Nata memijat pangkal hidungnya. Badannya lemas karena belakangan ini dirinya cukup sibuk di rumah sakit. Ada banyak operasi yang harus ia jalani hingga dirinya lupa untuk mengurus diri sendiri. Beruntungnya hari ini, ia diperbolehkan untuk beristirahat sejenak. Jadilah, ia memilih untuk masuk ke ruang dokter dan menyenderkan punggungnya di kursi.
Di luar hujan turun tak begitu deras, hanya rintik-rintik kecil, namun tetap mengundang Nata untuk mencibir. Hujan itu menyulitkan, ia tak suka hujan. Ia tak suka sensasi ketika hujan mengenai kepalanya, membasahi hampir sebagian tubuhnya, dan dengan sengaja membuat jalanan jadi lebih sulit untuk dilewati dengan hanya berjalan kaki.
Nata menghembuskan napasnya kasar. Sesekali melihat ke arah jendela yang kini ikut menjadi korban tetesan hujan. Airnya menetes di kaca jendela ruangannya, turun ke bawah dan hilang begitu saja. Nata pernah dengar dari mereka-mereka yang mencintai hujan, bahwa hujan adalah salah satu hal yang paling menenangkan. Adalah salah satu hal yang membuat mereka berpikir akan kehidupan. Banyak filosofi hujan yang ia dengar dari mereka di luar sana yang begitu mengagungkan cara kerja hujan. Salah satunya adalah hujan selalu datang, tanpa pernah menyesal bahwa ia akan selalu jatuh. Nata hapal betul kata-kata itu karena semasa ia sekolah, banyak sekali teman-temannya yang menggunakan kata-kata itu saat dirinya sedang dilanda patah hati yang benar-benar patah. Sekarang kalau dipikir-pikir, memang benar. Hujan selalu datang meski tahu dia akan selalu jatuh di tiap kedatangannya. Tapi, banyak manusia yang suka. Banyak manusia yang begitu mengagungkan hujan. Katanya, sensasi setelah hujan turun adalah yang terbaik. Itu juga yang dikatakan oleh Keyla saat ia menanyakan tentang kenapa gadis itu menyukai hujan.
Keyla pernah bilang kalau hujan itu benar-benar menenangkan walau kadang datang dengan ikut membawa kenangan-kenangan di tiap tetesannya. Segala hal saat hujan turun akan terasa begitu berarti untuk diingat. Dan Keyla benar. Buktinya, kini Nata termenung di kursi dokternya. Melihat bagaimana hujan turun dengan damai meski percikannya membuat bising. Tapi, itu suara alam yang menyenangkan. Sama sekali bukan gangguan.
Kedua ujung bibirnya tertarik begitu teringat kali pertama dirinya dan kedua gadis itu bertemu. Keyla yang paling semangat saat itu, mengenalkan Elsa yang masih malu-malu padanya. Nata lagi-lagi tersenyum. Bisa-bisanya perkataan Keyla tentang hujan itu benar adanya. Segala macam memori seakan berlomba-lomba untuk mendobrak pintu memorinya di dalam sana.
Kepalanya tertunduk sebentar sebelum akhirnya kembali pada posisi semula. Dirinya rindu. Rindu semua hal tentang pertemanannya dengan dua gadis kecil yang tiba-tiba masuk ke dalam hidupnya. Ia rindu suara Keyla, ia rindu kehadiran Elsa, ia rindu semuanya. Tapi, belakangan ini keduanya sama sekali tak bisa dihubungi. Nata bahkan menelepon Elsa hampir ratusan kali, namun jawabannya nihil. Pun dengan Keyla. Gadis itu seperti hilang ditelan bumi. Nomornya mendadak tidak aktif.
Ia menghela napasnya berat. Harusnya sekarang ia bisa bertemu dengan gadis-gadis itu, bercerita banyak hal tentang pekerjaannya yang melelahkan. Tapi, ia sama sekali tak bisa menghubungi mereka berdua.
"Mereka lagi pada sibuk apa coba? Kenapa, sih? Kayak gue doang yang enggak tau apa-apa," keluh Nata sambil melirik salah satu aplikasi chattingnya, yang hingga saat ini tak kunjung datang balasan dari kedua gadisnya itu.
Nata memejamkan matanya, sebisa mungkin memperbaiki kondisi hatinya yang entah kenapa menjadi berantakan usai libur kemarin. Ah, kenapa jadi asing begini? Lagi-lagi ia menghela napasnya kasar. Seakan muak dengan keadaannya yang seperti ini. Ia marah sebenarnya, marah karena tak ada satu pun dari dua teman kecilnya itu yang datang padanya di saat ia butuh untuk didengar. Nata lelah hari ini. Walaupun terdengar seolah-olah ia tidak profesional, tapi Nata benar-benar lelah. Ia butuh dua gadisnya untuk menjadi pendengar. Tapi, keduanya justru seperti hilang ditelan bumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Bar Bar
Teen FictionIni cerita dokter Nata dan dua kawanannya, ditambah dokter Faris yang entah datang dari mana. ©mochikuchim 2020