Elsa jadi orang yang paling semangat hari ini. Katanya, ini hari terakhir dokter Nata punya waktu luang untuk mereka. Dan Elsa senang bukan main waktu dirinya jadi orang terakhir yang akan dokter Nata bawa untuk jalan-jalan.
Pilihan mereka--Elsa lebih tepatnya, jatuh ke sebuah tempat bermain yang memang sudah banyak orang tahu dan kenal pastinya. Dufan. Elsa yang meminta, katanya dia lebih suka tempat yang banyak wahana seperti ini. Tidak membosankan.
Awal sampai di sana, mereka memilih untuk pergi makan. Elsa juga yang meminta, katanya lapar. Dia belum makan sebelum berangkat ke sini. Itu juga yang membuatnya sempat mual di dalam mobil. Dokter Nata ikut saja. Sayang anak, katanya. Elsa hanya pesan satu nasi ayam bakar saja. Dokter Nata bilang dia tidak ingin pesan makanan, maunya minta. Alhasil, keduanya makan di satu piring sama. Meski terkadang keduanya harus berebut ayam bakar yang ada di piring, tapi mereka masih dalam tahap aman.
"Harusnya dokter pesen aja. Kenapa harus minta coba?" keluh Elsa pada dokter Nata.
"Biarin aja. Biar romantis juga sepiring berdua," jawab dokter Nata yang membuat Elsa kesal sendiri. Gadis itu langsung saja memukul lengan dokter Nata yang mengundang tawa dari bibir sang dokter.
"Mau ke mana abis ini?" tanya dokter Nata akhirnya.
"Aku mau naik tornado masa, dok. Dokter mau?" tanya Elsa balik. Matanya mengerjap lucu menatap dokter Nata yang ada di depannya.
"Emang berani? Masuk rumah hantu aja takut, ini gaya-gayaan mau naik tornado." Tangan dokter Nata terulur untuk mengusap pipi Elsa lembut. Elsa sendiri membiarkannya, karena buat apa disingkirkan?
"Aku berani, loh! Naik tornado doang, mah gampang!" seru Elsa semangat. Dokter Nata menganggukan kepalanya tanda ia setuju.
"Ya udah. Tapi, mending naik tea cups dulu. Gimana?"
"Call!"
...
Dokter Nata tertawa lepas dengan kamera ponselnya yang mengarah ke arah Elsa. Di dalam tea cups, keduanya terombang-ambing bagai kapas. Bahkan Elsa memegang pegangan begitu kuat dengan matanya yang terpejam erat. Tak peduli dengan suara tawa dokter Nata yang kini sedang merekamnya di kamera ponsel.
"Elsa! Coba senyum!" teriak dokter Nata. Elsa menggeleng kuat dengan matanya kian merapat. Masa bodoh dengan dirinya yang terlihat seperti tidak waras nantinya di ponsel dokter Nata. "Enggak mau!" teriaknya balik yang membuat dokter Nata kembali tertawa.
Turun dari tea cups, Elsa sedikit oleng. Ia bahkan menggenggam tangan dokter Nata saking pusingnya. Dokter Nata juga ikut khawatir melihat keadaan Elsa yang jauh dari kata baik itu. Akhirnya ia memutuskan untuk membawa anak itu duduk di depan pohon. Elsa duduk di atas pot besar dari tembok yang mengelilingi pohon dengan dokter Nata berdiri di depannya. Kepalanya menunduk, namun dokter Nata mengangkat kepalanya dan sengaja memijat pelipisnya untuk mengurangi rasa pusing.
"Mau muntah?" tanya dokter Nata di sela-sela kegiatannya. Elsa menggeleng dengan tangannya yang reflek mencengkram masing-masing ujung baju dokter Nata. "Mau pulang aja?" tanya dokter Nata lagi yang mengundang gelengan kuat dari yang ditanya. Bibirnya sudah maju beberapa senti begitu ditanya hal macam itu yang membuat dokter Nata tersenyum dan reflek menarik Elsa ke dalam dekapannya. Elsa memeluk balik pinggang dokter Nata dan sang dokter juga tampak tak keberatan sama sekali. Buktinya, ia malah balik mengelus bagian belakang kepala Elsa, turun hingga ke punggungnya.
"Mau lanjut atau enggak? Mau ke mana? Masih mau naik histeria?" tanya dokter Nata. Elsa mengangguk dalam pelukannya dan membuat dokter Nata lagi-lagi terkekeh. Masih tetap keukeuh ternyata.

KAMU SEDANG MEMBACA
We Bar Bar
Fiksi RemajaIni cerita dokter Nata dan dua kawanannya, ditambah dokter Faris yang entah datang dari mana. ©mochikuchim 2020