11. Alasan

1.4K 148 3
                                    

Alarick meremas rambutnya sendiri dengan frustasi, lalu mengusap wajahnya dengan gusar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alarick meremas rambutnya sendiri dengan frustasi, lalu mengusap wajahnya dengan gusar. Ia masih memikirkan kejadian malam itu. Sial! Alarick sudah keterlaluan pada Irish. Alarick sangat menyayangi gadis itu dan seharusnya Alarick tidak melakukan hal sejauh itu.

Malam itu, ia mati-matian menahan dirinya untuk tidak menyentuh Irish—maksudnya, tidak bersentuhan. Ia bahkan duduk di depan Irish malam itu. Nida sampai setengah jam kemudian dari kejadian yang mereka lakukan saat itu.

"Lo nggak papa? Ada masalah?"

Alarick mengangkat pandangannya, menatap boss-nya seraya menyunggingkan senyum kecil. "Nggak."

Indra duduk di sofa sebrang Alarick. "Lo beneran punya pacar?"

Alarick mengangguk.

"Siapa?"

"Ada lah."

"Dia nggak mengekang lo kan?"

Alarick menggeleng. "Dia baik dan pengertian. Lo nggak usah khawatir dia bakalan macem-macem."

Indra mengangguk pelan. "Gue tau. Gue nggak bakalan melarang lo pacaran, seperti apa yang udah gue jelasin sejak awal lo join di management gue." Indra tampak tersenyum kecil. "Gue seneng kalo dia justru jadi penyemangat buat lo."

Alarick bergumam. Ia menyunggingkan senyumnya.

***

Irish tersenyum lebar begitu melihat mobil Alarick terparkir di sebrang kampusnya. Ia baru saja selesai kelas dan hendak pulang.

Tiga hari ini, ia dan Alarick memang tidak bertemu. Pria itu tengah sibuk dengan jadwalnya.

Irish berlari ke sebrang jalan begitu tidak ada kendaraan yang lewat, lantas masuk ke dalam mobil Alarick.

"Mas."

Alarick tersenyum lalu ia mengecup kening Irish. "Maaf aku baru ada waktu."

Irish mengangguk sambil memasang seatbelt-nya. "Nggak papa, Mas, aku ngerti Mas pasti sibuk. Sekarang Mas juga keliatan cape banget. Mas nggak papa?"

"Nggak papa. Baru selesai syuting aja makanya cape," ujarnya sambil melajukan mobilnya meninggalkan area kampus Irish.

"Harusnya Mas nggak perlu jemput aku. Mas istirahat aja."

"Nggak papa, I. Lagi pula aku nggak enak beberapa hari ini nggak nemuin kamu. Apalagi setelah kejadian malam itu, kesannya kaya—"

"Udah ya, Mas, nggak usah di bahas?"

"Ah, iya, maaf." Alarick menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Irish terkekeh. "Makan dulu yuk?"

"Mau makan di mana?"

Irish memeluk lengan Alarick. "Enaknya di mana ya?" tanya Irish. "Sebenarnya aku pengen makan makanan di pinggir jalan gitu, tapi kan nggak mungkin ya."

Closer To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang