part 6

11.2K 311 6
                                    

Benar-benar mas Arkan, panas-panas gini malah minta nasi padang. Mana harus nyebrang jalan lagi.

"Da, nasi bungkuih ciek" ucapku setiba di rumah makan padang. (Bang nasi bungkus satu).

"Apo samba nyo diak?" balas uda yang jualan. (Apa lauk nya dek)

"Ayam bumbu ajo da, labiahan sayua nyo". (Ayam bumbu aja bang ,lebihin sayur nya).

"Sip diak, tunggu sabanta yo". (Sip dek, tunggu bentar ya).

Awas ya mas, tunggu pembalasan ku. Kalau bukan karna saran mama, ogah aku panas-panasan gini.

"Ko diak, alah siap". (Ni dek udah siap).

"Yo da, tarimokasi" balasku. (Ya bang, terimakasih).

Setelah selesai membeli nasi padang, aku sempatkan membeli es jeruk peras. Sepertinya mantap kalau di minum panas-panas gini, setelahnya aku langsung kembali ke kamar mas Arkan, jangan sampai dia merajuk.

"Ni nasi nya" ucapku sambil menaruh di piring lalu memberikan pada mas Arkan. Lalu membantu mas Arkan untuk menaikkan posisi ranjang nya agar dapat bersandar.

"Makasi ya udah di beliin. Oya katanya kamu mau jadi teman ku, boleh aku minta satu permintaan?" tanyanya sebelum memakan nasinya. Firasatku tak enak.

"Apa?".

"Tadi kan kamu nanya siapa yang bakal makan nasi dari perawat itu, nah kebetulan kamu kan juga belum makan, habisin.  Jangan sampai dokter mengomeliku, apalagi ketahuan makan nasi bungkus. Aku mau cepat-cepat pulang kerumah. Suntuk lama-lama disini, makanannya juga gak enak" ucapnya.

Apa?? Udah tahu gak enak, malah disuruh aku yang ngabisin. Mana lauk nya sop ikan lagi, makanan yang paling aku tidak suka.

"Setelah itu baru aku percaya kalau kamu benar-benar tulus jadi temanku" lanjutnya lagi.

"I..i..iya" balasku. Oh tuhan apa singa jantan ini sengaja mengerjaiku.

"Itu jeruk peras buat aku kan? Sini. Tahu aja yang seger-seger. Ternyata kamu betul teman yang baik" belum sampai sedotan di mulutku, tangan mas Arkan langsung menyambar minumanku. Arrgghhhh

"Kenapa?" tanyanya seperti orang tak berdosa sambil meminum jeruk perasnya.

"Gak apa-apa" balasku. Langsung ku ambil piring yang berada di nakas. Sungguh benar-benar bandot tua ini. Bandot tua?, kalau sampai dia tahu aku memanggil dengan sebutan itu, pasti bakal merepet. Memikirkannya membuat aku cekikikan sendiri.

"Kamu demam ya? Ketawa-ketawa gak jelas. Gak panas?" ucap mas Arkan sambil menyentuh keningku ku.

"Enn..ngak" jawabku gugup. Ini sentuhan pertama mas Arkan kepadaku setelah akad pernikahan.

"Ya udah, ayok makan".

Sumpah!. Rasanya semua isi perut ku mau keluar gara-gara sup sialan yang tawar ini. Tak bisa kutahan lagi, langsung ku berlari ke wastafel kamar mandi.

"Uekkkkk...uekkkkk".

"Awas kamu bandot tua. Tunggu pembalasan ku dirumah" ucapku sambil mengancungkan tinju pada bayanganku sendiri di cermin.

"Kenapa?" tanya mas Arkan padaku. Ternyata makan dia banyak juga, nasi satu bungkus ludes. Padahal aku berharap ada sisanya.

"Gak kenapa" balasku jutek.

"Ooooo".

Setelah itu tidak ada lagi percakapan antara kami. Aku melanjutkan membaca novel di sofa. Tak sengaja aku melirik mas Arkan seperti orang gelisah. Gengsi mau nanya, pura-pura gak lihat aja.

"Rin" panggil nya pelan. Hatiku rasanya berbuah-buah, karna berbunga-bunga udah biasa. Bagaimana tidak, ini pertama kali dia memanggil namaku. Pura-pura gak dengar aja kali.

"Rindu, kamu sengaja ya pura-pura gak dengar" ucapnya dengan lantang.

"Eh iya mas, ada apa mas. Maaf gak dengar lagi serius bacanya tadi".

"Gak jadi" balasnya dengan muka masam.

"Ya udah".

Belum beberapa menit berlalu, kulihat mas Arkan gelisah lagi.

"Mas kenapa, ada yang bisa aku bantu?" tanyaku penasaran. Takut-takut ada yang sakit.

"Gak kenapa-kenapa" jawabnya ketus.

"Ya udah, kalau gitu aku mau tidur siang dulu. Jangan coba-coba ganggu aku" balasku, lalu membaringkan tubuh di sofa.

"Aku mau buang air kecil" ucapnya dengan wajah memerah.

"Aaa?"

"Kamu jangan pura-pura gak ngerti deh. Kamu mau bantuiin aku buat ke kamar mandi apa nggak?" balasnya ketus. Jadi dari tadi dia gelisah karna mau buang air kecil, tapi gengsi mau minta tolong. Enak nya di kerjaiin, situsi mendukung.

"Mas ya, kalau minta tolong tu harus lembut. Bukan merepet kayak gitu. Aku gak mau bantuiin, sebelum mas ngomong bagus-bagus" ucapku sambil melipat tangan di dada. Rasaiin

"Kamu ya" sepertinya dia geregetan.

"Ya udah kalau gak mau"

"Iya iya, ehmm. Rindu, bisa antar saya ke kamar  mandi?" ujarnya dengan senyuman terpaksa.

"Iya mas, boleh kok mas. Buat apa yang enggak" balasku. Rasanya aku ingin tertawa, pasti mas Arkan mual mendengar perkataanku. Langsung ku ambil kursi roda, dan membantu mas Arkan duduk.

"Stop disini" ucap mas Arkan sesampai di depan pintu kamar mandi.

"Yakin mas bisa?" tanyaku.

"Kenapa, kamu mau ikutan? Ayok" ucapnya meraih tanganku.

"Ogah, udah sana. Ntar kalau dah siap panggil" balasku lalu menuju sofa. Udah kayak singa jantan garang nya, bandot tua, mesum juga.

Setelah beberapa menit di kamar mandi mas Arkan keluar, aku langsung membantunya menuju tempat tidur. Berat juga ternyata. Tak beberapa lama kemudian dokter datang memeriksa ke adaan mas Arkan.

"Jadi kapan saya bisa pulang dok?" tanya mas Arkan.

"Setelah kami lakukan pengecekan, besok pagi sudah boleh pulang. Dan juga 1 minggu lagi kita akan melakukan terapi untuk kaki bapak" jelas dokter doni.

"Oke dok. Terimakasih ya" balas mas Arkan sambil tersenyum. O maiii gooott, aku baru sadar ternyata mas Arkan semanis ini, dengan lesung pipi yang dalam, dagu yang berbelah, bibir yang tipis, hidung yang bangir, alis mata yang tebal. Menambah kadar ketampanannya. Membuatku jantungku memompa darah lebih cepat.

"Kalau begitu saya permisi dulu"

Kurasakan toyoran di kepalaku. Astaga aku ketahuan.

"Buang fikiran mesum mu itu, aku memang tampan" ucap mas Arkan lalu langsung merebahkan diri, dan menutup tubuhnya sampai kepala dengan selimut.

"Ihh siapa juga yang mesum, geerrr" sudah di pastikan wajahku seperti udang rebus sekarang ini.

Takdir PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang