part 15

8.7K 262 1
                                    


Hal yang pertama ingin kulihat pagi ini adalah keberadaan Mas Arkan disampingku. Ternyata itu hanya inginku saja, bukan ke inginan Mas Arkan. Saat pertama mata ini terbuka tak ku jumpai Mas Arkan disampingku. Aku fikir kejadiaan semalam terjadi karena Mas Arkan sudah menerimaku sebagai istrinya.

Sikap dan perlakuan Mas Arkan kepadaku begitu manis, membuatku menjadi wanita paling bahagia. Saat tertidur aku merasakan kecupan yang hangat, membuat tidurku semakin nyenyak.

Sekarang kebahagiaan itu sirna, masih terlihat jelas noda merah di sprei ini, tapi ku jumpai Mas Arkan, kemana dia sepagi ini?. Apakah dia menyesali kejadiaan semalam? Atau dia pergi ke kantor karena urusan mendadak?. Semoga saja begitu.

***
"Dek, kayaknya Mas mau pindah kuliah disini aja lagi Dek" ucap Mas Dimas padaku yang berkunjung siang ini.

"Kenapa Mas?" tanyaku.

"Soalnya udah setahun Mas di negri orang, Mas ngerasa nggak nyaman. Mulai dari kondisi cuaca disana, sampai makanan, kamu kan tahu dek Mas ni doyan sambel terasi, makanan yang pedas-pedas. Apalagi masakan kamu dan Mama, top deh" ucap Mas Dimas sambil mengancungkan kedua jempolnya.

"halahhh alasan Mas Aja, bilang aja nggak bisa jauh dari ketek Mama Mayang" ledekku.

"Enak aja. Kamu makin hari makin pintar ngejek Mas ya" sungut Mas Dimas sambil melipat kedua tangannya di dada.

"Siapa yang ngejek, kenyataan kok" balasku.

"O iya Dek, suamimu mana? Biasanya tiap Mas kesini Dia rajin lalu lalang depan kita, kayak lalat aja"  ucapan Mas Dimas mampu membuatku dilanda kegugupan.

"Eh.. Anu Mas, Mas Arkan ada keperluaan mendadak ke perusahaan, jadi pagi tadi udah cabut" jelasku.

"Ooo,, oya gimana hubungan kalian? Udah ada kemajuan? Mas capek tahu pura-pura terus di depan Dia".

"Sepertinya nggak ada Mas, usaha kita sia-sia. Sepertinya Adek Mas ini bakal jadi janda bentar lagi" ucapku sambil pura-pura tertawa.

"Ngawur kamu Dek. Meskipun Mas mu ini jomblo, Mas mu ini masih paham agama. Kamu kan tahu Dek Allah tidak menyukai perceraian".

"Ya gimana lagi Mas. Soalnya Aku yang membuat perjanjiaan itu sendiri. Lagian ngapaiin aku maksaiin orang  bertahan untuk tetap jadi suamiku. Adek Mas ini masih muda, masih pengen ngelanjutin cita-cita buat jadi Arsitek. Adek Mas ini nggak jelek-jelek amat, ntar banyak yang ngantri" sengaja aku berbicara seperti itu. Aku tak mau Mas Dimas ke fikiran, Aku tahu Mas Dimas sangat menyayangiku dari kecil.

"Dek, dek. Kamu ngomongnya enteng aja. Okelah kalau iya banyak yang ngantri buat jadiin kamu pasangan mereka. Tapi dengan status mu yang janda, apa nggak membuat mereka untuk berfikiran ulang?. Memang Mas Arkan tidak menyentuhmu, tapi penilaian orang-orang luar disana gimana?. Jika perceraian kamu dan Mas Arkan benar terjadi, kamu mau perceraianmu menjadi kosumsi publik?". Ucapan Mas Dimas membuatku terdiam. Tidak mungkin aku menceritakan kejadiaan semalam padanya. Semua yang terlontar dari mulut Mas Dimas benar.

"Trus aku mesti gimana Mas" tanyaku menunduk, sambil menahan agar kristal dimata ini tidak berjatuhan.

"Kalau bisa kamu pertahanin Dek, Mas ngomong gini karena Mas sayang sama kamu. Mas yakin Mas Arkan itu laki-laki yang baik. Mas tahu setiap Mas jumpaiin kamu, Mas Arkan cemburu, dia selalu memberi tatapan mengajak Mas untuk bersaing. Masak kamu nggak ngerti itu dek" jelas Mas Dimas.

Belum sempat aku menjawab pertanyaan Mas Dimas, handphone ku berbunyi.

"Halo Assalamualaikum ma" ternyata Mamaku.

"...."

"Iya ma, baik-baik aja kok. Mas Arkan lagi ke kantor"

"....."

"Iya mah, Mas Arkan udah bisa berjalan. Tapi mesti pelan-pelan, tadi ada keperluaan mendadak di perusahaan, makanya Mas Arkan pergi" maafkan aku ma berbohong, bahkan aku ragu jika Mas Arkan benar keperusahaan.

"...."

"Jangan lupa oleh-olehnya ma"

"...."

"Oke ma. Waalaikumsalam".

"Siapa Dek?" tanya Mas dimas.

"Mama widya, katanya belum jadi balik ke Jakarta. Mama langsung ke paris, soalnya perusahaan papa disana ada masalah" jelasku.

"Oo gitu, ya udah Mas pamit dulu ya. Ingat kata-kata Mas" ucap Mas Dimas sambil mengacak rambutku.

"Oke Mas".

***
Malam ini aku menunggu Mas Arkan pulang dari kantor dengan hidangan makan malam yang sudah ku tata di meja.

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, masih belum ada tanda Mas Arkan pulang. Hatiku menjadi gelisah, mungkin karena belum terbiasa dengan kondisi seperti ini. Selama ini dimana ada Mas Arkan selalu ada aku yang menemani, mungkin saja Mas Arkan masih banyak pekerjaannya di kantor, aku harus berfikiran positif.

***
Pagi ini rasanya tubuhku terasa ingin remuk karena tertidur di sofa semalaman. Segera aku menuju meja makan, makanan masih seperti semalam, tidak tersentuh sama sekali. Setelahnya aku menuju kamar, tidak juga ku jumpai Mas Arkan. Mas Arkan benar-benar menghilang.

"Sebegitu bencikah kamu Mas denganku" perlahan kristal dimataku menetes.

***
Satu minggu sudah berlalu, Mas Arkan tak kunjung pulang kerumah. Aku tahu pasti dia berada di kantornya, Bukan aku tak ingin menjumpainya, keberaniaan di hati ini belum ada untuk bertanya lebih kepadanya. Bagaimana kalau Mas Arkan Menolakku, mengusirku, atau bahkan bisa jadi Mas Arkan menepati perjanjiaan kami untuk berpisah setelah dia sembuh.

Kring...kring...kring....
Terdengar telepon rumah berbunyi, siapa yang menelvon sepagi ini?

"Halo Assalamualaikum".

"Waalaikumsalam Rindu,  Kamu apa kabar? Mama telvon handphone mu dari tadi nggak di angkat Nak" ucap Mama Siska.

"Eh iya Ma, Rindu lagi di ruang tengah, handphone Rindu dikamar. Kabar Rindu baik Ma, Mama apa kabar?".

"Baik Nak, kiraiin Mama kamu kenapa-napa gitu. Secara di tinggalin Arkan " ucapan mama langsung membuat jantungku berdebar. Dari siapa Mama tahu masalah ini. Padahal Aku tidak bercerita kepada siapapun.

"Mama tahu dari mana Mas Arkan ninggalin Rindu" ucapku dengan suara sedikit bergetar. Apa Mas Arkan menceritakan semuanya kepada Mama kalau dia ingin menceraikan Aku?. Apa benar Mas kamu mau menceraikan ku?. Membayangkannya saja membuat dadaku sesak.

***
Apakah Arkan dan Rindu benar akan bercerai?.

Takdir PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang