part 19

7.9K 239 3
                                    


Aku benar-benar muak dengan Rindu. Dia sama saja dengan perempuan-perempuan di luar sana. Untung saja perasaan yang kurasakan belum berubah menjadi rasa cinta dan sayang, kalau iya pasti aku akan merasakan sakit yang lebih dalam.

***
Pagi itu setelah pergi dari rumah dengan perasaan yang tidak karuan, aku langsung menyuruh Dani mengantarku ke apartemen, setelahnya langsung keperusahaan. Karena terburu-buru pergi dari rumah, aku lupa membawa laptopku. Sengaja aku meminta  Aku meminta Dani menjemputkannya kerumah agar tidak bertemu Rindu.

Saat Dani tiba diruanganku, kulihat dia tidak membawa laptopku, tapi dia mengeluarkan handphone nya dari kantong.

"Laptopnya mana Dan?" tanyaku penasaran.

"Tadi saya sudah kerumah Pak Bos, tapi saat saya sampai disana.." ucapnya terputus, aku semakin penasaran. Apa terjadi sesuatu terhadap Rindu?

"Apa yang terjadi? Istriku tidak kenapa-kenapa kan?" sungguh rasa cemas melanda hatiku, istri? Iya, Rindu adalah istri kecilku.

"Oh tidak Pak Bos, tapi disana ada laki-laki seumuran dia, sepertinya mereka mesra sekali, dan kalau Pak Bos tidak percaya, Pak Bos bisa lihat ini" katanya sambil menyodorkan handphone nya, disana ada video yang segera kuputar agar tidak penasaran.

Hatiku rasanya begitu remuk seketika, dada ini rasanya ingin meledak. Di video itu kulihat Rindu dan Dimas saling bercengkrama, terlihat Rindu begitu bahagia. Sedangkan bersama aku saja dia tidak pernah tertawa selepas itu. Bagaimana bisa setelah malam yang kami lewati dia lupakan begitu saja. Memang percakapan antara mereka tidak terdengar jelas di video itu. Sedikit sama kudengar ucapan dari mulut Rindu di video itu.

"...aku tidak ingin mempertahankan dia sebagai suamiku..." kata-kata itu begitu membuat emosiku di ubun-ubun. Kubanting handphone Dani kelantai sampai remuk.

Dani segera berpindah posisi berdiri di samping kursiku. Kurasakan kedua tangannya memijit pundakku.

"Sabar ya Pak Bos. Saya tidak menyangka pernikahan Pak Bos bakal seperti ini. Nggak usah di fikirin lagi, masih ada orang yang lebih peduli dan mencintai Pak Bos. Jangan sampai kehidupan Pak Bos hancur hanya karena perempuan".

"Kau tak usah ikut campur, segera keluar dari ruangan saya" bentakku sambil menyentak tangannya agar lepas dari pundakku.

Hatiku terasa begitu panas, padahal pagi tadi aku meneteskan air mata untuknya, sekarang dia buat hatiku tercabik.

"Dasar wanita sialan" umpatku. Kusambar gelas air minum di meja, rasa haus begitu mennderaku. Kupegang gelas itu dengan erat, tanpa kusadar darah mengalir dari sela-sela jariku, gelas di genggamanku remuk seperti hatiku.

***
Setelah beberapa hari berlalu, aku meminta pengecaraku mengurus perceraian kami. Pasti wanita itu akan bahagia bukan?. Tak ada satupun keluarga yang mengetahui masalah perceraian ini. Biar saja mereka tahu dengan sendirinya. Biar mertuaku tahu bagaimana murahan anaknya, biar orangtuaku tahu kalau menantu pilihannya tidak sebaik pemikiran mereka.

"Dasar wanita tidak tahu terimakasih. Tanpa bantuanku keluargamu sudah bangkrut jala*g" umpatku setelah menelvon pengacaraku.

TING!!
Terdengar notifikasi whatsApp dari handphoneku. Masuk sebuah pesan baru, dari nomor baru. Segera kubuka, sebuah video.

"Dasar jala*g" umpatku. Terlihat di video itu Rindu dan Dimas di sebuah rumah sakit, terlihat mereka memasuki ruangan Dokter, tertera di depan pintu itu Dokter Kandungan.

Tidak kusangka hubungan mereka sejauh itu, sampai-sampai jala*g itu hamil, kalau bukan karena hamil apa lagi. Aku fikir dia akan merasa kehilangan saat aku tak  pulang kerumah dan tak memberi kabar. Tapi perkiraanku salah!. Dia malah memanfaatkan momen itu untuk bermesraan sampai bunting dengan pacarnya. Jala*g tetap jala*g. Pantasan saja dia tidak pernah mencariku, atau sekedar menelvonku.

Keputusanku untuk menceraikannya semakin kuat.

***
Hari ini kulihat Rindu berdiri di depan pintu kerjaku. Dia terlihat agak kurus, tapi tak sedikitoun menghilangkan wajah teduhnya. Ada sedikit rasa yang bergejolak di hatiku, rasanya ingin aku memeluk, merengkuhnya di dalam dada ini. Tapi semua itu hanya angan, kenyataan menyadarkanku, wajah teduh itu hanya untuk menutupi kebusukannya. Apalagi sekarang dia sedang hamil anak pacarnya. Segera ku lepaskan pandangan darinya, kubuka berkas-berkas kerja yang sudah kuperiksa tadi untuk mengalihkan perhatiaan dari Rindu.

Kurasa undangan perceraian itu sudah diterimanya. Aku yakin dia pasti setuju, dan juga bahagia.

"Kamu, ada keperluaan apa kesini?" tanyaku tanpa menatapnya.

"A..aku.." aku yakin ada sesuatu yang ingin di bicarakannya.

"Kenapa?".

"Aku hanya ingin Mas menjelaskan ini" ucapnya spontan sambil menyodorkan amplop coklat, pastinya itu undangan dari pengadilan.

"Bukankah tidak lerlu di jelaskan lagi. Aku rasa kamu tidak lupa dengan kesepakatan yang kamu buat sendiri di awal pernikahan ini" jawabku tanpa menoleh wajahnya. Aku hanya merasa muak saja melihat wajah polosnya".

"Tapi.." belum sempat dia bicara langsung ku potong ucapannya. Aku yakin dia akan menanyakan tentang kejadiaan malam itu.

"Dan kamu tenang saja. Kejadiaan malam itu saya sendiri yang akan menjelaskan pada Dimas. Bahwa kejadiaan malam itu hanya sebuah kesalahan. Jadi kamu jangan khawatir".

"Sekarang kamu boleh Pergi. Dan jangan pernah mengganggu kehidupanku lagi. Aku tidak ingin melihat wajah sok polosmu itu lagi. Silahkan pergi, atau aku panggilakan keamanan" ujarku dengan nada ancaman.

"Tidak perlu, saya bisa sendiri. Jika itu semua kesalahan bagimu tidak masalah bagi saya Bapak Arkan yang terhormat. Saya sudah melupakan itu semua, dan jika bagimu kami adalah pengganggu, kamj akan menjauh darimu, dasar laki-laki bangs*t" ucapnya. Lalu pergi, dan disusul suara bantingan pintu yang keras.

"Saya bangs*t, kamu jala*g murahan".

Takdir PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang