part 18

8K 265 2
                                    


Aku fikir dengan menegaskan kata kami, bisa membuat Mas Arkan untuk menyadari kehadiran dari darah dagingnya di rahimku, aku fikir dia akan mengejarku seperti drama-drama yang pernah ku tonton, tapi perkiraanku salah. Bahkan sampai aku menunggu taxi online yang ku pesan tak kunjung tampak batang hidungnya.

Biar saja bila ada yang berfikir aku bodoh karena tidak langsung memberi tahu tentang kehamilanku. Asal mereka tahu saja niat awalku menjumpainya untuk memberi tahu itu semua, tapi entah kenapa saat mendengar kata kesalahan dari mulutnya, membuatku urung memberi tahunya. Jangan sampai dia berfikir itu hanya akal-akalan ku saja agak tidak di ceraikan. Ataupun jika benar dia percaya tentang kehamilanku, aku tidak ingin pernikahan ini bertahan hanya karena rasa kasihan, Aku tidak ingin orang-orang memberi tatapan iba padaku.

Entah kenapa, selama perjalanan pulang kerumah, aku merasa ada sebuah mobil yang mengikutiku. Mungkin hanya perasaanku saja.

***
Belum sampai langkahku menuju kamar, terdengar ketukan dari pintu depan. Makin lama ketukan itu menjadi semakin keras. Apa mungkin Mas Arkan yang datang?, tapi untuk apa dia mengetuk, bukankah dia punya kunci rumah sendiri?. Dengan hati yang masih bertanya-tanya segera aku menuju pintu depan. Kurapilan penampilanku saat sebelum membuka pintu, jangan sampai orang yang datang bertamu ini mengetahui kalau aku habis menangis.

PLAAAKK
Baru saja aku membuka pintu, Kurasakan tamparan yang begitu keras di pipi kananku, sudut bibir kananku terasa begitu perih, perlahan aku sentuh dengan ibu jariku, darah!. bibirku berdarah.

"Dasar jal*ng murahan, berani-beraninya kau membuat hidup orang yang aku cintai berantakan".

"Apa maksud anda tiba-tiba menampar saya?. Saya hanya mengenal anda sebagai asisten suami saya, bagaimana bisa anda berfikir saya mengganggu kehidupan anda, dan pasangan anda. Apa anda sudah gila" ucapku dengan nada tinggi seraya memegangi pipi yang terasa panas karena tamparannya.

PLAKKKK
Kali ini tamparan mendarat di pipi kiriku.

"Jangan pernah kau sebut lagi Arkan dengan sebutan suami. Apa kau lupa dia sudah mengirim surat cerai untukmu hah?" Dani terus memojokkan ku, sekarang dia mengcengkram daguku dengan kuat.

"Kalau ku tahu dia akan tersakiti karena ulahmu, tak kan kubiarkan dulu kau menikah dengannya. Sudah punya suami, masih saja kegatelan dengan laki-laki lain. Cuihhh" ucapnya sambil mendorong tubuhku hingga menabrak dinding dia juga meludahi wajahku. Rasanya tubuhku ingin remuk.

"Apa urusannya pernikahan saya dengan anda. Anda tidak berhak ikut campur" ucapku dengan berani, tetap ku tahan air mata ini agar tidak berjatuhan, jangan sampai dia berfikir aku takut, sehingga dia makin berani menyakitiku.

"Saya berhak ikut campur. Saya jauh lebih lama mengenal Arkan dari pada kau bocah bau kencur. Dan saya juga mencintai dia jauh sebelum kau mengenal dia" ucapnya dengan nada tinggi. Apa-apaan ini, bagaimana mungkin dia mencintai Mas Arkan.

"Cinta kata anda?. Cinta seperti apa yang di miliki oleh seorang laki-laki untuk laki-laki lain. Otak anda benar-benar tidak waras" cercaku.

"Jangan pernah kau menantangku. Sekarang pergi kau dari kehidupan Arkan, aku dan Arkan saling mencintai".

"Anda pasti berbohong, Mas Arkan laki-laki normal. Kalau anda mau menjadi g*y, tidak usah bawa-bawa Mas Arkan" sungguh aku tidak percaya dengan kata-kata yang terucap dari bibir asisten Mas Arkan ini.

"Jaga mulutmu, kalau kau tidak juga pergi dari hidupnya Arkan, akan kubuat kau menyesal seumur hidup" sekarang tangannya sudah berhasil menjambak rambutku lalu menyentak tubuhku, kurasakan kram di perutku.

"Lepaskan tangan kotormu dari Rindu" Terdengar suara lantang dari depan pintu. Mas Dimas datang dan memaksa tangan Dani untuk melepaskan cengkramannya.

"Waw, ternyata kalian benar-benar pasangan serasi. Yang satu perempuan bersuami tidak tahu malu, yang satu lagi laki-laki lajang yang tidak tahu diri" ucap Dani dengan nada mengejek.

BUGGHH!!!
Aku melihat Mas Dimas memberi bogeman tanpa henti di wajah Dani. Tubuhku dan hatiku sama-sama remuk keduanya. Sudah tak bisa kutahan air mata ini, samar kulihat Mas Dimas tidak henti mengahajar Dani tanpa perlawanan yang berarti.

"Sekarang pergi kau dari sini, jangan pernah mengganggu Rindu, atau kau berurusan denganku" bentak Mas Dimas.

"Awas kalian berdua" ancam Dani sambil berlalu keluar rumah.

"Kamu tidak apa-apa dek?" tanya Mas Dimas sambil membantuku berdiri.

"Tidak apa-apa Mas" aku tidak ingin membuat Mas Dimas khawatir.

"Kenapa kamu berbohong selama ini sama Mas?".

"Kenapa kamu menyembunyikan tentang penderitaan kamu selama ini?" tanya Mas Dimas. Sungguh aku tak mampu menjawab pertanyaan yang dilontarkan Mas Dimas, hanya air mata yang terus mengalir.

"Jawab Rindu, Mas tidak mau ada yang menyakiti adik Mas" ucap Mas Dimas sambil mengangkat wajahku agar menatapnya.

"Arkan benar-benar brengsek, beraninya dia menyuruh temannya untuk menyakitimu. Lihat sekarang pipimu memar, bibirmu terluka. Mas harus bikin perhitungan dengan dia". Kulihat Mas Dimas mengepalkan tangannya lalu segera menuju pintu. Aku tahu pasti dia akan menemui Mas Arkan. Aku tahu Mas Dimas bisa dengan mudah membalas luka di wajahku pada Mas Arkan, sejak masa sekolah Mas Dimas sering memenangkan olimpiade taekwondo. Entah mengapa ada satu sisi di hatiku tidak ingin melihat Mas Arkan terluka. Hormon kehamilan ini membuat perasaanku bisa berubah kapan saja.

"Mas jangan, Rindu mohon. Jangan jumpai Mas Arkan. Please Mas" segera kuhadang langkah Mas Dimas.

"Kamu diam aja dirumah, kali ini Mas nggak bisa diam. Mas pamit dulu" ujarnya sambil membelai rambutku.

***
Aku tidak pernah terfikir tentang masalah yang kuhadapi setelah menikah. Aku fikir menikah itu akan memberi kebahagiaan, aku fikir akan ada yang sosok yang selalu melindungiku disaat terluka. Tapi kenapa itu semua hanya menjadi khayalan kosong saja. Apa salahku tuhan?.

Tentang Asisten Mas Arkan, rasanya otakku sudah tidak mampu lagi untuk berfikir. Apa benar mereka saling mencintai, kalau benar berarti Mas Arkan juga seorang g*y, pantasan saja dia tidak pernah sedikitpun tertarik padaku, sampai dengan mudahnya dia mengatakan malam itu adalah kesalahan.

Rasanya dada ini benar-benar sesak mengetahui ini semua.

"Kamu jahat Mas" teriakku di ruanh tengah.

Setelah puas menangis aku langsung menuju kamar. Bukankah dia tidak ingin melihat aku lagi?. Akan ku turuti maunya, aku akan pergi dari hidupnya.

Segera ku kemasi barang-barangku, ku tatap satu persatu barang yang ku kemasi, tak ada satupun pemberiaan Mas Arkan. Miris, dari awal pernikahan tak pernah sekalipun aku menerima pemberiaan atau hadiah dari Mas Arkan, bukan karena aku menolak, tapi memang Mas Arkan tidak pernah memberi. Jatuh cinta membuatku begitu bodoh.
Sekarang aku semakin yakin dengan ucapan Dani asistennya, kalau Mas Arkan seorang g*y.

"Kita pergi ya Nak, bunda janji bakal jagaiin kamu" ku elus perut yang masih rata ini.

Takdir PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang