part 9

9.1K 279 3
                                    

Entah apa yang menyebabkan mas Arkan berbeda hari ini. Ku rasakan pagi ini dia menjadi garang lagi. Mulai dari tatapan dinginnya sampai nada bicaranya yang tiba-tiba meninggi saat ku ungkapkan padanya bahwa hari ini aku ada keperluan. Secara tidak langsung dia seolah ingin aku memilih antara keperluanku atau kesembuhannya, pastilah aku melakukan apapun untuk kesembuhannya. Untung cinta aku mas, kalau nggak udah aku tabur sianida di teh yang sering kau minum mas.

Sungguh aku merasa tak enak hati dengan mas dimas, tapi aku lega, mas dimas tidak mempersalahakan itu semua. Bahkan kata mas dimas dia sendiri yang akan mengantar oleh-oleh untukku kerumah malam nanti.

***

Siang ini kami sudah berada di ruang terapi bersama dokter Rudi. Seperti biasanya kami di antar pak joko sopir pribadi keluarga wijaya.

"Selamat siang pak Arkan mbak Rindu" ucap Dokter Rudi, dan di balas anggukan dari mas Arkan. Dan kalau ada yang menanyakan kenapa Dokter nya manggil mbak, karena permintaanku. Kan gak lucu umur 19 tahun dah di panggil ibuk, ibarat bunga aku tu baru mekar gaes.

"Oya tumben pak Arkan minta di cepatin jadwal terapi nya, bukannya..."

"Kan dokter yang minta di majuiin, katanya besok mau acara. Masak lupa dok" potong mas Arkan sambil mengangkat kedua alisnya.

"Oh iya ya, saya lupa. Ya udah sekarang kita langsung saja ke proses terapinya. Hari ini pak Arkan udah bisa belajar berjalan. Di mulai dari belajar menahan tumpuaan pada kaki bapak. Bapak bisa berpegangngan pada alat-alat ini" jelas dokter Rudi, sambil menunjukkan alat-alat terapi untuk memudahkan mas Arkan berpegangan.

"Ya dok" balas mas Arkan.

"Ayo mbak di bantu pak Arkan berdiri, kalau mbak gak kuat, biar saya minta bantuaan suster" ucap dokter Rudi.

"Saya kuat kik dok, dah biasa kok hari-hari gak masalah" balasku langsung membantu mas Arkan berdiri dari kursi rodanya menuju pegangan untuk berdiri. Enak aja dokter Rudi nyuruh-nyuruh cewe lain buat megangin mas Arkan. Gak rela aku tu, palingan juga mereka bakal cari kesempatan sama mas Arkan, persis seperti yang aku lakukan. Hihi

"Eh...eh..eh mas" kurasakan badan mas Arkan sempoyongan hampir terjatuh.

"Kalau gak niat bantu gak usah, malah ngelamun" ucap mas Arkan ketus.

"Maaf mas" terbesit rasa bersalah di hatiku. Gara-gara menghayal kemana-mana hampir saja mas Arkan terjatuh.

"Ya udah sana" katanya padaku saat sudah berpegangan pada tumpuan. Selanjutnya dokter memberi penjelasan yang di balas anggukan oleh mas Arkan.

"Untuk tahap pertama ini terapinya cukup 30 menit saya pak" ucap dokter.

"Oya mbak, tolong di temani pak Arkan nya ya. Mana tau butuh bantuan, soalnya ini kan baru tahap pertama mungkin agak sulit. saya ada keperluaan dulu" jelas dokter Rudi.

"I..iya dok".

Kulihat mas Arkan begitu berusaha menopang badannya. Kulihat buliran keringat menembus pori-porinya. Perlahan kulihat dia mulai menggeserkan kakinya bergerak.

"Mas jangan di paksa dulu, kan kata dokter cukup belajar berdiri dulu" ucapku cemas.

"Bising" balasnya.

"Kok bising, itukan kata dokter. Kamu itu ya mas ngeyel, keras kepala. Pantasan aja gak ada yang betah sama mu, buat jadi istrimu aja orang mikir-mikir" ujarku jengkel.

"Kamu bisa diam tidak" bentak mas Arkan, sukses membuat jantungku hampir copot.

"Jangan sok-sok an kamu ceramahin aku. Emang kamu fikir aku sudi jadi suamimu kalau bukan karena paksaan. Kamu jangan lupa, kita bertahan di pernikahan ini hanya sampai aku sembuh. Jadi gak usah kamu ikut campur urusanku. Aku juga gak mau bergantung trus-trusan sama orang lain. Kalau kamu gak mau nemanin aku ya sudah, pergi sana jumpaiin pacarmu" ucap mas Arkan dengan emosi hingga kakinya sudah tak mampu bertumpu. Mas Arkan terduduk di lantai. Sungguh aku tidak bermaksud membuatnya marah. Aku hanya berniat bercanda seperti hari-hari sebelumnya. Tapi kenapa mas Arkan berbeda hari ini, dia terlihat emosi. Kutahan kristal di mataku.

"Mas, sini kubantu" ucapku lirih sambil membantunya berdiri, tapi mas Arkan malah menepis tanganku.

"Aku gak butuh bantuanmu" ucapnya sambil mendorongku hingga membuatku terduduk. Sungguh tak bisa kutahan kristal ini untuk tidak berjatuhan. Kata-kata mas Arkan begitu menyakitkan. Berlari aku keluar dari ruangan terapi meninggalkan mas Arkan sendiri.

"Ma, pa, cinta anakmu bertepuk sebelah tangan. Air mata ini berjatuhan lagi, Rindu gak kuat rasanya ma.  Mas Arkan masih belum membuka hatinya untuk Rindu. Apakah sesakit ini rasannya jatuh cinta?" ucapku lirih, sambil menatap bayangan diriku di cermin toilet rumah sakit ini.

"Kamu benar-benar ya mas, udah tua banyak tingkah lagi. Aku benci sama kamu mas. Aku gak bakal lagi cinta sama kamu, jahat. . Aku masih muda, masih cantik. Banyak laki-laki yang lebih baik dari kamu, Singa jantan, bangkotan, bujang lapuk"  umpatku sambil menghapus air mata yang bercampur dengan ingus yang terasa asin menggunakan tisu. Jangan bilang jorok gaes, kalian pasti pernah ngalamin juga kan.

"Mbak kalau teriak jangan disini. Ntar penunggu sini marah, toilet disini angker, ntar kesurupan loh" ucap seorang perempuan padaku, seperti nya cleaning service rumah sakit ini.

"Yang benar mbak?" tanyaku.

"Iya" jawab si mbak CS, langsung ku berlari keluar dari toilet.

***
Setelah puas menangis,  kurapikan penampilan yang acak-acakan, kemudian menuju ruang terapi tempat mas Arkan berada.
Ruangan nya kosong, kemana Arkan? Ya salam,  ternyata sudah 2 jam berlalu aku meratapi cinta yang bertepuk sebelah tangan. Pasti nya mas Arkan udah pulang. Trus aku harus bagaimana?

Takdir PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang