26

2K 192 47
                                    

"Kumpulkan semua bukti penyerangan dan hilangkan semua jejak yang mencurigakan."

"Sudah dilaksanakan."

"Kumpulkan prajurit killer dan sebar dipenjuru militer. Jaga gerbang utama, tambah pengawasan di ruang Naoki. Apakah kamera tersebunyi sudah dipasang?"

"Sudah, kamera dalam pengawasan."

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka dan seorang prajurit berhambur masuk. Ia terlihat ketakutan. Membuat empat pasang mata dalam ruangan tersebut mengarah tajam padanya. Wajahnya pucat pasih, nafasnya memburu.

"Tuan, kapten Zaiga sudah sampai disini! Dia baru saja pergi dari ruangan Ketua Naoki!"

Pria paruh baya yang dipanggil tuan itu menyanggah dagu menggunakan tangan ke atas meja. Sorot matanya berubah datar.

Ia bergumam dengan pelan, "Pemakaman umum."

"Lalu apa yang harus kami lakukan tuan?" Tanya prajurit yang tadi bersama dengannya dalam ruangan. Kedua bawahannya terlihat begitu cemas. Pria itu melirik kertas laporan yang bertumpuk di mejanya.

"Dalam waktu dekat ini dia tak mungkin kembali. Perketat penjagaan dan pasang array pelindung di seluruh batalion."

"Baik."

Setelah menerima perintah baru, prajurit itu bergegas meninggalkan ruangan dan menyisakan dua orang yang masih melanjutkan percakapan mereka.

"Kenapa anda begitu yakin dia tidak akan kemari tuan?"

"Tentu saja. Dia harus mencari cara untuk membangunkan kesayangannya dari tidur panjang. Banyak hal rumit lain yang harus dia pikirkan."

"Apa anda tidak takut tuan?"

Alisnya terangkat naik, "Takut? Selama aku mengetahui kelemahan mereka, tidak ada yang perlu kutakutkan. Akan kubuat salah satu dari mereka berpihak pada kita dan menghabisi yang satunya."

"Apa ini berkaitan dengan rekan barumu?"

Pria itu mengalihkan tatapannya ke arah sang bawahan, "Jika mereka menawarkan sesuatu yang menguntungkan seperti itu, kenapa tidak?"



.
Malam itu, hujan masih menghujami bumi dengan tangisnya. Pemakaman begitu sepi. Suara rintik air mengisi kesunyian, tidak mengganggu seorang remaja yang sedang tertidur dengan posisi duduk sambil menyanggah batu nisan sebagai sanggahannya. Tubuhnya tidak basah oleh air, bahkan tetesan kasar itu menembus dirinya begitu saja. Tidak mengenai si mungil sama sekali.

Sesuatu terbuka, seorang pemuda tinggi keluar dari portal di samping sebuah batu nisan dan tak sengaja menyenggol si mungil hingga jatuh dari tidurnya. Bocah itu bangun dengan raut kusut lalu mendelik ke arah pemuda asing itu. Matanya mengerjap dua kali, ia terperangah. Dadanya tiba-tiba berdenyut nyeri.

"Siapa kau..?"

Ah, dia lupa. Orang ini tidak bisa mendengarnya. Ia mulai memperhatikan wajah tampan dengan bentuk sempurna itu. Jantungnya berdegup sangat cepat dan ada sedikit rasa sakit yang menyergapnya. Ia menyentuh dadanya sendiri sambil melayang ke atas, menyejajarkan wajahnya dengan pemuda tersebut yang masih berdiri diam terpaku di tempat. Wajahnya datar namun menyiratkan kesedihan yang teramat mendalam.

Remaja itu melipat tangan dengan kening mengerut heran, masih tak bisa melepaskan tatapannya dari pemuda tersebut.

"Kenapa dia datang kemakamku di saat cuaca begini?" bingungnya.

Zen menggeser tubuhnya saat pemuda itu tiba-tiba jatuh berjongkok di hadapan makamnya. Si mungil menjerit dengan kelakuannya.

"Hei, apa yang kau lakukan! Aku lebih muda darimu!" ia mencoba menyentuh namun tangannya menembus pemuda tersebut, ada sengatan aneh yang membuat kulitnya terasa panas. Dia mengerjap dan menatap telapak tangannya lalu beralih ke wajah menawan itu.

The Battle Against Vampire (BoyXBoy) 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang