part 25

8.6K 269 6
                                    

Perlahan kulihat kedua perawat itu melepaskan semua alat medis pada tubuh istriku. Meskipun berat rasanya menerima kenyataan pahit ini aku harus kuat. Tubuh ini rasanya begitu lemas, kusandarkan kepalaku pada sisi kiri perut istriku, kekecup satu persatu jari lentiknya.

"Mas sayang kamu Rindu, sangat. Tapi Allah lebih sayang kamu sayang. Jika memang kamu harus pergi Mas ikhlas sekarang, tunggu Mas disana ya sayang" ucapku pelan.

"Kita harus ikhlaskan Rindu Nak, ayok kita harus mengurus  kepulangan Rindu kerumah, tidak baik dalam Agama kita bersedih lama-lama" ucap Mama padaku.

"Mas pergi bentar sayang, Mas sangat mencintaimu" kuucapkan kata cinta untuk pertama kalinya kepada istriku, lalu ku kecup sekilas bibir mungilnya.

Kulihat kedua perawat itu masih sibuk mencopot alat medis pada tubuh istriku. Baru beberapa langkah kakiku dari tempat tidur Rindu, aku dan Mama widya serentak menoleh kebelakang saat mendengar bunyi dari monitor ICU.

Tut...tut...tut...tut... Monitor Icu kembali berbunyi garis disana mulai bergelombang lagi, kedua perawat yang bertugas begitu kaget, sepertinya mereka belum selesai melakukan tugasnya.

"Pasang kembali alat di tubuh istri saya, istri saya masih hidup.  Cepat... Cepatttt.. Panggilkan Dokter" perintahku pada kedua orang perawat.

Segera ku genggam kembali tangan istriku, terasa begitu hangat.

"Terimakasih ya Allah, istriku kembali" isakku menjadi-jadi. Harap-harap cemas, aku takut ini hanya mimpi.

Perlahan kulihat kelopak mata istriku bergerak, lalu terbuka dengan sempurna.

"Kamu sudah bangun sayang?. Tunggu sebentar, Dokter akan datang" ucapku dengan senyum, meskipun air mata tetap meleleh di mataku.

Kulihat Dokter sedang melakukan pemeriksaan, terlihat pandangan takjub, seakan tidak percaya dengan apa yang terjadi pada istriku.

"Alhamdulillah Pak, istri Bapak kembali. Dan setelah saya lakukan pemeriksaan tidak ada hal yang perlu di khawatirkan lagi. Bu Rindu sudah melewati masa kritisnya, dan dari pemeriksaan Bu Rindu sudah bisa di pindahkan keruangan perawatan" Jelas Dokter padaku.

"Terimakasih Dok".

"Kalau begitu saya permisi dulu" hanya ku balas dengan anggukan. Fokus ku tertuju pada istriku.

"Ma, Arkan bahagia Ma, ternyata Allah dengar do'a Arkan Ma, istri Arkan kembali Ma, anak Mama kembali lagi Ma" ucapku dengan isak pada Mama Widya, tanganku tetap menggenggam tangan istriku.

"Iya nak, semoga Rindu cepat sembuh" Terlihat tangis bahagia dari mata Mama.

"Sayang..." rasanya lidahku begitu terlatih untuk mengucapkan kata-kata sayang pada istriku, aku yakin istriku pasti bingung, terlihat dari ekspresi wajahnya. Meskipun belum ada sepatah matapun keluar dari mulutnya, Aku tetap saja bahagia, tak bisa kusembunyikan senyuman bahagia ini.

***
Dari tatapan Rindu, sepertinya dia tidak nyaman dengan kehadiranku. Semenjak dia sadar, tak sepatah katalun terlontar dari bibirnya. Dia hanya berbicara kepada seluruh keluarga yang berkunjung, tapi tidak denganku.

Aku merasa tersisih, sendiri. Apa Rindu begitu benci padaku?. Saat Dia mengetahui anak kami meninggal, terlihat dia tidak begitu kaget, dia menerima. Sempat ke dengar kata yang terlontar dari mulutnya, hatiku rasanya begitu tersayat.

"Lebih baik mereka bahagia di syurga Ma, dari pada mereka harus menerima kenyataan tidak memiliki seorang ayah seperti harapan mereka" ucap Rindu pada Mama, Rindu hanya melirik dengan tajam padaku.

Setiap ada kebutuhan, Rindu hanya berbicara pada Mama atau keluarga lainnya. Aku merasa tidak di butuhkan, aku merasa terbuang. Aku sadar kelakuan ku selama ini sangat melukai dia, pantas istriku membenciku.

***
Siang ini kami hanya berdua di kamar ini. Aku duduk di sofa kamar tidur ini, aku hanya bisa menatap Rindu dari sini. Saat mendekat aku merasa Rindu seperti terancam karena kehadiranku, lebih baik aku menjauh.

Terdengar ketukan pintu dari luar, masuk seorang perawat yang mengantarkan makan siang untuk istriku.

"Selamat siang Bu, ini makan siang hari ini. Mohon di habiskan ya bu" ujar sang perawat, kulihat istriku memberi anggukan serta tersenyum. Senyuman yang sangat kurindukan, tapi tidak kudapatkan sendiri dari istriku, hatiku pilu.

Aku berinisiatif untuk menyuapi Rindu makan, jangan sampai dia kelaparan, kalau nungguin Mama, nasinya pasti keburu dingin, perlahan kulangkahkan kaki menuju ranjangnya.

"Mas suapin ya Dek, kalau nungguin Mama ntar makanannya keburu dingin. Kalau udah makan kamu kan bisa langsung minum obat" jelas terdengar ucapan yang kulontarkan dengan suara bergetar.

"Dibuka mulutnya dek" ucapku saat sendokan pertamaku berada di depan mulutnya.

PRANGGGG!!!

Rindu menangkis tanganku, hingga sendok dijemariku terjatuh, tak hanya itu dia juga dengan sengaja membuat piring di tanganku terjatuh.

Air mata yang selalu kutahan agar tidak berjatuhan semenjak istriku tidak menyukai kehadiranku akhir nya berjatuhan. Hatiku begitu hancur melihat penolakannya.

"Maaf..., kalau adek tidak suka, adek bisa ngomong langsung sama Mas. Kalau begini cara adek menghukum Mas, Mas ikhlas dek. Mas sadar selama ini Mas sangat menyakiti Adek, Mas juga penyebab anak kita meninggal. Adek boleh benci Mas, tapi jangan usir Mas dari kehidupan Adek, Mas nggak bisa" tangisku berubah menjadi isak, tak ada respon dari ucapakanku. Segera ku bersihkan makanan yang bercecer di lantai. Hatiku begitu hancur sama seperti piring yang sudah berubah menjadi beling di lantai ini.

Takdir PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang