"Nat, lo seriusan putus sama Natasha? Anjay! Gue enggak nyangka kalau pasangan se-adem kalian bisa putus!" seru Bambang--teman seper-residenannya yang lain. Tangannya bahkan sampai memegang kepala seolah pusing dengan gestur tubuh yang dibuat berlebihan ketika mendengar berita bahwa pasangan paling fenomenal itu berpisah. Ya, dia memang sebelas dua belas sama Faris.
"Berisik, Bang. Sumpah, gue pusing." Nata memijit pangkal hidungnya. Kepalanya berdenyut-denyut sejak pagi tadi. Rasanya, Nata mau jadi mail saja kalau begini ceritanya.
"Kok, bisa putus sih? Terus sekarang Natasha kemana?" tanya Bambang lagi.
Nata sebenarnya malas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Bambang ini. Dirinya sedang tidak dalam mood yang baik untuk sekedar mengeluarkan suara. Bahkan, kalau bisa Nata ingin resign saja jadi residen. Tapi, ya kali??? Lebay sekali dirimu, Nata.
"Mending lo anamnesa pasien aja deh, Bang. Daripada anamnesa gue begini," balas Nata kesal. Bukan Bambang namanya kalau langsung menyerah di detik itu juga. Siapa, sih yang enggak kenal Bambang? Kelakuannya yang sebelas dua belas sama Faris ini membuat dirinya hampir dikenal oleh seluruh penghuni rumah sakit. Kalau dibuat duo bareng Faris, rumah sakit pasti langsung geger.
"Kok, gitu? Gue lebih tertarik anamnesa lo ketimbang pasien, Nat. Tau enggak kenapa?" tanya Bambang lagi. Nata cuma menggeleng malas. Seriusan, temannya ini enggak ada kerjaan lain atau gimana?
"Soalnya, lo punya potensi buat di op, Nat. Hati lo bisa aja udah kehilangan caranya untuk berfungsi di dalam sana di detik waktu Natasha bilang kalian selesai. Organ lo udah mati di dalam selama dua hari ini dan lo belum sadar--"
"Bacot, ah!" potong Nata dan langsung pergi begitu saja meninggalkan Bambang yang malah diam di tempat.
Nata mau pulang sebenarnya. Mau bilang ke Mama kalau hubungannya dan Natasha sudah berakhir sejak satu hari yang lalu. Tapi, mana tega? Mama dan Natasha sudah kelewat akrab, masalahnya. Kalau Nata datang dan tiba-tiba bilang hubungan mereka berakhir, apa katanya?
Laki-laki itu berjalan keluar rumah sakit, mau mencari angin katanya. Tapi, kakinya justru membawa dirinya menuju ke minimarket di depan rumah sakit. Kayaknya, ia rindu suasana minimarket. Atau justrh rindu sapaan selamat pagi dari kasirnya?
Nata berdiri di depan pintu cukup lama, hingga ia tersadar sendiri dan mulai berjalan menuju rak-rak makanan. Seakan sedang bernostalgia ketika ingatannya kembali melayang pada Keyla dan Elsa. Tiba-tiba begini? Yang jelas, Nata juga tidak paham. Tapi, ketika dirinya melihat satu bungkus rumput laut siap makan, ia ingat Keyla. Ingat bagaimana anak itu merengek ingin makan rumput laut itu lagi ketika dirinya masih menjadi pasien di rumah sakit. Lalu, ketika matanya bersitatap dengan bungkusan ciki berwarna oranye dan gambar stik-stik panjang kecil dengan warna yang serupa, dirinya malah teringat Elsa. Gadis itu selalu membeli ciki oranye tiap kali datang ke minimaket. Katanya, murah dan isinya banyak.
Dari sekian banyak ingatan yang muncul, tak ada satupun milik Natasha. Entah karena waktu yang mereka habiskan berdua itu tak terlalu banyak, atau karena memang Nata tak pernah pusing untuk sekedar mengingatnya lagi.
Akhirnya, setelah lama bernostalgia, ia mengambil satu buah ciki oranye dan juga satu bungkus rumput laut siap makan. Kakinya berjalan menuju ke kasir, namun pandangannya menangkap eksistensi seseorang yang kini berdiri di depan lemari eskrim. Sibuk memilih kira-kira mana eskrim yang akan ia ambil.
Nata mengganti tujuannya, menghampiri perempuan yang kini masih asik menatap eskrim-eskrim yang ada di sana. Sesekali tangannya menunjuk-nunjuk pada salah satu eskrim yang menarik perhatiannya.
"Keyla?" panggil Nata. Yang dipanggil menoleh. Tergambar jelas di wajahnya ekspresi terkejut begitu melihat Nata berdiri di belakangnya. Mata Keyla bergerak gelisah seakan menghindari presensi Nata di depannya kini. Tapi, sial. Ia bahkan bingung harus melihat ke arah mana lagi.
...
Keyla merutuki dirinya sendiri karena dengan mudahnya diboyong dokter Nata pergi dari minimarket beberapa menit yang lalu ke sebuah kafe yang letaknya tak jauh dari sana. Bukannya apa, Keyla masih belum terlalu siap untuk berhadapan dengan dokter Nata.
"Apa kabar?" tanya sang dokter pada dirinya. Keyla hanya menjawab dengan senyuman tipis yang canggung. Karena--sumpah demi apapun, suasana seperti ini benar-benar canggung. Rasanya Keyla ingin lari yang jauh agar tak perlu duduk berhadapan dengan dokter Nata begini.
"La, maaf ya."
Keyla mendongakan kepala, menatap dokter Nata yang kini hanya memberikannya senyuman tipis. Keyla tak tahu harus berbuat apa, ia juga tak mengerti arti dari kata maaf yang dokter Nata ucapkan barusan. Bukannya, ia yang harusnya minta maaf?
"Saya udah bohongin kamu tentang Natasha," katanya lagi. Keyla yang masih tak mengerti, lebih memilih bungkam. Seakan memberikan dokter Nata kesempatan untuk berbicara.
"Saya udah punya pacar, dia Natasha. Kita udah pacaran selama lima tahun dan saya enggak pernah kasih tau kalian tentang itu. Saya enggak tau kalau ternyata kalian harus tau fakta ini dengan sendirinya tanpa dengar apa-apa dari saya. Saya juga enggak tau apa-apa waktu kalian berantem karena saya."
Keyla menahan napasnya begitu dokter Nata menyinggung tentang pertengkaran antara dirinya dan Elsa. Sumpah, Keyla bahkan sudah melupakan hal itu. Ia tak ingin berlarut dalam kesedihan dan melupakan segala macam konflik yang terjadi antara dirinya dan Elsa. Meskipun ia belum pernah bertemu Elsa lagi sejak keduanya bertemu di salah satu kedai kopi kala itu.
"Saya minta maaf, ya? Kemarin, saya putus sama Natasha. Pikiran saya lagi kacau banget, lagi enggak bisa diajak mikir keras. Tapi, waktu itu Faris datang, terus bilang kalian berantem. Dan itu yang jadi alasan kenapa kalian susah banget buat dihubungi. Maaf, ya? Pertemanan kita malah rusak gara-gara masalah sepele kayak gini," katanya lagi. Keyla masih betah diam, karena sejujurnya ia juga bingung harus apa. Ia tak tahu harus senang atau sedih ketika mendengar dokter Nata putus dengan kekasihnya.
"Saya juga bingung, La. Lima tahun saya punya hubungan sama Natasha dan itu enggak cukup untuk meyakinkan saya kalau Natasha itu orang yang tepat. Dia bilang dia ragu karena saya enggak pernah punya niatan untuk serius sama dia. Dan dalam hati, saya juga ragu. Kenapa saya enggak bisa ajak dia untuk serius, setelah lima tahun hubungan kita?" Dokter Nata menarik napasnya dalam-dalam, sebelum akhirnya kembali berbicara. "Kata Faris, saya kemana aja selama ini? Saya mikirin siapa sampai bisa enggak yakin ke hubungan saya sendiri. Yang ada di pikiran saya justru kalian, kamu sama Elsa. Hampir setiap hari, saya sama kalian. Natasha enggak pernah punya waktu untuk itu dan kalian selalu ada gimanapun kondisinya. Saya enggak mau main asal nyimpulin, tapi selama ini pikiran saya emang tertuju ke kalian. Terlebih kamu, La."
Keyla lagi-lagi terdiam. Ia sedikit terkejut ketika dokter Nata mengatakan hal itu. Kenapa? Kenapa harus dirinya?
"Kamu orang pertama yang saya kenal ketimbang Elsa. Tapi, bukan berarti sayang saya ke Elsa itu beda. Saya lebih prioritasin kamu, karena kamu pernah jadi pasien saya. Itu yang saya pikirin dulu. Tapi, lambat laun semuanya jadi aneh. Saya khawatir sama kamu tiap kamu sakit, saya khawatir waktu kamu enggak angkat telepon saya. Saya bawel ke Elsa, nanyain kamu dimana. Saya khawatir, La."
Dokter Nata menatap Keyla tepat di matanya. Keyla mencoba untuk mencari sebuah kebohongan di dalam sana. Takut kalau dokter Nata hanya memanfaatkan situasinya yang baru saja putus dengan Natasha dan datang pada Keyla karena merasa kesepian. Siapa yang tahu?
"Coba kamu kasih tau saya, kalau yang saya rasain ini salah. Kalau segala kekhawatiran saya belakangan ini cuma efek dari pertemanan kita yang terlalu dekat. Coba, yakinin saya, La."
...
huhuhu

KAMU SEDANG MEMBACA
We Bar Bar
Teen FictionIni cerita dokter Nata dan dua kawanannya, ditambah dokter Faris yang entah datang dari mana. ©mochikuchim 2020