"Ih, baju kita samaan!" teriak Keyla begitu melihat dokter Nata yang kini berdiri di depan pintu rumahnya. Elsa juga terkejut sebenarnya. Pasalnya mereka bertiga kini mengenakan pakaian dengan warna yang senada. Dokter Nata memilih mengenakan celana bahan warna putih dengan kaos putih serta kemeja berwarna biru pastel yang sengaja tak dikancing. Keyla mengenakan setelan kemeja blouse biru pastel, tiga per-empat lengan serta celana jogger berwarna putih. Sedangkan Elsa mengenakan setelan baju jaring-jaring berwarna biru pastel lengkap dengan dalaman tanktop putih serta celana jeans putih.
"Kenapa celananya pada putih semua, sih?" tanya Elsa. Sebal matanya melihat semua orang kini mengenakan celana berwarna putih.
"Berani kotor itu baik!" seru dokter Nata yang sama sekali tak memberi jawaban. Keyla sudah tertawa di tempatnya, diikuti Elsa yang lama-lama juga tertawa.
Akhirnya, mereka berangkat dari rumah Keyla menuju ke tempat rekreasi yang diidam-idamkan dokter Nata. Taman Safari, katanya. Mereka pergi ke Bogor pukul setengah empat sore. Di perjalanan semuanya aman-aman saja. Bahkan Elsa sudah lebih dulu menyelam ke dunia mimpi di dua puluh menit pertama perjalanan mereka. Elsa memang begitu. Dokter Nata sibuk menyetir dan Keyla juga sibuk foto sana-sini dengan gaya yang berbeda. Mau pamer, katanya. Lumayan bisa jalan-jalan dengan dokter residen.
Perjalanan mereka cukup memakan waktu yang lama karena ada yang namanya macet. Elsa, sih peduli-peduli tidak soal macet. Kesadarannya yang masih diambang batas antara dunia mimpi dan dunia nyata itu membuatnya tak menaruh perhatian lebih dengan kemacetan yang ada di depan mata. Berbeda dengan Keyla yang mau misuh-misuh saja rasanya. Kesal melihat kemacetan yang terpampang jelas di depan mata. Dokter Nata jelas santai, sudah biasa katanya. Dokter Nata itu sudah pernah merasakan jalanan macet yang sampai membuat mobilnya tak bergerak sama sekali dan ia juga sudah pernah merasakan jalanan yang sepi sampai rasanya ia bisa jadi pembalap mobil F1.
Kemacetan itu terus berlanjut hingga beberapa menit sebelum akhirnya mereka bisa dengan santai kembali menghadapi jalanan. Keyla sudah tertidur di tempatnya, Elsa juga masih setia dengan matanya yang tertutup. Tersisa dokter Nata yang masih menyetir. Ya, iya menyetir. Kalau sampai dokter Nata tidur, nanti siapa yang menyetir?
Pukul enam sore mobil dokter Nata sampai di tempat. Sang dokter terpaksa membangunkan kedua teman kecilnya ini karena mereka sudah sampai. Tak tega sebenarnya, tapi gimana? Masa sudah jauh-jauh ke Bogor malah tidur?
Akhirnya, kedua teman kecilnya ini terbangun dengan kesadaran yang masih pas-pas-an. Mereka keluar dari mobil dan memilih untuk mencari makan dulu di dalam. Lapar, katanya. Apalagi dokter Nata, sudah lapar tingkat dewa. Mereka akhirnya memesan makanan dan menghabiskan waktu di sana sampai pukul tujuh kurang lima belas menit. Menyantap makanan, mengumpulkan nyawa yang sempat hilang--khusus untuk Keyla dan Elsa, serta berbincang-bincang tentang apa saja yang akan mereka lakukan di Taman Safari.
"Pokoknya, safari malam enggak boleh hilang dari list." Itu dokter Nata yang bilang. Kedua teman kecilnya ini mengangguk sembari meminum minuman masing-masing yang ada di meja. Makanan mereka sudah tandas, yang tersisa hanyalah minuman serta piring-piring kosong yang belum dipindahkan.
"Aku mau ke rumah hantu, dong!" seru Keyla semangat. Elsa juga mengangguk mengiyakan, setuju dengan usul Keyla barusan.
"Sama nonton fire dance! Lucu kali, debus-debus gitu," tambah Elsa yang langsung diiyakan juga oleh Keyla. Dokter Nata, sih oke.
Akhirnya mereka pergi meninggalkan tempat makan dan pergi ke wahana yang akan mereka datangi pertama. Tanpa buang-buang waktu, dokter Nata mengajak keduanya untuk pergi ke rumah hantu lebih dulu. Mumpung belum terlalu malam juga. Keyla dan Elsa pun mengikuti. Ikut saja apa kata dokter Nata. Dia, kan yang paling tua.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Bar Bar
Teen FictionIni cerita dokter Nata dan dua kawanannya, ditambah dokter Faris yang entah datang dari mana. ©mochikuchim 2020