part 34

9K 276 17
                                    


Meski usia Mas Arkan akan memasuki angka 28 tahun, ketampanan di wajah Mas Arkan masih jelas terlihat. Tak satupun bagian pada wajahnya terlewat dari pandanganku, alis mata yang hampir bertautan, bulu mata yang lentik, hidung yang bangir, dan satu lagi bagian favoritku bibir Mas Arkan yang berwarna merah muda. Dengan menatapnya saja mampu memimbulkan fantasi liar di otakku. Tak masalah rasanya jika aku mengecupnya sekali saja, mumpung Mas Arkan belum sadar dari pingsannya.

CUPPPPPP!!!

Kurasakan dorongan yang kuat pada tengkuk ku, kecupan yang kuberikan berubah menjadi sebuah lumatan yang membuatku serasa mengambang di udara.

"Jadi gini kelakuan Adek ya?. Suka nyuri-nyuri buat nyium Mas, Mas kan dah bilang Mas ni suami Adek, jadi jangab malu-malu, kalau mau minta aja Mas Pasti ngasih kok" ujar Mas Arkan dengan gerlingan nakal di matanya.

"Ih Mas apaan sih, jangan ke pedean. Tadi tu Rindu cuma mau ngecek aja Mas masih nafas apa nggak. Pingsan nya kok lama kali" segera aku bangun dari tubuh Mas Arkan. Gengsi dong kalau Mas Arkan tahu aku tadi benar menciumnya.

"Jangan-jangan Adek emang sering ya nyuri-nyuri gitu mau nyium Mas, soalnya kalau minta pasti gengsi, yakan?" kulihat Mas Arkan sengaja membuat alisnya turun naik.

"Ngimpi" sungutku lalu menuju keluar kamar, pipiku terasa begitu panas, pasti wajahku sekarang sudah seperti kepiting rebus.

Kuputuskan menuju dapur untuk memasak makan malam, lagian Mas Arkan sepertinya baik-baik saja, lagian aku masih malu bertemu Mas Arkan karena kejadian tadi.

"Adek ngapaiin?" kurasakan kepala Mas Arkan mendarat di pundakku, tangan kekarnya melingkar di perutku.

"Mau masak makan malam Mas, udah ah sana kepala Mas berat" lama-lama dengan posisi seperti ini bisa-bisa aku mati kehabisan nafas.

"Pesan makanan online aja dek" deru nafas Mas Arkan di leherku membuat kosentrasiku pecah.

"Masssss. Rindu lagi serius ni, jangan ganggu Rindu" sungutku sambil melepaskan pelukannya dariku.

"Mas juga serius, Adek jangan keras kepala terus, adek udah janjikan bakal dengar omongan Mas?. Kita pesan makanan online aja. Kalau Adek tetap masak, Mas nggak bakal makan masakan Adek. Mas mau mandi dulu, terserah Adek mau dengar omongan Mas atau nggak" kulihat Mas Arkan meninggalkan ku.

***

Meskipun aku sudah menuruti ke inginan Mas Arkan untuk memesan makanan online, tak ada sepatah katapun yang terlontar dari bibir Mas Arkan semenjak perdebatan kecil di dapur tadi, hanya dentingan piring dan sendok yang terdengar bergantian.

Rasanya begitu sesak dengan sikap Mas Arkan yang mendiamkan ku, apakah karena sifat keras kepalaku?. Rasanya lidahku begitu kelu untuk bertanya.

***

Setelah membereskan meja makan aku segera menuju kamar, tak ku lihat keberadaan Mas Arkan dikamar ini, Apa Mas Arkan diruang kerjanya?.

Kubaringkan tubuhku dikasur dengan posisi miring membelakangi pintu kamar, bayangan-bayangan kelam di masa lalu melintas di fikiranku, Apakah Mas Arkan yang dulu kembali lagi?. Perlahan cairan kristal bening merambat dari sudut mataku.

KREEEKKKK...

Ku dengar pintu kamar terbuka, segera ku hentikan tangisanku, aku tak ingin Mas Arkan merasa terganggu karena suaraku, perlahan Kurasakan pergerakan di ranjangku.

"Adek udah tidur?" kurasakan Mas Arkan memelukku dari belakang, perlakuan Mas Arkan sukses membuat darahku mendesir hebat.

"maafin sikap Mas ya. Mas cuma pengen adek dengerin omongan Mas, buang semua sifat keras kepala Adek. Mas cuma nggak mau Adek kecapek an, Adek tahukan tiap Adek nggak dengar omongan Mas, pasti Adek kenapa-kenapa. Mas juga pengen Adek menghargai Mas sebagai suami Adek, itu aja nggak lebih" kurasakan pelukan Mas Arkan makin kuat. Air mata yang sempat terhenti mengalir kembali.

Takdir PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang