34. The Day

531 77 12
                                    

Berani itu mudah, hanya perlu bertekat pada diri sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berani itu mudah, hanya perlu bertekat pada diri sendiri. Percayalah bahwa keberanian itu akan membawamu pada hal hal indah.

....


Katakanlah Rafathan akhirnya ketahuan kalau dia tidak tinggal di hotel. Dan ini gara-gara Angga yang mengacaukan semuanya, satu bogem mentah yang mendarat dirahang kirinya semalam membuahkan memar kebiruan. Apalagi pukulan itu bukan main kerasnya, pandangannya sempat mengabur beberapa saat setelah dipukul. Ya untungnya, Mahardika memiliki aura ketegasan yang akhirnya menghentikan aksi nekat adik lelakinya, satu sentakan keras membuat Angga melangkah pergi dari apartemen. Lalu lelaki itu berakhir tinggal dirumah papa, membuat sang adik yang tak lain adalah Viona menyanyainya macam-macam dan terjadilah pertengkaran antara keduanya setelah Dewangga membawa-bawa nama Rafathan.

Matahari bahkan belum nampak ketika Viona tiba di apartemen Dika. Suasana masih sunyi dan dia tidak lagi menunda waktu untuk masuk ke kamarnya yang ditempati Rafathan, tiba disana yang pertama kali dilihatnya adalah lelaki itu yang tidur menyamping membelakangi pintu.

Viona tidak ada niat membangunkannya, dia hanya memandangi rahang kiri Fathan yang nampak memar, pasti sakit. Meski berusaha pelan untuk menyentuhnya, pergerakannya membuat lelaki itu terusik dari tidurnya, ia mengerjap beberapa kali sampai matanya menemukan presensi Viona yang duduk disampingnya.

"Kamu ngapain pake ngomong mau tidur dihotel kalau ternyata tidur disini?"

Fathan tersenyum.

"Terus kenapa bohong segala katanya nggak bawa koper?"

"Aku nggak bohong Vi, kan kamu lihat sendiri kemaren aku nggak bawa koper.."

Viona mendengus. Lantas menyentuh rahang Fathan yang memar kebiruan.

"Sakit banget ya?"

"Enggak. Lebih sakit lagi lihat kamu nangis.."

Rafathan bangkit dari posisinya berbaring lantas duduk menghadap Viona, kemudian tangannya bergerak cepat menghapus buliran-buliran bening yang mengaliri pipi putih Viona.

"Yang dipukul aku kenapa kamu yang nangis?"

Viona tidak dapat berkata-kata, ia terlalu sedih melihat sulitnya Fathan untuk mendekati keluarganya yang bobrok ini. Kemarin-kemarin Dika, sekarang Angga. Kenapa sih para abangnya itu selalu mengedepankan emosi?

"Udah dong.. jangan bikin aku pengen peluk kamu.."

Perlahan-lahan, Viona menghentikan tangisannya. Ia menarik napas dalam untuk melegakan dadanya yang terasa sesak.

"Udah di obatin?" Tanyanya.

"Semalem udah aku kompres kok.."

"Hiks.. kan jelek jadinya.."

Fathan gelagapan ketika Viona menangis lagi, malahan kali ini isakannya tidak dia sembunyikan. Dia malah sesegukan.

"Kamu kenapa pake bohong mau nginep hotel?"

{✔️Complete} MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang