pernah menyakitiku. Selebih nya semua perempuan itu sama. Murahan, melakukan apapun demi uang termasuk Rindu wanita yang menjadi istriku. Dia menikah dengan ku demi keuangan perusahaan papa nya, bukan kah itu sama hal nya dengan jual diri?, sedang kan aku terpaksa menikahi nya untuk mematahkan semua gosip miring di luar sana demi menjaga nama baik keluarga wijaya di mata rekan bisnis.

Dan di hari kecelakaan itu, emosi ku betul-betul bergejolak, disaat melihat postingan shasa bersama om ku dan juga anak mereka. Mereka terlihat senyum bahagia. Darahku begitu mendidih rasanya. Kubanting semua barang yang ada di kamar, lalu menumpahkan kekesalan pada Rindu. Selepasnya aku mengendarai mobil dengan emosi yang masih di ubun-ubun, sampai akhirnya kecelakaan itu terjadi dan membuat kelumpuhan pada kaki ini.

"Hargai Rindu Arkan. Dia itu baik, selama kamu koma dia yang selalu merawatmu. Membersihkan tubuh mu dengan air hangat. Semuanya di lakukan sendiri, tanpa bantuaan orang lain. Hampir setiap hari dia menangis melihat kondisimu. Bahkan dia tidak memikirkan kesehatannya. Lupakan yang sudah berlalu. Mama yakin kamu bisa" jelas mama sambil menggenggam tanganku, kulihat bening kristal di matanya.

"Mama pulang dulu, ingat pesa mama".
"Hati-hati ma".

***

Aku rasakan sentuhan lembut di pipiku. Seketika aku lihat rindu sedang mengupas buah. Mungkin hanya perasaan ku saja.

"Udah bangun mas?" tanya Rindu.
"Hmm" jawabku malas.
"Ni aku udah kupasin buah dimakan ya".

Aku hanya melirik sekilas, lalu membuang mungka.

Rindu menarik bangku dan tepat duduk di sisi ranjangku.

"Aku tahu mas tidak menginginkan pernikahan ini, aku juga" ucap Rindu dengan santai, perkataannya menarik perhatian ku

"Sebenarnya aku sudah punya kekasih, aku berharap bisa menikah dengan nya. Tapi papa meminta kita untuk menikah. Tak tega melihat papa memohon padaku, agar perusahaannya tetap berjalan. Karena ribuan orang menggantungkan hidup disana. Kalau perusahaan papa sampai bangkrut kasihan mereka. Apalagi mereka yang memiliki anak istri"

"Dengan jual diri" tanyaku spontan.

"Kalau fikiran mas begitu, tidak masalah. Dan aku juga tidak akan meminta apapun selama menjadi istri mas".

"Maksud mu?" tanyaku.

"Sampai sekarang aku masih berharap menikah dengan orang yang aku cinta mas. Sebagai ungkapan terimakasih ku pada keluarga mas, ijinkan aku merawat mas sampai sembuh. Kalau mas mau, mas bisa anggap aku sebagai teman, atau adik seperti Leoni. Lagian aku gak pernah buat punya suami yang jauh umur nya dari ku. Setelah mas sembuh kita akan bercerai. Kalau kita bercerai sekarang pasti gosip nya bakalan heboh, dan mencoreng nama baik keluarga kita di media. Bagaimana mas setuju?" tanya Rindu sambil tersenyum.

"Teman atau adik?" tanyaku.

"Iya, deal" jawab Rindu sambil memberi tangan untuk bersalaman denganku.

"Bukan ide buruk, deal" sambil menjabat tangan nya. Kurasakan sentuhan lembut di tangan nya.

"Oke, sekarang mas makan buah nya sendiri. Ogah aku nyuapin orang tua" ujarnya lalu berlalu ke kamar mandi.

Orang tua? What?. Umurku 27 tahun sedangkan dia 19 tahun, baru sadar ternyata aku menikahi anak kecil. Tanpa terasa hadir seulas senyum di bibirku. Ucapannya mampu membuat perasaanku lebih baik.

Takdir PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang