"Zen, bangun, sudah siang."
Anak itu mengeliat dalam tidurnya. Ia menarik selimut yang berada di pinggang untuk menutupi seluruh tubuhnya.
"Lima menit lagi.. Aku lelah, Zaiga."
"Hari ini latihan mengendalikan soul weaponmu, kalau siang matahari akan membakar kulitmu."
Pemuda yang dipanggil Zaiga menarik jatuh selimut miliknya dalam sekali tarikan.
"Zaigaaa.." ia merengek lalu membuka matanya. Tiba-tiba ruangannya menjadi gelap. Dia tertidur di tengah-tengah hutan yang gelap dan lebat, tempat itu dipenunihi pepohonan tinggi. Cepat-cepat ia berdiri dengan wajah panik.
"Zaiga! Dimana kau!" teriaknya
"..Jawab aku!"
Tak berselang lama, sebuah suara menyahut di belakangnya.
"Disini.."
Zen tersenyum senang dan langsung membalik tubuh, namun tempat itu ternyata kosong, senyuman di wajahnya menghilang, berganti raut cemas yang semakin kentara.
"Zaiga, jangan bercanda! Aku takut, dimana kau!"
"Zen.. aku mencintaimu."
Suara itu bergema
Zen memutar tubuhnya ke segala arah namun tak juga menemukan orang yang berbicara padanya.
"Hentikan! Kembalikan Zaigaku! Dimana dia!"
Tiba-tiba suara tawa membahana mengisi kesunyian malam dalam hutan tersebut.
"Kenapa kau mempertanyaankan pertanyaan yang sudah jelas?" suara asing menyahut.
"Siapa kau, tunjukkan dirimu! Dimana kau menyembunyikan Zaiga!"
"Tidak perlu kau tahu siapa aku. Cobalah ingat baik-baik, sebenarnya dimana Zaigamu. Tanyalah pada dirimu sendiri, bagaimana kau membunuhnya."
Zen memberang, ia berlarian mencari asal suara tersebut, "Bicara omong kosong apa kau?! Itu hanya mimpi, dia bersamaku tadi!" bantahnya.
"Sadarlah, kau bahkan tak bisa membedakan mimpi dan kenyataan. Aku akan menunjukkan wajahnya padamu. Lihat ke sampingmu."
Suara itu membuat Zen bimbang, ia pun tetap menurut dan menemukan sosok Zaiga yang sedang tersenyum teduh padanya, tangan pemuda itu terulur pada Zen.
"Zen.. Ayo kemari."
"Zaiga.." Senyum lebar mengambang di wajahnya, Zen berjalan mendekat, mencoba menyambut uluran tangan pucat itu. Namun sesuatu terjadi, Zen tak dapat menjangkaunya, saat ia berlari mendekat, tubuh Zaiga semakin menjauh, "Zaigaaa, tunggu disana aku akan menyusul!"
"Zen.. maafkan aku, tidak bisa terus menjagamu," wajah itu perlahan dipenuhi oleh darah, mengalir turun dari empat indranya, namun ia masih sempat tersenyum ke arah Zen, "..juga, terima kasih untuk waktumu. Aku mencintaimu.."
"Tidak.. Tidak Zaiga, jangan pergi.." Zen mematung. Dia merasakan dadanya yang tiba-tiba berdenyut sakit. Sedetik kemudian ia berlari kencang menyusul sosok Zaiga yang semakin menjauhinya, seolah menghilang ditelan oleh kegelapan.
"ZAIGA JANGAN TINGGALKAN AKU!"
"Zen?"
Zen menoleh dengan nafas memburu, maniknya terbuka dan menatap seorang pemuda yang duduk di sampingnya sedang menatap cemas padanya. Ia menghambur kepelukan pria dengan tatapan teduh itu lalu menangis kencang setelahnya.
"Aku mimpi buruk.. Mimpi yang sangat mengerikan. Zaiga aku takut, aku takut kehilanganmu. Jangan pernah meninggalkanku, ku mohon padamu.. hiks.."
Pemuda itu mengelus sayang kepala yang sedang bersandar pada dadanya, ia tersenyum tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Battle Against Vampire (BoyXBoy) 3
Fantasy[selesai] Happy ending Kisah baru dimulai. Dipungut lalu dibuang. Lima belas tahun kembali bertemu. Apakah ia mampu membunuh bangsawan yang telah menghabisi keluarganya ataukah terjebak kisah asmara dengan si pembunuh? CINTA atau DENDAM yang akan i...