part 7

10.5K 293 4
                                    

Aku ingin tahu seberasa besar keinginan bocil ini untuk mendekatiku sebagai teman. Tidak masalahkan aku memanggilnya bocil, bocah cilik, atau bondeng juga bisa alias bocah gendeng. Aku merasakan dia berbeda dari Rindu yang kunikahi kemarin. Masih teringat isak tangisnya atas perlakuaanku. Tapi sekarang aku benar-benar heran, kenapa dia menjadi rada-rada gendeng begini. Dia selalu punya jawaban atas semua pernyataanku.

Rasanya ingin aku tertawa terbahak-bahak mengerjainya dari tadi. Mulai dari merampas minumannya, sampai melihatnya memakan nasi dengan sop ikan yang jelasnya pasti tawar. Kulihat dia dari kocar-kacir ke mandi sambil memegangi mulutnya, sepertinya dia hendak muntah. Ah peduli apa aku.

"Emangnya kamu fikir mudah untuk masuk kedalam kehidupanku rindu. Ini baru awalan, bagiku wanita tetap saja munafik" ucapku pelan sambil melirik pintu kamar mandi dan melanjutkan suapan kemulutku.

Kuamati Rindu sedang membaca entah buku, entah novel. Sama saja, intinya ngebaca. Malu rasanya untuk minta antar ke kamar mandi. Kantong kemihku terasa penuh. Argghhhh

"Rin" panggilku pelan. Dia diam saja, aku tau dia mendengarkan panggilanku, tapi pura-pura budeg.

"Kamu sengaja ya pura-pura gak dengar" sumpah level emosiku jadi naik.

"Eh iya mas, ada apa mas. Maaf tadi gak dengar" balasnya.

"Gak jadi" dasar bondeng kampreto, bikin harga diriku jatuh. Sumpah kalau kaki ku bisa berjalan sedikitpun aku tak sudi bantuannya. Ya tuhan aku benar-benar kebelet.

"Mas kenapa, ada yang bisa aku bantu?" tanya Rindu di sela kegelisahanku.

"Nggak ada kenapa-napa" balasku ketus.

"Ya udah. Kalau gitu aku mau tidur siang dulu. Jangan coba-coba ganggu aku" ancam nya padaku. Kutu kupret anak ini, kenapa dia lebih garang dari diriku.

"Aku mau buang air kecil" ucapku sambil menahan entah emosi, entah karna malu.

"Aa" terlihat tampang polos nya melongo.

"Kami gak usah pura-pura gak ngerti deh. Kamu mau antar ke kamar mandi apa nggak" tanyaku dengan nada suara yang agak naik. Biar jangan coba-coba dia untuk lebih galak dari pada diriku.

"Mas ya, kalau minta tolong tu harus lembut. Bukan merepet kayak gitu. Aku gak mau bantuiin, sebelum mas ngomong bagus-bagus" perintahnya padaku.

"Kamu ya!" argghh anak ini memang pandai mengaduk-ngaduk emosiku.

"Kalau gak mau ya sudah".

"Iya. Ehmm, Rindu bisa antar saya kekamar mandi?" ucapku dengan terpaksa. Gak papa-papa sekali ini aku menjatuhkan harga diri, dari pada harus kencing di celana. Lebih jauh jatuh harga diriku.

"Iya mas, boleh kok. Buat mas apa yang nggak" sumpah rasanya aku mau muntah mendengar ucapannya. Tapi sudah tidak ku pedulikan keburu kebelet.

Rindu menuntunku dengan telaten ke kursi roda. Kurasakan wangi tubuhnya, belum pernah aku sedekat ini dengan dia. Ah masa bodo sekarang.

"Stop disini" perintahku.

"Yakin mas bisa?" tanya Rindu. Ah anak ini betul-betul membangunkan singa yang tidur.

"Kenapa? Kamu mau ikutan? Ayok" ucapku langsung meraih tangan nya. Biar dia kapok, kalau pun dia benaran masuk anggap saja bonus. Lagian gak dosa juga. Wkwkwk

"Ogah, udah sana. Kalau udah siap panggil" ucap nya berlalu.

***

Besok aku sudah di ijinkan pulang, seminggu lagi jadwal terapiku akan di mulai. Penjelasan dokter padaku membuat perasaanku jadi lega. Selagi berbincang dengan dokter tak sengaja kulihat Rindu senyum-senyum sambil mengigit telunjuk nya. Setelah dokter pergipun dia masih dengan posisi yang sama, tapi matanya seperti menerwang kemana-mana.

Anak ini betul-betul menyiksaku. Apakah dia tidak tahu aku ini lelaki normal. Melihat pemandangan yang sensasional seperti itu membuat sebagian dari diriku berontak. Argghhhh

"Stop fikiran mesum mu, aku memang ganteng" ucapku sambil menoyor kepalanya. Kutarik selimut sampai ujung kepalaku. Rasanya badanku panas dingin, jangan sampai bocah gendeng itu melihat tampangku sekarang.

"Ihh siapa juga yang mesum, geerr" balas nya. Kalau kuladeni semua omongan nya 7 purnama pun gak bakal selesai debat dengannya. Lebih baik pura-pura tidur saja.

***
Siang ini aku dan Rindu sudah bersiap-siap pulang kerumah. Sedangkan mama papaku dan rindu menunggu dirumah. Aku memutuskan untuk tetap tinggal dirumahku, jadi aku puas memberi pelajaran ke pada Rindu. Kami pulang kerumah diantar pak joko supir pribadi keluarga wijaya.

"Selamat datang sayang" ucap mama sambil memelukku sesampai dirumah.

"Ya ma" kulihat mama dan papa Rindu juga tersenyum padaku.

"Ayok masuk, langsung makan. Tadi mama sudah masak sama mamanya rindu, ayok rin" ajak mama.

Setelah selesai makan-makan, kami duduk untuk sekedar berbincang-bincang. Mama dan papa beserta mertuaku pamit saat sore hari. Setidaknya membuat aku lega.

Aku memutuskan untuk sekamar dengan Rindu, agar lebih mudah jika butuh bantuannya. Tubuhku terasa gerah, mandi sepertinya lebih segar. Kurasakan wangi tubuh Rindu setiap kali membantuku kekursi roda. Aromanya membuat imanku goyah sebagai laki-laki. Tapi itu almiah terjadi, secara aku laki-laki normal.

Rindu memerankan perannya sebagai istri cukup bagus. Kerjaannya rapi, dan masakannya enak, dan ibadah pun rajin. Sering dia mengajakku untuk sholat, aku selalu menolaknya. Padahal aku fikir anak seumuran dia tahu nya hura-hura saja. Tunggu dulu, tadi aku memanggilnya istri? , sepertinya ada konsleting pada otakku. Lebih baik tidur, sekilas kulirik Rindu yang sudah tertidur pulas disampingku. Dan pastinya ada setumpuk guling sebagai pembatas. Tidak tega juga kubiarkan dia tidur di lantai. Aku tidak sejahat yang kalian fikirkan.

***

Hari ini jadwal terapiku. Dan pastinya bocah gendeng itu ikut menemaniku. Untuk terapi pertama cukup di fisioterapi saja. Jadwal nya 3 kali seminggu. Kalau ada perkembangan maka akan ke tahap belajar berjalan.

Semakin lama bersama Rindu, aku semakin memahami wataknya. Keras kepala, dan pasti sifatnya seperti anak-anak pada umumnya. Tapi aku maklumi itu, mungkin itu pengaruh hormon ke kanak-kanakannya. Resiko menikahi anak yang masih dalam masa puber. Tak sekali dua kali kami berdebat mempertahankan argumen masing-masing. Dasar bocil. Tapi tunggu dulu, dia pernah bilang kalau ada orang yang dia cinta. Sampai sekarang aku tidak tahu orangnya. Satu bulan sudah dia merawatku. Tak pernah sekalipun kulihat dia menjumpai pacarnya itu. Atau dia bohong? Lebih baik kutanya langsung.

"Eh anak bau kencur, katanya kamu punya pacar, sampai sekarang aku tidak pernah melihatnya" tanyaku.

"Uhuukk uhuukk" kulihat Rindu tersedak. Reflek ku menyodorkan minuman padanya. Sambil ku geser kursi rodaku lalu menekuk tengkuknya.

"Makanya makan itu di kunyah, bukan langsung telan". Tunggu dulu, ada yang aneh padaku. Kenapa aku jadi peduli padanya. Ah tidak, itu hanya sebagai bentuk rasa kemanusiaan. Kan gak lucu kalau sampai tersebar berita seorang bocil mati tersedak. Langsung ku geser kursi rodaku kesamping, dan melanjutkan makan malam kembali.

Takdir PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang