part 22

8.4K 229 7
                                    

"Halo, dengan Bapak Arkan?" tanya suara seorang laki-laki dari seberang telvon sana.

"Iya, ini siapa?. Tadi ada beberapa panggilan tak terjawab dari anda, jadi saya menelvon balik" jelasku.

"Saya Randi Pak, apa benar Bapak sedang mencari istri Bapak?" tanyanya padaku. Apa orang ini benar-benar serius, atau hanya sekedar modus.

"Iya, anda tahu darimana?. Anda benar-benar serius atau hanya modus saja?" tanyaku langsung, disaat fikiranku sedang kalut aku tak ingin seseorang mencari kesempatan untuk menipuku.

"Saya tahu status yang Bapak bagikan di facebook. Tidak sengaja saya melihat perempuan yang mirip istri Bapak, tapi saya tidak tahu ini orang yang benar atau tidak. Soalnya perempuan yang saya lihat dia memakai jilbab dan gamis, berbeda dengan foto yang Bapak posting di sosial media, biar Bapak yakin saya bisa kirim fotonya" jelasnya padaku.

"Kirim sekarang" perintahku, apa benar itu istriku.

TING!!!. Sebuah pesan baru masuk di whatsapp ku dengan nomor baru, sebuah foto. Benar ini istriku, dia terlihat begitu cantik dengan balutan gamis berwarna coklat muda dengan perut yang mulai membuncit. Aku yakin ini memang istriku meskipun tampilan nya berbeda.

"Dimana anda bertemu dengan istri saya?" tanyaku pada sang penelvon saat sambungan telvon tersambung lagi.

"Saat sarapan pagi Pak. Saya merasa familiar dengan pelayan yang mengantar pesanan saya. Saya baru ingat itu istri Bapak, karena saya pernah mengshare status Bapak di facebook" jelasnya padaku.

"Tolong kirim lokasi anda sekarang, kalau bisa tolong ikuti kemana istri saya pergi".

"Oke pak".

Segera kusambar kunci mobil di nakas, tak ku pedulikan tampilanku yang masih memakai piyama tidur. Yang jelas aku ingin bertemu dengan Anak istriku. Kulajukan mobilku dengan cepat menuju lokasi yang sudah di kirim oleh sang penelvon. Butuh waktu kira-kira satu jam untuk menempuh perjalanan kesana, aku tidak ingin membuang waktu berlama-lama di jalan, bisa-bisa aku kehilangan istriku lagi.

Tak bisa kusembunyikan rona kebahagiaan di wajahku, meskipun di satu sisi hatiku begitu was-was. Aku ingin mendekap istriku dengan perutnya yang membuncit, aku begitu bahagia, sebentar lagi aku bisa merasakan pergerakan bayiku di perut istriku. Terimakasih Tuhan.

***
Kulihat seorang yang sangat kurindukan sedang melayani pembeli di sebuah warung kelontong, rasa sedih melanda hatiku. Membayangkan dia bekerja keras di masa kehamilannya, harusnya mereka adalah tanggung jawabku.

"Rindu..." pelan ku sentuh pundaknya. Begitu jelas terlihat keterkejutannya melihatku, wajahnya terlihat pucat, nampan yang di pegangnya juga terjatuh.

"Mas...." belum sempat aku melanjutkan omongan, istriku langsung berlari meninggalkan warung kelontong ini. Pasti dia masih salah paham tentang masalah kami. Aku harus menjelaskannya, segera ku langkahkan kaki mengejarnya, jangan sampai aku kehilangan Rindu lagi.

Rindu masih saja berlari, aku takut itu membahayakan dia dan anak kami. Dia terus berlari menaiki jembatan penyebrangan.

"Rindu tunggu, jangan lari, ntar kamu kenapa-kenapa" ucapku setengah berteriak.

Baru saja aku berbicara, kulihat Rindu terpeleset saat hendak menuruni tangga jembatan penyebrangan ini. Kulihat tubuhnya terus menggelinding, sampai terhenti saat tubuhnya sudah berada di anak tangga paling bawah.

"RINDUUUU" teriakku sambil mempercepat lariku menuju dia. Tak kupedulikan pandangan aneh orang terhadapku.

"Sayang, kamu nggak papa kan?" tanyaku sambil memeluk tubuhnya. Namun tak ada jawaban, hanya ringisan yang kudengar. Kutatap matanya, terlihat jelas bagaimana dia menahan sakit. Tanpa kusadari darah sudah menembus gamisnya, perlahan mata indah itu mulai terpejam.

"RINDUUUUU!!!!!. Jangan tinggalkan Mas, maafkan Mas!!. Kudekap dengan erat tubuhnya, sungguh aku tak sanggup.

**

Takdir PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang