Zaiga mendudukkan diri di samping Zen yang ia baringkan ke atas ranjang. Dia memutuskan untuk membawa Zen pulang, jika membiarkan anak itu tidur di asrama akan ada banyak masalah yang didapatnya. Zaiga yakin mereka tidak akan menerima Zen dengan baik setelah mendengar berita tentang keanehan anak itu saat latihan lapangan di hutan Huji.
Saat kembali, Zen sudah terlelap dalam gendongannya. Zaiga pulang dengan menggunakan portal, jika mereka berjalan kaki ataupun naik kendaraan umum maka membutuhkan waktu yang lumayan lama. Ada yang praktis kenapa tidak?
Zaiga membuka tiga kancing dari baju yang dikenakan Zen, lalu menurunkan pakaian didekat bahunya. Pola segel hitam itu masih membutuhkan energi spiritual miliknya agar bisa tersegel dengan baik dan tak akan menimbulkan masalah di beberapa tahun kedepan.
Zaiga mulai menggambar mengikuti pola yang sudah ada di udara. Saat cahaya merah yang dibentuknya sudah selesai dan melayang, Zaiga segera mengarahkan dua jarinya (telunjuk dan tengah) mengenai tanda segel di tulang selangka Zen lalu mengalirinya dengan energi spiritual miliknya.
Proses itu akan selesai saat Zaiga mengunci lima titik dengan jemarinya, namun Zen lebih dulu membuka mata dan menatap Zaiga dengan bingung. Pemuda itu sedikit kaget saat menyadari Zen yang sudah bangun sedangkan proses transfer penyaluran energi untuk menyegel kekuatan Zen masih belum selesai.
Zen hampir melirik ke bawah, tepat ke arah bajunya yang terbuka saat tiba-tiba bibir kenyal menekan kepalanya hingga berbaring kembali. Itu terjadi begitu cepat bahkan Zen tak sempat menarik nafas. Tubuhnya membeku di tempat.
Ciuman yang awalnya mendarat di kening itu terus turun, hingga sampai ke ujung hidung. Terus turun lalu menyatuh dengan bibirnya, begitu lembut dan memabukkan. Zaiga melumat pelan daging kenyal yang membuatnya ketagihan itu sambil menyelesaikan segelnya. Ia menghisap pelan bibir bawah Zen dan memijatnya dengan lembut menggunakan lidah. Setelah semua selesai, ia segera menarik diri.
"Tidur." perintahnya
Zen melongo, masih dengan bibir merah basah yang sedikit terbuka karena ulah Zaiga barusan.
Lalu, Zaiga beranjak pergi tanpa memberi Zen penjelasan atas tindakannya yang Zen anggap mesum itu. Bagaimana tidak, dia sedang tidur lalu Zaiga kemari dan membuka bajunya, tidak hanya itu dia bahkan menyentuh tubuhnya. Apalagi saat kepergok, pemuda itu bukan meminta maaf tapi malah menciumnya. Ciuman yang cukup menguras tenaga. Tapi Zen menyukainya, dia bahkan ketagihan.
Zen termenung sambil memandangi kedua tangannya yang lemas di kedua sisi tubuh. Luka di telapak tangannya sudah diobati oleh Zaiga tadi setelah mereka sampai. Selain tertembak bukankah banyak luka sayat yang melintang di tangannya saat berusaha menyelamatkan orang-orang dari serangan pedang jebakan di dalam gua.
Zen semakin bingung. Apa yang salah dengan tubuhnya, apa yang salah dengan dirinya? Dia aneh, berubah-rubah dan kadang kehilangan banyak ingatan. Dari lahir sudah banyak kelainan, dibenci dan selalu terkucilkan. Tak heran mereka menyebutnya monster, itu memang benar. Tapi Zen tak mau mendengarnya, rasanya terlalu menyakitkan. Dia memang berbeda tapi bisakah mereka tidak menghujatnya seperti itu?
Zen merasa keberadaan dirinya berbahaya untuk teman-teman, Zaiga dan semuanya. Bagaimana jika penyakit anehnya kambuh dan menggila lagi, banyak yang akan terluka dan bahkan mati karenanya. Zen tidak mau itu terjadi tapi dia juga tak ingin jauh dari mereka semua yang didapatnya dengan susah payah. Bagaimanapun kesepian itu sangat tidak enak, dia tidak mau merasakannya lagi.
TOK! TOK!
"Siapa?"
"Aku."
Dahi Zaiga mengerut. Untuk apa anak itu datang ke kamarnya malam-malam begini. Ia segera memasukkan beberapa berkas penting kedalam laci meja lalu menguncinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Battle Against Vampire (BoyXBoy) 3
خيال (فانتازيا)[selesai] Happy ending Kisah baru dimulai. Dipungut lalu dibuang. Lima belas tahun kembali bertemu. Apakah ia mampu membunuh bangsawan yang telah menghabisi keluarganya ataukah terjebak kisah asmara dengan si pembunuh? CINTA atau DENDAM yang akan i...