37

1.7K 177 26
                                    

Otot wajah Zen menegang, "apa maksudmu. Rambut pisang ini mencoba menghasutku. Dia pasti bersekongkol dengan orang-orang militer itu!" hardiknya kasar.

Zaiga mengelus kepala Zen dengan pelan, "Dengarkan saja, ya?"

Zen awalnya cemberut, mau tak mau dia akhirnya hanya mengangguk pasrah.

"Baik, apa yang mau kau sampaikan." ucapnya cuek.

Gerald berdecih, "lo sok-sok-an ngebiarin Zen tahu semua kebusukan lo? Wah, gue terkejut. Entah ada rencana apalagi setelah ini."

Zen mulai geram.

"Kau mau cerita atau hanya bicara tidak jelas? Waktu kami terbuang sia-sia karena kau." sembur Zen tak bersahabat. Dia hanya ingin pulang, dia mau pulang bersama Zaiga.

"Zen, dialah bajingan yang sudah membunuh orangtuamu!"

"..."

Mereka semua terdiam, termasuk Zen. Namun raut wajahnya masih terlihat biasa saja, "Baiklah, apa kami boleh pergi sekarang?" suaranya.

"Aku sedang tidak bercanda denganmu bocah!" marah Gerald.

"Kau kupersilahkan mengatakan apapun yang kau suka, dan aku berhak untuk percaya atau tidak pada ocehanmu. Kenapa kau memaksaku sekarang?" sarkasnya. Zaiga masih diam di tempat, menatap lekat wajah kekasihnya dari samping, seolah ini adalah pertemuan terakhir mereka. Ia tidak ingin menyia-nyiakan sedetikpun kesempatan untuk menikmati wajah manis kekasihnya selagi masih sempat.

"Kau!" Gerald menahan nafas, "Kau tidak tahu malu! Selama ini kau tinggal bersama seorang pembunuh, tahu tidak! Dia yang menghancurkan hidupmu, dia membunuh ayah ibumu! Kau sudah masuk dalam perangkapnya!"

Zen mengernyit, ia menoleh pada Zaiga yang diam, "Kenapa kau hanya diam, mau mengiyakan semua yang dia katakan?" kesalnya.

Zaiga mendongak, "Apa kau percaya?" tanyanya pelan

"Zaiga, aku tidak tahu ada setan apa yang merasukimu, tapi tolong jangan bercanda disaat begini. Aku lelah, mau pulang istirahat."

"Biar aku yang menjelaskan semua padamu, nak."

Tiba-tiba muncul lagi seseorang, dia adalah Takato, ayah kamito. Zen mengernyit karena tak menggenalnya.

"Siapa lagi kau?"

"Tidak perlu tahu, aku bukan orang yang penting untukmu. Biar aku ceritakan sebuah kita perjalanan hidup orang yang kau cintai itu."

Kening Zen mengernyit, tiba-tiba saja Zaiga mengganggam erat telapak tangannya.

"Dia berasal dari bangsawan, hidup bahagia bersama ayahnya. Dia sangat menyayangi sang ayah, sehingga, ketika ayahnya berbuat salah pada dunia dia masih mau membelanya. Ayahnya memberontak, berniat membunuh Lord (bangsawan pertama vampir) demi menguasai dunia, semua bangsawan vampir akhirnya turun tangan, namun siapa sangka ayahnya menguasai ilmu hitam yang dia pelajari dari buku terlarang, pada akhirnya semua bangsawan bukanlah tandingannya. Lalu saat itu di sebuah kerajaan yang terletak di tengah-tengah hutan, rajanya memiliki seorang putra yang bernama Rei. Dia dan otak jeniusnya berhasil mengalahkan bangsawan iblis itu dan membunuhnya tepat dihadapan anaknya. Yaitu Zaiga." Mata Zen mengikuti arah telunjuk Takato yang mengarah pada Zaiga. Raut wajahnya berkerut.

"..Dia merasa hancur dan terlempar kedunia manusia. Lalu dendam mulai tumbuh dari hatinya, dia mulai membunuh untuk mendapat kekuatan, pembantaian yang tiada habisnya. Kami yang berasal dari militer kasihan dan memberikan kekuatan padanya. Dia mengerahkan pasukan manusia untuk menyerang kerajaan Rei dan membunuh Rei bersama istrinya yang baru saja melahirkan anak seminggu lalu. Istrinya meninggalkan bayinya di tengah hutan dan menyusul suaminya. Setelah membunuh mereka, Zaiga mencari tempat untuk memasuki kerajaan yang sudah hilang terlindung oleh barrier, dia menemukan bayi itu. Dan, bayi itu adalah dirimu.."

The Battle Against Vampire (BoyXBoy) 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang