13. Cerita Mahardika

433 74 3
                                    

'Since first time we're going anywhere together, I was falling to you

But you never know, you never know that I was lost there in your heart before you falling to me..'

-Viona

...

"Males bang ah, masa gua jadi baygon!"

"Ayoklah, bukan baygon tapi fotografer!"

"Ogah mending tidur dirumah.."

"Rumah siapa woy gak sopan! Yang punya mau keluar ini.."

Dewangga mendecak kesal, dari tadi pagi pagi ia dibangunkan oleh Mahardika. Katanya mau diajak liburan ke daerah Jogja Gunung Kidul, awalnya sih dia iya iya saja, daripada diam dirumah kayak orang gak punya kerjaan kan? Tapi ketika ia selesai bersiap baru dia ketahui kalau Viona pergi ke tempat lain. Jadi intinya kalau dia ikut juga maka dapat dipastikan Mahardika akan menggandeng Aliya dan dia harus menggandeng angin. Sangat menyebalkan!

"Yaudah gua keluar sendiri, kan beres!"

"Heh gak boleh! Ntar lu ilang abang yang susah!"

"Dikira gua anak TK ilang segala.."

Aliya yang sejak tadi mendengar perdebatan kedua kakak beradik itu memijit pangkal hidungnya.

"Ihh udah deh, kalian ini kayak anak kecil aja! Udah Angga biar main sendiri didekat sini pake mobil aku.."

Dewangga mengangguk sambil berdiri dibelakang Aliya seolah-olah berlindung dengan tangan bertengger dipinggang.

Mahardika mendengus, kesal karena Aliya malah mendukung keinginan Dewangga.

"Sayang.. dia nggak tahu jalanan Jogja! Kesini juga baru pertama.."

"Dika.. jaman sekarang kan ada Gmaps, Angga udah gede biarin dia keluar sendiri kenapa sih.."

Mahardika mempout sebal, kehabisan kata-kata kalau sudah Aliya yang menjawabnya. Sedangkan Dewangga sudah tersenyum miring sambil menatap Dika dengan wajah penuh kemenangan.

"Serah! Awas kalo gua pulang belum dirumah!"

Dewangga semakin girang tatkala Aliya menyerahkan kunci mobilnya. Ia segera berjalan menuju pintu keluar.

"Heh tunggu!" Hardik Mahardika.

Dewangga berhenti, ia berbalik menatap kesal abangnya.

"Apaan lagi sih!"

"Dompet? Jaket? Ponsel? Udah dibawa semua belum?"

Dewangga meringis. Benar juga ya, yang ada disaku celananya hanya ponsel. Aliya geleng geleng kepala lalu menyerahkan barang-barang Dewangga yang sebenarnya sudah teronggok disofa.

"Nih.. hati-hati yaa.. gak usah ngebut.."

"Siap kakak!"

Aliya meringis, padahal dia harusnya sebaya dengan Angga.

Setelah Dewangga menghilang dari balik pintu ia segera bersiap, menyelesaikan kegiatannya yang sempat tertunda, mengemasi barang bawaan untuk dimasukkan kedalam sling bag nya.

"Yuk berangkat.."

Mahardika yang masih terlihat cemberut karena Aliya lebih memihak Dewangga beberapa saat lalu bergerak ogah-ogahan, semangatnya yang tadi sudah mencapai 100 persen sekarang turun ke 50.

Bahkan setelah keduanya berada didalam Mitsubishi Pajero Sport yang disewa Mahardika selama ia berada di Jogja, lelaki itu masih terlihat dingin dan enggan bersuara. Sungguh dia itu masih kesal. Bagaimana mungkin Aliya lebih membela adiknya dibanding dirinya.

{✔️Complete} MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang