"Huhu, dok... Aku cape banget ini belajar enggak maju-maju."
Nata mendudukan dirinya di kursi. Ia baru saja selesai follow up pasien bersama salah satu koass yang kebetulan berjaga. Begitu dirinya memeriksa ponsel, ada lebih dari lima panggilan tak terjawab dari Keyla. Tanpa basa basi, Nata langsung menghubungi Keyla lagi. Tak biasanya gadis itu menghubunginya pagi-pagi begini. Ketika berhasil dihubungi, Keyla langsung berkata bahwa ia lelah belajar seharian. Materi yang ia pelajari tak pernah maju-maju, selalu stuck di situ.
"Kamu udah belajar dari jam berapa emang? Hm?" tanya Nata lembut. Ia tahu betul jika Keyla pasti belajar mati-matian tiap hari hanya untuk masuk kuliah. Jadi anak yang melewatkan kuliah satu tahun itu sama sekali tak enak, katanya.
"Dari jam empat. Semalem aku ketiduran abis teleponan sama Elsa, dengerin curhatan dia soalnya sedih abis nonton drama. Gimana ini, dok? Huhuhu...."
Nata tersenyum begitu mendengar keluhan Keyla. Lucu menurutnya. Jarang-jarang gadis itu mengeluh tentang hal-hal sepele begini. Biasanya, Keyla tak pernah sekalipun mengatakan bahwa belajar itu susah, melelahkan. Ya, pernah, sih. Tapi, tak pernah sampai sebegininya.
"Maunya gimana? Mau dibeliin Kokumi?" tawar Nata. Keyla menggeleng di sana.
"Enggak. Itu, mah Elsa sama dokter Faris. Langganan banget beli Kokumi," jawab Keyla yang langsung dapat kekehan kecil dari Nata. Memang benar, sih. Faris setiap ditanya mau ke mana, selalu jawab, "Mau beli Kokumi buat Elsantik."
BUCIN!
"Terus, gimana?"
Nata juga samanya. Sama-sama bucin!
...
Elsa menggandeng tangan dokter Faris ke arah gerobak martabak mini yang ada di depan kampusnya. Hari ini, dokter Faris menjemputnya. Habis itu langsung pergi ke mall karena mereka ada janji bersama Keyla dan juga dokter Nata.
Mang Iwan, pegadang martabak sudah hapal betul apa yang akan Elsa pesan. Tapi, tatapannya langsung jatuh pada dokter Faris yang seakan berpikir ketika melihat daftar menu yang tertempel di sisi gerobak.
"Si Masnya mau pesen apa?" tanya Mang Iwan. Dokter Faris masih terlihat berpikir tentang pilihan menu yang akan ia pilih. Padahal, apa sih istimewanya? Sama saja. Dokter Faris saja yang kadang melebih-lebihkan.
"Mau beli enggak, dok? Aku yang traktir," kata Elsa yang langsung mengalihkan seluruh atensi dokter Faris.
"Gimana kalau kamu jadi pacar aku aja sekarang?" tawar dokter Faris asal. Elsa yang mendengar langsung buru-buru memukul lengan dokter Faris, membuat sang dokter tertawa begitu saja.
"Mang, saya enggak mau beli martabak. Maunya beli hati anak ini, tapi susah banget. Mahal," kata dokter Faris pada Mang Iwan dengan lirikan-lirikan dramatis ke arah Elsa yang kini sudah kesal setengah mati.
"Loh? Si Masnya belum pacaran sama Neng Elsa?" tanya Mang Iwan balik. Dokter Faris menggeleng. Ekspresinya dibuat sesedih mungkin. Yakin, ini. Kalau saja tak ada Mang Iwan, Elsa bisa menedang jauh-jauh dokter Faris sampai ke Afrika.
"Pantes sih, Mas. Neng Elsa cewek mahal," balas Mang Iwan yang langsung dihadiahi teriakan tak terima dari Elsa.
...
"Kapan, anjir jadiannya?! Lama betul!"
"Sombong yang udah jadian, mah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
We Bar Bar
Teen FictionIni cerita dokter Nata dan dua kawanannya, ditambah dokter Faris yang entah datang dari mana. ©mochikuchim 2020