part 35

11.6K 349 26
                                    


"Yangggg....." terdengar teriakan Mas Arkan dari kamar.

"Iya Mas. Tunggu bentar adek cuci tangan dulu" segera ku langkah kan kakiku  menuju kamar. Sudah kupastikan Mas Arkan memanggilku pasti karena tidak menemui barang yang di carinya.

"Apa Mas?'.

"Dasi Mas yang warna navy polos mana yang" kulihat Mas Arkan seperti orang kebingungan.

"Mas lupa ya?. Kan kemaren udah Mas pake. Adek belum sempat nyuci" jelasku.

"Ya udah Adek cuci aja dulu, Mas tungguin".

"Pake yang lain aja Mas, kan dasi Mas masih banyak yang lain" bujukku.

"Mas nggak mau yang. Pokoknya Mas mau make yang warna navy, kalau nggak ada Mas nggak mau kekantor. Lagian gak lama juga kering nya yang tinggal di angin-anginin aja pake kipas angin" kulihat Mas Arkan melipat kedua tangannya ke dada dengan wajah manyun nya lalu menjatuhkan bokong nya ke kasur.

"Oke, oke. Rindu cuci, tunggu" ucapku. Entah kenapa aku merasakan Mas Arkan tidak bersikap seperti biasanya, aku seperti sedang merawat bayi tua. Mas Arkan selalu merengek dan merajuk agar permintaannya di turuti.

"Makasi ya sayang, udah jadi istri pengertian" tiba-tiba Mas Arkan berdiri memelukku dan memberi kecupan mesra di pipiku.

"Ya udah Mas sarapan aja dulu, biar nggak buru-buru ntar. Rindu udah siapin nasi goreng di meja"

"Oke sayang".

Segera kulangkah kan kaki ku menuju keranjang baju kotor mencari dasi yang di maksud Mas Arkan. Entah apa yang merasuki Mas Arkan hingga menyebabkan kelakuannya tidak seperti biasanya, hal kecil saja bisa menjadi masalah  besar jika aku tidak mengalah.

"Yanggg....." ya Tuhan ku dengar lagi teriakan suamiku.

"Apalagi Mas?".

"Kok telor ceplok nya cuma satu yang, Mas mau nya dua" sungut Mas Arkan.

"Mas..."

"Dua yang, please" belum sempat aku menyelesaikan omongan ku Mas Arkan kembali mengeluarkan jurus andalan nya akhir-akhir ini.

"Iya iya. Tunggu bentar Adek masakin" lebih baik aku mengalah dari sekarang, dari pada ntar udah capek-capek debat ujung-ujung nya tetap aku yang mengalah. Benar kata pepatah tua-tua keladi, makin tua makin jadi. Arghhhhhh....

"Adek jangan manyun gitu dong. Kan Mas cuma minta telor ceplok bukan yang lain" Mas Arkan melingkarkan tangannya di perutku, menopangkan kepalanya di pundakku.

"Bapak Arkan tersayang, kalau Bapak posisinya gini, ntar masakannya gosong. Adek ikhlas kok sayang masaknya, ikhlassssss kali. Jadi Bapak Arkan silahkan menunggu hidangannya di meja" ku putar tubuhku menghadap Mas Arkan, kuberi kecupan singkat.

"Oke nyonya Arkan, di tunggu" Mas Arkan mencubit gemas kedua pipiku.

Mas Arkan memang benar-benar ahli membuat suasana di rumah ini tetap hangat. Aku begitu beruntung menjadi bagian dari hidupnya. Meski terkadang aku merasa kesal karena sifat manjanya, tapi aku tetap merasa bahagia, aku merasa benar-benar di bisa di andalkan sebagai istri, meski umurku baru akan memasuki usia 20 tahun, hidup bersama Mas Arkan mengajarkan ku untuk bersikap dewasa.

"Nah udah siap yang, dihabisin ya. Adek mau ngelanjutin nyuci dasi Mas".

"Adek sarapan aja, tiba-tiba Mas udah nggak pengen lagi make dasi yang itu. Mas mau make yang lain aja" Mas Arkan mendudukkan ku di pangkuannya.

"Mas serius?" tanyaku dengan heran. Tadi Mas Arkan begitu ngotot, sekarang udah nggak lagi, sepertinya tadi Mas Arkan ada yang merasuki.

"Iya sayang. Akkkkkk buka mulutnya" Mas Arkan memberikan ku senyuman terbaiknya, dan fix aku meleleh. Sekarang aku bagaikan kerbau yang dicocok hidung nya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Takdir PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang