17

2.3K 211 29
                                    


"Bagaimana kondisinya?"

"Aku sudah menyuntikan penawar padanya. Biarkan obat itu bekerja. Racun yang masuk dalam tubuhnya cukup berbahaya, dia merambat dengan lambat dalam tubuh dan akan menyerang sistem jantung. Orang yang terkena racun ini kebanyakan tak menyadarinya. Tapi beruntung respon tubuhnya sangat cepat membentuk antibodi dan menekan racun tersebut agar tak menyebar dalam tubuh. Keunikan yang bagus."

Setelah dokter itu selesai menjelaskan, Zen menoleh pada Zaiga.

"Apa itu artinya aku aneh?"

"Tidak. Malahan itu bagus. Kamu harus bersyukur."

Bukan Zaiga yang bicara, tapi dokter wanita itu yang lebih dulu memotong. Ia tersenyum pada Zen lalu menaruh beberapa tablet obat ke meja.

"Sok tahu.." cibir si kecil lirih. Ia sedikit tak suka dengan wanita ini. Dari caranya menatap Zaiga, seolah dia menyukai pemuda datar itu dan Zen sangat-sangat tidak suka! Pakaiannya juga minim. Apa dokter harus berpakaian terbuka seperti itu.

"Habiskan obat ini dua kali sehari. Setelah itu hubungi saya untuk pengecekan ulang. Kalau begitu saya pergi." ia mengerling ke arah Zaiga, sambil melambai genit. Menyuruh Zaiga untuk mengikutinya.

Melihat itu Zen mengerling, berusaha mencari alasan untuk menahan pemuda itu. Lagian kenapa Zaiga harus patuh dan mengikutinya pergi. Pokoknya tidak boleh!

"Tunggu! Bagaimana dengan tukang kebunnya? Dia terkena banyak racun. Apa masih hidup?"

Zaiga menoleh

"Sudah diobati. Sebaiknya kau istirahat."

"Kau mau kemana? Ah, tanganmu sekalian aku obati, nanti infeksi." celutuknya lagi bersiap untuk menyibak selimut.

Zaiga mendelik galak. Memberinya peringatan dengan tatapan tajamnya yang mengandung makna 'coba saja turun jika kau sudah tak menginginkan kedua kakimu'. Zen langsung mengurungkan niat baiknya, dia murung lalu menarik selimut hingga sebatas hidung.

Zaiga sedeikit heran, anak ini tiba-tiba berubah cerewet seperti ibu-ibu. Merasa tak enak hati, ia akhirnya menyahut agar Zen tak berisik lagi.

"Kau tak perlu mencemaskanku. Bisa biarkan dokternya pergi dengan tenang? Aku akan mengantarnya keluar." Zen manyun lalu mengangguk kecil. Sungguh, dia tidak rela membiarkan Zaiga pergi dengan wanita itu.

"Maaf.." cicitnya menyerah.

"Ah, nggak papa. Aku ngerti bagaimana sulitnya menjaga anak kecil rewel sepertinya."

Apa wanita ini segaja mencari masalah dengannya? Kenapa jari genitnya mencolek-colek bahu Zaiga?! Kenapa pula Zaiga harus mengantarnya?! Dia punya kaki tangan yang masih utuh. Sehat pula. Tak mungkin dia lupa jalan keluar.

Zen segera membungkus kepalanya dalam selimut, tak ingin menonton sikap wanita itu yang semakin membuatnya terbakar.

Zaiga mengantar dokter itu hingga masuk ke dalam mobil.

"Sepertinya ada hujan meteor yang menghantam rumahmu. Kau masih senang mencari musuh. Aku salut padamu."

"Kau tahu jelas bagaimana aku."

"Zaiga, kau merahasiakan dia dariku."

"Tidak. Kalian sudah bertemu." jawabnya datar.

Wanita itu berdecak

"Kamu selalu begini. Lain kali mainlah ke tempatku. Jangan memaksakan dirimu. Aku tunggu ya."

Ia mengerling genit

"...."

Namun Zaiga tak menjawab. Dia dan wajah datarnya.

Wanita itu melambai

The Battle Against Vampire (BoyXBoy) 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang