Dispatch

38 3 2
                                    

warning!

ini bakalan boring banget serius:)

...

"La, aku mau beli sendal. Tapi, kalau di sini mahal pasti. Apa beli di pasar aja?" tanya Elsa sambil menggandeng tangan Keyla di sebelahnya. Keyla mengangguk tanda setuju. Lagi pun kalau hanya beli sendal, tak perlu yang mahal-mahal. Elsa bisa beli di warung jika ia mau.

"El, aku masih kesel sama dokter Nata. Aku ajakin dia buat main lagi sama kita, dia malah enggak mau. Malah bilang ada urusan. Bukannya masih libur dia?" keluh Keyla pada Elsa. Tadi, sebelum mereka memutuskan untuk pergi ke mall berdua, Keyla lebih dulu menghubungi dokter Nata. Ia mengajak sang dokter untuk kembali pergi menghabiskan hari terakhir dokter residen itu libur. Tapi, dokter Nata menolaknya dengan halus karena ia bilang ada urusan penting yang sama sekali tak bisa ditinggal.

"Iya, dia libur empat hari. Harusnya hari ini masih libur," jawab Elsa.

Keduanya kini mengelilingi pusat perbelanjaan, entah ingin ke mana. Jika ada yang menarik hati, baru mereka berhenti dan menghampiri. Tapi, sejauh ini keduanya hanya sekedar melihat-lihat. Mulai dari masuk ke toko aksesoris, ke toko elektronik, toko baju, dan berakhir membeli eskrim sebagai pemuas dahaga setelah berkeliling terlalu lama.

Keduanya kini duduk di bangku yang tersedia di depan restoran ayam yang juga memajang badut dengan rambut merah keriting di ujung bangkunya. Keyla asik memakan eskrimnya tanpa peduli siapa-siapa yang lewat. Sedangkan, Elsa memakan eskrimnya sambil melihat beberapa orang yang lewat di depan matanya.

Mata Elsa mengedip beberapa kali, lengkap dengan kerutan-kerutan yang timbul di dahi begitu ia tak sengaja melihat seseorang yang berdiri di dalam toko perhiasan. Ia bahkan mencondongkan tubuhnya agar bisa melihat lebih jelas siapa yang ada di dalam sana. Jarak dari tempatnya duduk dengan toko perhiasan itu tak terlalu jauh. Meskipun matanya sedikit bermasalah, tapi ia masih bisa melihat dengan jelas siapa yang ada di dalam sana.

Elsa menepuk lengan Keyla yang membuat gadis itu harus menghentikan kegiatan memakan eskrimnya dan memusatkan perhatiannya untuk Elsa. Yang diperhatikan justru menunjuk ke arah lain, ke arah toko perhiasan yang ada di seberang sana.

"Itu dokter Nata bukan, sih?" tanya Elsa sambil sesekali menjilat eskrimnya. Matanya sengaja disipitkan dengan raut wajah yang tak bisa dijelaskan. Keyla yang melihat juga menunjukan ekspresi yang sama. Bahkan, Keyla memotret sosok yang Elsa kira adalah dokter Nata di kamera ponselnya.

"Tapi, kok sama cewek? Siapa itu?" tanya Elsa lagi. Keyla menggeleng, tidak tahu. Mereka ingin berspekulasi sebenarnya. Sosok yang mirip dengan dokter Nata dan satu perempuan berdiri di sampingnya, terlihat seperti sedang memilih-milih sesuatu yang dipamerkan di etalase kaca. Laki-laki itu juga sempat tersenyum pada sang perempuan saat si perempuan mengatakan sesuatu padanya. Entah apa, tapi mungkin memang menarik.

Elsa dan Keyla terdiam beberapa saat setelah melihat pemandangan tersebut. Sibuk menghabiskan eskrim masing-masing dengan pikiran yang melayang ke sana kemari. Berspekulasi tentang siapa yang ada di dalam sana. Benar dokter Nata atau mereka hanya salah lihat? Tapi, posturnya itu dokter Nata. Tatanan rambutnya itu dokter Nata, bajunya juga dokter Nata. Mana mungkin keduanya salah mengenali teman dokternya itu?

"Bukan dokter Nata kali, El. Salah liat kali kita. Mungkin cuma mirip." Sebuah ucapan yang benra-benar bertentangan dengan pikiran Keyla terlontar begitu saja. Hanya sebuah alibi untuk menenangkan Elsa, bahkan untuk dirinya sendiri.

Keyla lebih dulu selesai dengan eskrimnya, disusul Elsa beberapa detik kemudian. Keduanya diam beberapa saat, sebelum akhirnya Elsa mengajak Keyla untuk pergi ke rumah sakit. Katanya ada barangnya yang tertinggal saat ia dan dokter Nata belajar bersama di sana. Keyla menyanggupi dan mereka pun pergi ke rumah sakit dengan kondisi yang sama-sama diam tanpa mengeluarkan suara demi mencairkan suasana yang entah sejak kapan menjadi canggung itu.

Keduanya masih betah dalam diam, mungkin hanya sesekali saja mereka bicara. Itu pun selalu Keyla yang memulai. Berbagai usaha mulai dari kata-kata menenangkan, hal-hal konyol, menunjukkan berbagai gambar yang mungkin menghibur. Tapi hasilnya? Nihil. Keadaan mencekam seperti ini berlangsung bahkan hingga mereka tiba di rumah sakit. Keadaan rumah sakit hari itu begitu ramai seperti biasa, tapi entah kenapa rasanya begitu sepi dan kosong.

Elsa hendak pergi menuju poli bedah, namun langkahnya terhenti begitu melihat sosok yang tak asing lagi baginya. Bahkan, Keyla yang menyadari lebih dulu langsung menarik tangan Elsa untuk menjauh.

"Eh?" katanya begitu melihat Elsa dan Keyla yang kini ada di depannya.

Tersangka, dokter Faris.

"Kalian ngapain?" tanya dokter Faris.

"Mau ambil barang yang ketinggalan di poli," jawab Keyla ketus. Dia seperti enggan bertemu dengan dokter Faris karena pertemuan pertamanya yang tidak menyenangkan dengan sang dokter kala itu.

"Oh! Tempat pensil merah itu, ya?" tanya dokter Faris. Keyla melirik ke arah Elsa yang kini menganggukan kepalanya. Tempat pensil Elsa memang tertinggal saat ia sedang belajar bersama dokter Nata saat itu. Dokter Nata bilang, tempat pensilnya ia letakkan di poli karena tak mungkin ia simpan di ruang tunggu operasi.

"Oh, iya kalian enggak lagi nyari Nata, kan? Dia libur hari ini, lagi bucin sama pacarnya," kata dokter Faris yang kini berhasil memboyong Keyla dan Elsa masuk ke dalam poli. Yang diajak bicara tak menjawab apa-apa. Dokter Faris menyodorkan tempat pensil merah kepada Elsa yang langsung diterima olehnya.

"Ada lagi yang bisa dibantu, Nona-nona?" Tak ada yang menjawab, baik Elsa maupun Keyla. Pikiran keduanya malah sibuk berkelana entah ke mana, sedangkan kedua raganya masih betah untuk berlama-lama di dalam poli.

"WOI!" teriak dokter Faris, berusaha untuk menarik perhatian dua gadis yang ada di depannya karena ucapannya yang sama sekali tidak digubris itu.

"El, kamu udah selesai? Kalo udah, kita pulang, yuk!" ajak Keyla tanpa memedulikan wajah dokter Faris yang masam karena lagi-lagi tidak dianggap itu. Tanpa menunggu jawaban dari Elsa, Keyla langsung saja bertindak. Karena saat ini yang ia butuhkan, hanya kamarnya. Ya, sebagai tempat beristirahat. Rasanya lelah sekali hari ini, entah untuk fisik maupun hatinya.

"Eh iya, maaf dok. Udah kok ini aja, makasih ya!" ucap Elsa sedikit berteriak ketika Keyla berhasil menariknya keluar poli.

Elsa segera menyamai langkahnya dengan Keyla. Tentang bagaimana Keyla tidak merespon dokter Faris, tidak usah ditanya. Dalam keadaan mood yang baik-baik saja, dia sudah enggan untuk meladeninya. Apalagi dalam moodnya yang jelek ini? Ia makin kesal saja melihat dokter Faris.

Di perjalanan pulang tak ada bedanya seperti tadi. Bisa dibilang makin parah. Tak ada yang berbicara, keduanya seakan sibuk dengan pikiran masing-masing yang intinya itu sama. Sama-sama memikirkan dokter Nata yang pergi entah dengan siapa. Elsa bahkan meremat tempat pensilnya yang ia pegang. Entah untuk menyalurkan amarahnya atau bahkan rasa aneh yang tiba-tiba menjalar di dalam hatinya.

Aneh rasanya begitu melihat dokter Nata pergi dengan orang lain. Meskipun mereka masih belum tahu apa benar itu dokter Nata atau bukan, tapi keduanya cukup yakin bahwa itu dokter Nata. Keyla dan Elsa tahu betul bagaimana dokter Nata. Bahkan dari bunyi sepatunya saja, keduanya sudah tahu apakah itu dokter Nata atau bukan. Terlebih lagi mengenai omongan dokter Faris tadi.

Kedua gadis itu kini sibuk memandang ke arah jalan. Berusaha meyakinkan diri bahwa semua ini tidak benar. Entah itu dokter Nata, perasaan mereka, atau bahkan hal yang lain. Yang jelas, semua ini sama sekali tidak benar. Keduanya berkali-kali berkata di dalam hati bahwa bukan masalah jika memang benar itu dokter Nata dan mungkin kekasihnya. Dokter Nata itu lebih dewasa dari mereka. Bukan masalah jika sang dokter memang benar memiliki kekasih. Toh, ia juga senang kelihatannya.

Keyla dan Elsa mati-matian mengingatkan diri sendiri bahwa apa yang mereka lihat hari ini adalah hal biasa. Mungkin urusan yang sama sekali tak dapat ditinggal menurut dokter Nata adalah ini. Ada hal lain yang lebih penting untuk dikerjakan ketimbang harus menghabiskan waktu dengan mereka berdua. Dua gadis ini juga mati-matian meyakinkan diri bahwa ini bukan masalah yang besar. Semua orang memiliki hak untuk tak membeberkan masalah asmaranya pada siapapun, termasuk dengan teman sendiri. Mungkin, dokter Nata memang tipikal laki-laki yang tertutup soal asmaranya hingga tak ingin Keyla dan Elsa tahu.

Tapi, setelah semua yang mereka lakukan selama ini, apa itu semua tak pernah memiliki arti?

...

WOKE!

We Bar BarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang