25

1.8K 194 30
                                    

Suara sirine ambulan menghiasi malam riuh yang penuh sajak pilu. Tatapan sendu serta raut jijik menampar tubuh tak berdaya di sepanjang jalan. Tubuhnya basah, penuh darah. Nafasnya lemah, seolah tak akan bersisa. Jantung melemah, kesadaran telah sirna hilang entah kemana.

"Minggir, pasien sangat kritis. Tolong beri jalan!"

Kamito ikut mendorong ranjang Zen dan mengusir beberapa pejalan kaki yang menghalangi mereka. Ia kacau dan syok disaat bersamaan. Zen dimasukkan dalam ruang ICU, Kamito tidak bisa masuk dan disuruh menunggu di luar. Pemuda itu gemetaran dan mencoba menghubungi pihak militer. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Dokter keluar setelah masuk lima belas menit yang lalu. Wajahnya gusar, peluh mengalir dari pelipisnya. Mata sipitnya menatap Kamito dengan raut penuh tanya.

"Anda keluarganya?"

"B-bukan. Saya temannya! Bagaimana kondisi Zen, dia baik-baik saja kan?" tanya Kamito cemas. Dokter itu terdiam sebentar, lalu menghela nafas. Keningnya mengerut tampak penuh kekhawatiran.

"Ini aneh. Dia seorang pria tapi rontgen yang kami lakukan menemukan adanya rahim dalam perut pasien."

Mata Kamito membelalak lebar, ia spontan berteriak, "A-APA?! Anda bercanda dok?!"

"Sebentar anak muda." Dokter menepuk pundaknya, "Kau harus segera menghubungi keluarganya. Dia kehilangan banyak darah dan dengan cidera yang ada pada tubuhnya sepertinya musahil untuk diselamatkan."

Kamito memberang marah, ia menepis tangan dokter dengan kasar, "Kau seorang dokter, bagaimana bisa mengatakan kalimat itu?! Zen masih bisa diselamatkan, ayo katakan!"

"Tuan, kami akan melakukan yang terbaik. Benar saya adalah dokter, tapi saya bulan Tuhan. Ini sungguh membutuhkan mujizat yang diatas. Panggil keluarganya sekarang!"

Dokter itu segera masuk kembali ke ruangan meninggalkan Kamito yang terdiam seperti orang linglung di tempat.

Zaiga tiba di rumah sakit saat mendengar kabar dari Naoki yang ternyata saat itu menerima telepon dari Kamito. Dia merasa sangat bersalah membiarkan Zen pergi dalam keadaan kacau begitu.

"Kapten?"

Zaiga tak menghiraukan pemuda yang sedang terbengong dengan wajah berantakan ditempat tunggu itu dan langsung melewati Kamito untuk memasuki ruang ICU tempat Zen sedang ditangani. Melihat kenekatan Zaiga, Kamito segera menahannya.

"Kapten anda tidak boleh masuk!"

Namun, sebuah tinju kuat mendarat di rahangnya dan membuatnya tersungkur. Pintu ICU di tendang hingga terbuka lebar. Para suster dan dokter di dalamnya begitu terkejut kemudian segera memanggil sekuriti.

Saat memasuki ruangan penuh aroma obat-obatan itu, Zaiga merasa semua persendiannya melemah. Kedua manik hitamnya terbuka lebar saat menyaksikan bagaimana kondisi Zen di atas tempat tidur itu. Ia tak mampu untuk menggerakkan kakinya yang terasa linu. Sebuah batu besar menghantam dadanya hingga pecah berserakan. Zaiga benar-benar hancur saat itu juga.

Dua sekuriti yang berniat menyeretnya langsung terhempas dan mati di tempat. Dokter dan suster ketakutan dan berniat melarikan diri namun Zaiga menggunakan kekuatannya untuk menutup pintu ICU tersebut dan menatap mereka dengan tatapan mengerikan.

Suaranya bergetar, "Selamatkan dia." dia hanya ingin miliknya kembali seperti sedia kala. Dia tidak peduli meski mereka tidak bisa melakukannya. Jika Zaiga memerintah, semua harus menurutinya!

"T-tidak bisa tuan. Pasien kehilangan banyak darah!"

"Pakai darahku."

"T-tidak bisa seperti itu. K-kita harus melakukan pengecekkan dulu."

The Battle Against Vampire (BoyXBoy) 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang