2. Voice

2.4K 308 49
                                        

Setelah pertemuan itu baik Minhe maupun Yunseong sama-sama tidak bisa berhenti memikirkannya. Mereka seakan memiliki ikatan satu sama lain dari jauh. Minhee merasa bahwa ternyata masih ada orang yang baik hati dan peduli mau menolongnya.

Cincin itu adalah pemberian dari ibunya dan dia sangat menjaganya. Karena itu adalah benda terakhir yang diberikan ibunya sebelum pergi meninggalkannya. Di dalam kamar Minhee mengingat kejadian saat dirinya yang dimaki oleh ibu-ibu tadi.

Jujur, hatinya sangat sakit.

Apakah orang buta sepertinya tidak boleh menikmati fasilitas umum yang diberikan pemerintah untuk semua lapisan masyarakat?

Apakah orang buta sepertinya harus berdiam diri di rumah dan tidak boleh keluar?

Apakah orang buta sepertinya harus dikucilkan dan dihina?

Serendah itukah orang buta di kalangan masyarakat?

Sampai mereka tega memperlakukannya dengan seenak hati.

Hal itulah yang terus muncul di benak Minhee.

Tetapi, dibalik kesedihannya. Dia masih cukup merasa dihargai karena pria tadi. Pria yang tidak sengaja ditabraknya dan malah mengembalikan cincin berharga miliknya. Dia tidak tau bagaimana jadinya jika cincin itu benar-benar hilang dari jari manisnya. Dengan memegang cincin tersebut Minhee berucap pada dirinya sendiri yang saat ini terduduk di kasurnya.

"Terima kasih, karena peduli padaku. Walaupun aku tidak bisa melihatmu. Aku harap kita bisa bertemu kembali"

Seorang pria sedang menggeleng frustasi setelah mandi barusan. Dengan melilitkan handuk di pinggangnya dan rambutnya yang basah dia terus berfikir keras.

"Apa yang kau lakukan Yunseong. Kenapa kau malah memikirkan orang tadi" Katanya di depan kaca kamar mandinya.

"Aish! Aku benar-benar gila. Aku merasa seperti bukan diriku sendiri. Menolongnya? Sejak kapan aku peduli dengan orang lain?"

Yunseong masih mengoceh sendirian sambil berjalan menuju kamarnya untuk berganti baju.

Keesokannya Minhee kembali beraktifitas seperti biasa, makan pagi sendirian, merawat bunganya dan membaca buku. Dengan memakai sweater turtle neck berwarna coklat muda, dia duduk di samping kolam renang rumahnya. Tangannya meraba huruf-huruf braille yang ada di buku. Dia ingin menghabiskan waktu sorenya hari ini dengan tenang tanpa ada gangguan dari siapapun. Lalu ahjumma Kim datang dengan tergesa-gesa.

"Ada apa?" Tanya Minhee yang semenjak buta memiliki kepekaan lebih tinggi. Terutama pada pendengaran.

"Ayah anda jatuh pingsan dan saat ini masuk rumah sakit"

Kim ahjumma berkata dengan sangat gelisah. Minhee terkejut mendengarnya.

"Jangan mencoba berbohong padaku" Balasnya.

"Saya tidak berbohong. Ini saya mendapat telpon langsung dari sekretaris Cha"

Lantas Minhee langsung bangkit dari kursinya. Dia mengambil tongkatnya yang ada di samping kirinya dan berjalan keluar dari tempat itu.

"Panggil pak Jang. Suruh antar aku ke sana secepatnya" Perintah Minhee.

Dia lalu berjalan bersama dengan ahjumma Kim dan Elena di rumah sakit. Dengan tergesa-gesa tangannya digandeng oleh Elena di sisi kirinya dan ahjumma Kim di sisi kanannya.

"Tenang. Jangan terburu seperti ini" Ucap ahjumma Kim dengan nafas tersengal karena mengikuti kaki Minhee yang sedikit berjalan cepat.

Minhee tak menjawab. Dia hanya terfokus pada kondisi ayahnya saja.

Blind - HwangminiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang