Langit senja terlihat begitu indah. Burung merpati putih terbang melintasi gelombang ombak yang menari ria. Sebuah keinginan yang pernah ia impikan kini terhampar jelas dihadapannya. Namun, ada yang salah. Bersama teman-teman seperjuangan, dia berdiri tegak sambil memegang sebuah busur dengan raut menyedihkan. Wajahnya muram, tersirat gurat amarah serta dendam yang kentara.
Di depan pasukan besar yang memihak padanya berdiri pasukan lain yang berbeda pandangan dengannya. Ia menatap sekeliling, dimana orang yang dicintainya. Bukankah mereka seharusnya berdiri berdampingan?
Tiba-tiba, seorang pemuda yang sedang ia cari keluar dari barisan dengan wajah penuh darah. Tersenyum pahit ke arahnya, tersirat gurat kesakitan dalam manik merah yang menatap dirinya sendu. Lalu, dengan gemetar tangannya bergerak sendiri dan mengangkat busur untuk diarahkan pada pemuda yang teramat dicintainya. Panah kristal yang dibaluti energi kebiruan itu dilepas dengan begitu ringan, menebus jantung dari pemuda tampan menyedihkan itu. Tubuh yang semula tegap perlahan jatuh berlutut di hamparan pasir putih yang memisah samudera luas. Sebuah senyuman pilu terlukis di wajah menawannya. Air mata darah mengalir dari kedua maniknya. Namun wajah menyedihkan itu sama sekali tak menampilkan raut penyesalan.
"Satu hal yang perlu kau ingat.."
Suara lembut itu terdengar bergema, terpaan angin bergelung memainkan rambutnya yang sudah berantakan.
Tangan itu terangkat mencoba menggapai sosoknya yang tak bergeming sama sekali. Hingga tubuh besar mulai mengeluarkan cahaya biru yang perlahan mengikis jemarinya. Ia berusaha menggapai sesuatu yang tak bisa digapai. Lalu pada akhirnya tubuh itu lenyap terkikis angin pantai yang memperdengarkan sebuah suara sendu namun tanpa penyesalan.
".. Aku mencintaimu, Zen.. Selamanya."
Ia merasakan sesak yang begitu menyiksa. Lenyapnya pemuda itu menampar kesadaran hingga ia baru menyadari kenyataan bahwa dia sudah kehilangan orang yang dicintainya. Matanya memerah, air mata mengalir deras dari manik indahnya. Ia berlari kencang ke tempat lenyapnya sang kekasih yang tadi ia panah. Dia meraung kencang, memohon agar kekasihnya kembali. Namin sayang, hanya ada gema dari suaranya yang terdengar.
Tiba-tiba tempat yang dipijakinya bergelombang. Darah dimana-mana, ribuan tangan keluar dari tanah yang ternyata sudah berubah menjadi genangan darah. Kakinya ditarik hingga seluruh tubuh tenggelam ke dalamnya.
Dadanya sesak, ribuan jarum seolah menusuknya.
Gelap
Gelap
Ia meneriakan sebuah nama. Nama dari pemuda yang sudah disakitinya. Rasanya menyakitkan, dia hanya ingin pemuda itu kembali. Dia tidak mau kehilangannya.
"ZAIGAAAAAAAAAA!!!"
Bangsawan itu tersentak bangun dari tidurnya saat mendengar jeritan kencang dari remaja yang berbaring di sebelahnya. Ia terkejut melihat Zen sedang meraung dalam tidur dan terus memanggil namanya.
"Zen, Zen, bangun! Aku disini."
Mata bulat yang penuh lelehan air mata sontak terbuka lebar. Ia langsung melompat dalam pelukan Zaiga dan kembali menangis kencang.
"Tidak, tidak! Bukan aku, itu bukan aku! Aku tidak mau kehilanganmu, tidak mau! Aku tidak akan melakukan itu, bukan aku.. bukan aku.."
Kening Zaiga mengerut, "Zen tenanglah, kau mimpi buruk. Aku disini, tidak terjadi apa-apa padaku." ujarnya berusaha menenangkan.
Zen menarik wajahnya dari tengkuk Zaiga untuk menatap dalam kekasihnya, "Mimpi itu seperti nyata, aku melihatmu.. berdarah lalu aku.. aku memanahmu.. hiks.." Zen kembali menyembunyikan kepalanya ke perpotongan leher Zaiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Battle Against Vampire (BoyXBoy) 3
Fantasy[selesai] Happy ending Kisah baru dimulai. Dipungut lalu dibuang. Lima belas tahun kembali bertemu. Apakah ia mampu membunuh bangsawan yang telah menghabisi keluarganya ataukah terjebak kisah asmara dengan si pembunuh? CINTA atau DENDAM yang akan i...