1. Rafathan Gian Syahreza

805 95 7
                                    

1. Rafathan Gian Syahreza

Manusia bisa berada di tempat yang sama dalam waktu yang berbeda, tetapi tak bisa berada ditempat yang berbeda dalam waktu yang sama, semua itu karena sang pencipta manusia mau agar manusia setia.

-Andrea Hirata, Ayah-

...

Dalam hidup seorang Rafathan Gian Syahreza,

Yang namanya hidup itu harus berjuang.

Pertama, dia berjuang untuk mendapatkan gelar sarjana jurusan ekonomi bisnis sambil bekerja di PT. Harta Gumilang Sanjaya.

Kedua, dia berjuang untuk meyakinkan keluarganya kalau Fathan sudah bukan anak remaja yang suka ngancurin motor kayak dulu lagi.

Ketiga, dia berjuang untuk terus berjalan kedepan dengan rasa sakit yang mencokol sampai kedalam jiwa.

"Eh Fathan, udah nambah mantan belom?"

Rafathan hanya tertawa mendengar pertanyaan teman sekelasnya dulu waktu SMA itu. Ceritanya dia sedang menghadiri reuni angkatan. Males sih sebenarnya kalau saja Radhitya tidak mengajaknya. Entah ada angin apa yang membawa Radhitya mau menghadiri acara reuni angkatan SMA yang sejatinya sejak awal dulu pernah diadakan, nama Radhitya sama Rafathan itu tidak pernah muncul dalam buku tamu.

Kalau kata Radhi sih "Disuruh sama istri, gak baik katanya nolak undangan terus dikira sombong.."

Dasar bucinnya Adara kamu Dhi!

"Gua masih inget tuh dulu si Fathan suka senggol bacok kalau naik motor, gua aja pernah di ambrukin sama dia.."

"Bener tuh! Motornya aja sebulan sekali ganti rupa.."

Tertawa. Bisa apa lagi Fathan? Udah ungkapin aja semuanya yang jelek jelek. Fathan iklas, toh hanya Radhitya saksi hidup yang tahu kalau Fathan sudah berubah total.

Sore hari selepas acara, Fathan minta diturunin di masjid dekat rumah keluarga Fathan di Solo.

"Nanti lu pulang jalan kaki Than?" Tanya Radhi masih dibalik kemudi pada Fathan yang sudah diambang gerbang masjid.

"Gampanglah, ntar adek gua juga dirumah.."

"Tiati ye bro.. Radhitya ganteng pulang dulu ditungguin yayang Adara.."

Rafathan hanya memutar bola matanya, malas menanggapi Radhi kalau dalam mode bucin.

"Lu yang ati ati, Solo-Jogja gak sedekat hatimu dan dia.."

Radhi tertawa mendengarnya.

"Awas loh, senin tak ada kata bolos buat jones!"

"Widiih paak bacotnya!"

Selepas perbincangan tidak begitu penting itu akhirnya Radhi menginjak pedal gas, meninggalkan Rafathan digerbang masjid.

Setiap kali mendengar suara adzan, gemuruh hati Fathan menuntunnya untuk segera menunaikan ibadah. Baginya sekarang ini ia tidak memiliki tumpuan lain selain memohon agar diberi kesembuhan hati oleh-Nya. Fathan sudah lelah tidak bisa berpaling dari wanita lain selain dia yang meninggalkannya dengan seberkas luka.

Ia terus bersimpuh memohon agar diberikan jawaban atas doa-doa nya selama ini, sekiranya adakah hal yang bisa dilakukannya sebagai pelipur lara. Kalau menitik masa lalu, dosanya banyak dan menggunung entah bagaimana dia memohon ampunan, rasanya tidak pernah cukup. Ternyata begini cara Tuhan menggertaknya, memberinya seberkas luka dengan cara yang sama seperti yang dahulu sering ia torehkan pada banyak wanita.

{✔️Complete} MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang